Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 28 Agustus 2017

Hukum Dan Adab Buang Hajat Di Rumah Atau Di Dalam Bangunan



1. Ketika hendak memasuki kakus, seorang Muslim disunahkan untuk mendahulukan kaki kirinya dan mengakhirkan kaki kanannya, sebagai penghormatan untuknya, dan mengucapkan:

“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah aku berlindung kepadamu dari jin laki-laki dan jin perempuan.”

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:

“Adalah Nabi Saw. ketika memasuki tempat buang hajat, beliau Saw. berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari jin laki-laki dan jin perempuan.” (HR. Bukhari, Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan an-Nasai)

Dalam satu riwayat al-Baihaqi disebutkan dengan lafadz:

“Ketika akan masuk.”

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:

“Adalah (Nabi Saw.) ketika memasuki kakus beliau berkata: “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari jin laki-laki dan jin perempuan.”

Yakni ada tambahan “dengan menyebut nama Allah.” Tambahan ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dari Ali ra., bahwasanya dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Penutup antara jin dengan aurat anak Adam ketika memasuki kakus adalah ucapan: “Dengan menyebut nama Allah.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).

Al-Khubuts artinya jin laki-laki, al-khaba'its artinya jin perempuan.

Ketika seseorang akan keluar dari kakus hendaknya dia mendahulukan kaki kanannya dan mengakhirkan kaki kirinya, dan mengucapkan:

“Aku memohon ampunan-Mu.”

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Yusuf bin Abu Burdah, dia berkata: Aku mendengar ayahku berkata:

“Aku mengunjungi Aisyah, lalu aku mendengarnya berkata: Rasulullah Saw. ketika keluar dari tempat buang hajat, beliau Saw. berkata: “Aku memohon ampunan-Mu.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

2. Biasanya di kakus dan kamar mandi itu ada air, atau dekat dengan air. Adalah dianjurkan untuk beristinja menggunakan air, karena lebih efektif untuk membersihkan. Tetapi jika bersuci menggunakan batu di rumah pun sebenarnya boleh-boleh saja. Jika bersuci menggunakan air dan batu sekaligus, itu juga hukumnya boleh, karena hadits-hadits tentang bersuci menceritakan keduanya.

3. Dimakruhkan buang air kecil di ruangan yang biasa digunakan untuk mandi, karena air kencing bisa jadi masih tersisa di lantai kamar mandi, sehingga ketika mandi di sana dia akan terkena cipratan air seni yang menjadikannya ternajisi. Rasulullah Saw. telah melarangnya. Dari Abdullah bin Mughaffal, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian buang air kecil di tempat mandinya, karena sebagian besar rasa was-was itu disebabkan olehnya.” (HR. Ibnu Majah, an-Nasai, Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi)

Ini berlaku jika di kamar mandi itu tidak ada saluran pembuangan atau tanahnya padat tidak menyerap air seni. Jika ada saluran pembuangan atau tanahnya bisa menyerap air seni, maka tidak makruh hukumnya.

4. Buang air kecil boleh dilakukan menggunakan wadah karena hajat tertentu, khususnya untuk orang yang sakit. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Umaimah binti Ruqaiqah, dia berkata:

“Nabi Saw. memiliki wadah dari aidan (kayu kurma) yang ditempatkan di bawah tempat tidurnya, yang digunakannya untuk buang air kecil di waktu malam. (HR. Baihaqi, Abu Dawud dan an-Nasai)

Al-Aidan artinya kayu kurma.

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ra., dia berkata:

“Mereka berkata, sesungguhnya Nabi Saw. berwasiat kepada Ali. Beliau Saw. meminta wadah (at-thastu) untuk buang air kecil, lalu merebahkan dirinya, dan aku tidak merasa/sadar (beliau Saw. meninggal), maka kepada siapakah beliau Saw. berwasiat.” (HR. an-Nasai dan al-Baihaqi)

Muslim dan Bukhari telah meriwayatkan hadits ini dari jalur alAswad bin Yazid, dia berkata:

“Orang-orang menceritakan kepada Aisyah bahwa Ali telah diberi wasiat. Maka Aisyah bertanya: Kapan Nabi Saw. memberi wasiat kepadanya? Sungguh aku telah menyandarkan beliau ke dadaku. Atau aisyah berkata: Ke pangkuanku. Lalu beliau Saw. meminta wadah. Sungguh beliau Saw. rebahan di pangkuanku, dan aku tidak sadar beliau Saw. ternyata telah meninggal. Maka kapan beliau Saw. memberi wasiat kepada Ali?”

5. Seorang Muslim boleh buang air kecil dalam keadaan duduk atau berdiri, salah satunya boleh dilakukan. Tetapi jika tanah tempat dia buang air kecil itu padat, lalu khawatir terkena cipratan air seni karenanya, maka dia mesti buang air kecil sambil duduk. Terdapat hadits bahwa beliau Saw. buang air kecil sambil berdiri di tempat pembuangan sampah. Dari Abu Wail, dia berkata:

“Sesungguhnya Abu Musa sangat ketat dalam persoalan air kencing. Dia suka kencing di dalam botol, lalu dia berkata: Sesungguhnya Bani Israil ketika kulit salah seorang dari mereka terkena air kencing maka mereka memotongnya dengan gunting. Maka Hudzaifah berkata: Sungguh aku ingin agar sahabat kalian ini tidak terlalu keras dalam masalah ini, sungguh aku telah melihat Rasulullah Saw. berjalan bersama-sama, lalu beliau Saw. mendatangi tempat pembuangan hajat di belakang sebuah kebun, kemudian berdiri sebagaimana salah seorang dari kalian berdiri, dan beliau Saw. kencing. Saat aku mencoba menjauh dari beliau Saw., maka beliau Saw. memberikan isyarat kepadaku untuk mendekat, maka aku mendekat, lalu berdiri di samping tumit beliau Saw., hingga beliau Saw. menyelesaikan kencingnya. (HR. Muslim, Bukhari dan Ahmad)

Telah diriwayatkan pula bahwa beliau Saw. buang air kecil (kencing) dalam keadaan duduk. Dari Abdurrahman bin Hasanah, dia berkata:

“Rasulullah Saw. pernah menemui kami, dan di tangan beliau Saw. ada sesuatu yang mirip perisai dari kulit. Beliau Saw. lalu meletakkannya dan duduk di belakangnya, kemudian buang air kecil ke arah perisai tersebut. Maka sebagian orang berkata: Lihat, beliau Saw. buang air kecil seperti perempuan.” (HR. an-Nasai dan al-Baihaqi)

Adapun hadits Jabir bin Abdillah, dia berkata:

“Rasulullah Saw. melarang seorang lelaki kencing dalam keadaan berdiri.” (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah)

Hadits ini sangat dhaif, karena di dalam sanadnya terdapat Adi bin al-Fadhl, dia perawi yang dituduh suka berdusta, yang disepakati kedhaifannya.
Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa Aisyah ra. berkata:

“Barangsiapa yang bercerita kepada kalian bahwa Rasululllah Saw. kencing dalam keadaan berdiri maka janganlah kalian membenarkannya. Rasulullah Saw. tidak suka kencing melainkan dalam keadaan duduk.” (HR. an-Nasai, Ahmad, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)

Hadits ini tidak kuat kalau dihadapkan dengan hadits Hudzaifah, tiada lain karena hadits Hudzaifah lebih shahih dari hadits Aisyah yang di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Syarik. Syarik seorang yang jujur, tetapi suka keliru, selain bahwa hadits Aisyah ini menunjukkan batas pengetahuan Aisyah saja, di mana beliau berbicara tentang kencing Rasulullah Saw. dalam keadaan duduk, dan tidak pernah melihat beliau Saw. kencing dalam keadaan berdiri. Bisa dipahami bahwa seseorang akan kencing dalam keadaan duduk ketika dia berada di kakus (WC). Sangat tidak mungkin beliau Saw. kencing sambil berdiri di dalamnya, karena biasanya tanahnya keras/padat, karena itu Rasulullah Saw. tidak kencing di dalam kakus (WC) melainkan dalam keadaan duduk. Inilah yang diketahui, dilihat dan dibicarakan oleh Aisyah, sehingga tidak bisa menafikan adanya fakta bahwa Rasulullah Saw. kencing di tempat terbuka sambil berdiri karena lembeknya tanah di sana. Dengan demikian di antara kedua hadits ini tidak terdapat kontradiksi.
Ibnu Hajar berkata: Tidak bisa dibuktikan satu riwayat pun dari Nabi Saw. yang melarang kencing dalam keadaan berdiri.

Singkat kata, kencing sambil berdiri itu boleh, sebagaimana halnya kencing sambil duduk. Dalam dua kondisi ini hendaknya dijaga agar tidak terkena percikan air kencing.

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam