Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 03 Agustus 2017

Shalat-Shalat Sunat Mulhaqah (Yang Menyertai Sunat Rawatib Muakkad)


B. Shalat-Shalat Sunat Mulhaqah (Yang Disertakan Pada Sunat Rawatib Muakkad)

Yaitu sunat-sunat yang kadang-kadang dilaksanakan dan terkadang pula ditinggalkan oleh Rasulullah Saw. Sunat-sunat tersebut adalah: dua rakaat yang lain sebelum dhuhur, sehingga beliau Saw. melaksanakan shalat empat rakaat sebelum dhuhur, dan dua rakaat lain setelah dhuhur, di mana beliau Saw. melaksanakan shalat empat rakaat setelah dhuhur, dan dua rakaat atau empat rakaat sebelum ashar (shalat sunat sebelum ashar yang tidak ada sunat rawatib muakkad), (dua rakaat sunat sebelum maghrib), dan dua rakaat lainnya atau empat rakaat setelah isya, sehingga beliau Saw. melaksanakan shalat empat atau enam rakaat setelah isya. Jadi ada empat belas rakaat dalam sehari semalam. Untuk setiap bagiannya terdapat nash-nash yang jelas. Dari Qabus dari ayahnya ia berkata:

“Ayahku mengutus seorang perempuan menemui Aisyah untuk bertanya kepadanya tentang shalat apa yang paling suka ditetapi oleh Rasulullah Saw.? Ia berkata: Beliau Saw. shalat sebelum dhuhur sebanyak empat rakaat, di mana di dalamnya beliau Saw. memanjangkan berdiri dan membaguskan ruku' dan sujud. Sedangkan shalat yang tidak pernah beliau tinggalkan, baik di waktu sehat, sakit, atau ketika dalam kondisi safar maupun dalam kondisi hadhar, adalah dua rakaat sebelum fajar.” (HR. Ahmad, Bukhari, an-Nasai, Abu Dawud dan al-Baihaqi)

Dari Aisyah ra. ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. tidak meninggalkan empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat sebelum fajar dalam keadaan apapun.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, Bukhari dan Muslim)

Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata:

“Adalah Nabi Saw. seringkali shalat sebelum dhuhur sebanyak empat rakaat, dan setelahnya dua rakaat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Inilah satu bagian dari hadits yang panjang dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat tathawwu' Rasulullah Saw., ia berkata: Beliau Saw. suka shalat sebelum dhuhur sebanyak empat rakaat di kamarku, kemudian beliau keluar lalu shalat mengimami orang-orang. Setelah itu beliau kembali ke kamarku lalu shalat dua rakaat, dan beliau shalat maghrib mengimami orang-orang. Kemudian beliau Saw. pulang kembali ke kamarku lalu shalat dua rakaat. Setelah itu beliau Saw. shalat isya mengimami orang-orang, lalu beliau Saw. masuk ke kamarku dan kemudian beliau Saw. shalat dua rakaat. Beliau Saw. suka shalat dari sebagian malam sebanyak sembilan rakaat dan di dalamnya termasuk witir. Dan jika terbit fajar, beliau shalat dua rakaat, kemudian keluar dan shalat fajar mengimami orang-orang.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai)

Karena sikap beliau Saw. yang sangat menjaga dua rakaat lain sebelum dhuhur ini, maka beliau Saw. jarang sekali meninggalkan keduanya, hingga Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibrahim an-Nakhai, ia berkata:

“Mereka menganggapnya sebagai bagian dari sunnah: (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib dan dua rakaat setelah isya, serta dua rakaat sebelum fajar. Ibrahim berkata: Dan mereka menyukai dua rakaat sebelum ashar, walaupun begitu, mereka tidak menganggapnya sebagai bagian dari sunnah.”

Dua rakaat ini telah disertakan (al-mulhaqah) dalam sunat-sunat rawatib muakkad, karena dua rakaat inilah yang bisa tercakup dalam makna ucapan: mereka menganggapnya sebagai bagian dari sunnah.

Seperti telah kami katakan bahwa dari beberapa sunat-sunat rawatib muakkad, Rasulullah Saw. sangat menjaga dua rakaat fajar, maka kami katakan pula bahwa beliau Saw. sangat menjaga dua rakaat sunat yang disertakan (mulhaqah) pada sunat rawatib muakkad.
Seandainya tidak ada ketetapan nash-nash yang kami sebutkan sebelumnya bahwa beliau Saw. melakukan shalat sebelum dhuhur dua rakaat saja, niscaya kami memasukkan dua rakaat lainnya dari kategori mulhaqah ini ke dalam bagian sunat rawatib muakkad.

Beberapa nash telah menyebutkan bahwa dua rakaat mulhaqah sebelum dhuhur ini memiliki keutamaan yang besar, yang tidak bisa ditandingi oleh shalat sunat mulhaqah lainnya. Dari Ummu Habibah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang shalat siang dan malam dua belas rakaat niscaya Allah akan membangun untuknya satu rumah di Surga, (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya dan dua rakaat sebelum shalat subuh.” (HR. Thabrani)

Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim telah meriwayatkan dari Ummu Habibah ra. dari Rasulullah Saw., beliau Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang shalat dua belas rakaat dalam sehari maka Allah akan membangun untuknya satu rumah di Surga: (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelah dhuhur, dua rakaat sebelum ashar, dua rakaat setelah maghrib dan dua rakaat sebelum subuh.”

An-Nasai telah meriwayatkan hadits ini juga dan menyebutkan batasan (taqyid): “selain shalat yang difardhukan.”

Batasan ini secara lebih jelas dan tegas disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban:

“Tidaklah seorang hamba yang Muslim melaksanakan shalat karena Allah dalam setiap hari dua belas rakaat tathawwu' selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangun untuknya satu rumah di Surga atau melainkan akan dibangun untuknya satu rumah di Surga.”

Dari Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang memelihara dua belas rakaat shalat sunat akan dibangun untuknya satu rumah di Surga: (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelah dhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya dan dua rakaat sebelum shalat fajar.” (HR. Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Abi Syaibah)

Ketika kita mengetahui bahwa jumlah shalat sunat rawatib itu sepuluh rakaat, dan membangun rumah di Surga dapat terlaksana dengan menjaga dua belas rakaat shalat sunat, dan Rasulullah Saw. telah menggenapkan sepuluh rakaat shalat sunat rawatib ini dengan dua rakaat sebelum dhuhur (yang terkategori sunat mulhaqah) tadi tidak dengan shalat sunat mulhaqah selainnya, maka kita bisa mengetahui betapa besarnya keutamaan yang ada pada dua rakaat shalat sunat mulhaqah sebelum dhuhur ini.

Adapun dua rakaat lain setelah dhuhur, maka terdapat ucapan Ummu Habibah istri Nabi Saw.:

“Bahwa kekasihnya, Abul Qasim Saw., telah memberitahukannya: Beliau Saw. bersabda: “Tidaklah seorang hamba mukmin melaksanakan shalat empat rakaat setelah dhuhur, melainkan wajahnya tidak akan disentuh Neraka selamanya, jika Allah azza wa jalla menghendakinya.” (HR. an-Nasai)

Tentang dua rakaat ini dan dua rakaat sebelum dhuhur ada ucapan Ummu Habibah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang shalat empat rakaat sebelum dluhur dan empat rakaat setelahnya, maka Allah mengharamkan (daging) tubuhnya terkena api Neraka.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Abi Syaibah)

Dalam riwayat dari Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah dari jalur Ummu Habibah istri Nabi Saw., ada kalimat:

“Barangsiapa yang memelihara empat rakaat sebelum dluhur dan empat rakaat setelah dhuhur, maka Neraka diharamkan baginya.”

Sehingga jika dua nash ini dipahami dengan baik, maka saya katakan: sesungguhnya sunat rawatib untuk shalat dhuhur itu adalah dua rakaat sebelumnya dan dua rakaat setelahnya.
Dan ketika hadits-hadits ini menyatakan: empat rakaat sebelum dhuhur, maka pengertiannya adalah bahwa dua rakaat yang lain ini telah digabungkan dengan dua rakaat rawatib, sehingga jumlahnya menjadi empat rakaat.
Begitu pula terkait dengan sunat ba'diyah shalat dhuhur, ketika hadits-hadits tersebut menyebutkan keutamaan empat rakaat setelahnya, maka pengertiannya itu adalah bahwa keutamaan tersebut mencakup dua rakaat yang lain (selain rawatib), bahkan keutamaan itu tetap bisa diperoleh seandainya dua rakaat yang lainnya itu tidak ada.

Adapun keempat rakaat qabliyah dan ba'diyah, semua itu dilaksanakan dua-dua, yakni dua rakaat-dua rakaat. Ibnu Umar ra. meriwayatkan dari Nabi Saw., beliau berkata:

“Shalat malam dan siang itu dua-dua.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud, ad-Darimi dan Ibnu Hibban)

Bukhari telah menunjukkan hal ini dalam kitab Shahihnya. Nanti akan saya sebutkan hadits yang memberi pengertian bahwa keempat rakaat yang dilaksanakan sebelum ashar dipisahkan dengan salam, maka keempat rakaat ini seperti keempat rakaat lainnya.

Adapun sunat shalat ashar (bukan sunat rawatib muakkad, shalat ashar tidak ada sunat rawatib muakkad) adalah dua rakaat atau empat rakaat. Barangsiapa yang ingin, maka dia bisa melaksanakannya dua rakaat, dan barangsiapa yang ingin juga, maka dia bisa melaksanakannya empat rakaat. Shalat sunat ini dilaksanakan sebelum ashar, bukan setelahnya. Dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah Saw., dia berkata: Beliau Saw. shalat empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat sebelum ashar, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya, kemudian shalat pada sebagian malam sebanyak sembilan rakaat…” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan al-Baihaqi)

Dari Ali ra.:

“Bahwa Nabi Saw. shalat sebelum ashar dua rakaat.” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Semoga Allah Swt. merahmati seseorang yang shalat sebelum ashar sebanyak empat rakaat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Dan dari Ali ra.:

“Bahwa Nabi Saw. shalat sebelum ashar empat rakaat, di antara setiap dua rakaat beliau Saw. memisahkannya dengan salam…” (HR. Ahmad dalam satu hadits yang cukup panjang)

An-Nasai dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits ini. Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Adalah Nabi Saw. shalat sebelum ashar sebanyak empat rakaat. Beliau memisahkan antara setiap dua rakaat dengan salam pada malaikat muqarrabin, dan berikutnya pada mereka dari kalangan Muslim dan mukmin.”

Hadits yang menyebutkan adanya salam tersebut telah mendorong timbulnya beberapa pendapat di kalangan fuqaha. Sebagian mereka berkata bahwa salam yang disebutkan dalam hadits ini adalah salam yang diucapkan dalam tasyahud, dan bukan salam tahallul dari shalat. Sebagian yang lain berkata, salam tersebut adalah salam yang dengannya seorang mushalli bertahallul dari shalat, dan inilah pendapat yang benar. Pendapat ini diperkuat dengan sabda beliau Saw.: “shalat malam dan siang itu dua-dua” yang sebelumnya telah kami sebutkan. Adapun hadits yang diriwayatkan Abu Ayub ra. dari Nabi Saw., beliau bersabda:

“Empat rakaat sebelum dluhur, yang di dalamnya tidak ada salam sehingga pintu-pintu langit akan dibukakan bagi (orang yang melaksanakan)nya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Hadits ini menunjukkan bahwa keempat rakaat tersebut tidak dipisahkan dengan salam, maka dalam sanad hadits ini ada nama Ubaidah. Abu Dawud berkata: “Ubaidah itu seorang yang dhaif”, sehingga hadits ini tertolak dan tidak layak digunakan sebagai dalil.

Sebagaimana telah dibahas dalam paparan sebelumnya, saya katakan untuk shalat ashar itu ada sunat qabliyah, yakni dua rakaat atau empat rakaat, dan Anda memiliki hak untuk memilih antara dua atau empat rakaat tersebut.

Mengenai sunat shalat maghrib adalah dua rakaat sebelum shalat wajibnya (yang sunat rawatib muakkad adalah sesudah shalat maghrib). Dari Anas bin Malik ra. ia berkata:

“Jika muadzin mengumandangkan adzan maka orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. berdiri dan saling berebut tiang, hingga Nabi Saw. keluar dan mereka masih seperti itu. Mereka shalat dua rakaat sebelum maghrib, dan tidak ada sesuatu (perbuatan apapun) antara adzan dan iqamat.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ibnu Hibban)

Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

”...Dan antara adzan dan iqamat tidak ada sesuatu kecuali waktu yang sangat pendek.”

Dari Mukhtar bin Fulful, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang tathawwu' ba’da ashar, maka ia berkata: “Umar melarang orang-orang melakukan shalat sunat setelah ashar, dan di masa Nabi Saw., kami melaksanakan shalat dua rakaat setelah terbenamnya matahari sebelum shalat maghrib. Maka aku bertanya kepadanya: “Apakah Rasulullah Saw. melakukan shalat tersebut?” Dia berkata: “Beliau Saw. melihat kami melakukan shalat tersebut, dan beliau tidak menyuruh dan juga tidak melarang kami.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

Dari Abdullah al-Muzani dari Nabi Saw., beliau bersabda:

“Shalatlah kalian sebelum maghrib, dan pada ketiga kalinya (dikatakan): “Bagi siapa yang mau.” Karena beliau Saw. kurang suka kalau hal itu dianggap orang-orang sebagai suatu sunnah.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Shalatlah kalian sebelum maghrib dua rakat, kemudian beliau berkata. ”Shalatlah kalian sebelum maghrib dua rakaat.” Lalu pada kali yang ketiga beliau berkata: “Bagi siapa saja yang mau.” Karena beliau Saw. kurang suka orang-orang menganggapnya sebagai suatu sunnah.”

Tidak diketahui bahwa Rasulullah melakukan shalat sunat ini, karena itu shalat sunat ini memiliki derajat terendah terkait shalat sunat mulhaqah.

Adapun sunat shalat isya yang disertakan pada rawatib adalah dua rakaat, atau empat rakaat yang ditambahkan pada dua rakaat shalat sunat rawatib yang dilakukan setelah isya. Dari Syuraih bin Hani ia berkata:

“Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah Saw., dia berkata: “Tidak ada shalat lain yang diakhirkan Rasulullah Saw. jika berbicara tentang shalat isya yang terakhir, dan beliau Saw. tidak melakukannya sama sekali, kemudian beliau masuk ke rumahku kecuali beliau shalat setelahnya empat atau enam rakaat...” (HR. Ahmad, an-Nasai dan Abu Dawud)

Ucapannya empat atau enam: yakni mencakup rawatib dua rakaat dan shalat sunat yang al-mulhaqah.

Inilah shalat-shalat sunat mulhaqah, yang paling utama adalah dengan menetapi dua rakaat sebelum dhuhur, sehingga seorang Muslim menjadi melakukan empat rakaat sebelum dhuhur, sedangkan yang paling rendah adalah dua rakaat sebelum maghrib, sehingga jumlahnya adalah empat belas rakaat dalam sehari semalam.



Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam