Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 09 Agustus 2017

Dalil Waktu-Waktu yang Dilarang Shalat Padanya



Waktu-Waktu yang Terlarang Dari Shalat

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani ra. ia berkata:

“Tiga waktu di mana kami dilarang oleh Rasulullah Saw. untuk shalat di dalamnya, atau menguburkan orang mati di antara kami di dalamnya: (yaitu) ketika matahari terbit hingga sudah naik, ketika sesuatu tegak lurus saat tengah hari hingga matahari tergelincir, dan ketika matahari condong ke arah Barat hingga terbenam.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan an-Nasai)

Ketika sesuatu tegak lurus saat tengah hari, yakni dalam kondisi matahari tegak lurus dan sesuatu yang berdiri tidak memiliki bayangan di arah Timur dan juga di arah Barat, dan tadhayyafu artinya tamiilu (condong).

Dari Abdullah as-Shunabihi ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya matahari itu terbit di antara dua tanduk setan, dan ketika matahari mulai naik setan pergi darinya, dan jika matahari berada di tengah-tengah langit setan menyertainya lagi, dan ketika tergelincir maka setan pergi darinya, dan ketika turun untuk terbenam maka setan menyertainya, dan jika terbenam maka dia berpisah darinya, maka janganlah kalian shalat pada ketiga waktu ini.” (HR. Ahmad, Malik, an-Nasai dan Ibnu Majah)

Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian menyengaja lalu shalat ketika terbit matahari dan juga jangan ketika terbenamnya.” (HR. Bukhari, Malik, Ibnu Khuzaimah dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang kedua:

“Jika telah nampak hajib matahari maka akhirkanlah shalat oleh kalian hingga benar-benar muncul, dan jika hilang hajib matahari maka akhirkanlah shalat oleh kalian hingga benar-benar hilang.”

Ahmad, an-Nasai, dan Muslim meriwayatkan dari jalur Ibnu Umar ra., juga dengan redaksi:

“Janganlah kalian menyengaja melakukan shalat pada saat terbitnya matahari dan juga jangan pada saat terbenamnya matahari, karena sesungguhnya matahari itu terbit di antara dua tanduk setan, sehingga jika terbit hajib matahari maka janganlah kalian shalat hingga benar-benar muncul, dan jika hilang hajib matahari maka janganlah kalian shalat hingga benar-benar hilang.”

Ucapan: jika nampak hajib matahari, yakni jika muncul bagian matahari yang paling atas, dan ucapan: jika hilang hajib matahari, yakni jika bersembunyi bagian matahari yang paling bawah ke belakang ufuk.

Dari Samurrah bin Jundab ra. dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Janganlah kalian shalat ketika matahari terbit dan juga tidak ketika matahari jatuh (terbenam), karena matahari itu terbit di antara dua tanduk setan dan tenggelam di antara dua tanduk setan.” (HR. Ahmad)

Ucapannya: terbit...terbenam di antara dua tanduk setan, yakni bahwa setan itu telah menegakkannya agar dia bisa menyesatkan manusia di saat itu.

Dari Umar ra. bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda:

“Tidak ada shalat setelah shalat subuh hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah shalat ashar hingga matahari terbenam.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dari Sa’ad bin Abi Waqash ra. ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Dua shalat yang tidak ada shalat setelah keduanya, (yaitu) subuh hingga matahari terbit, dan ashar hingga matahari terbenam.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Abu Ya'la)

Dari Abu Said al-Khudri ra. ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Tidak ada shalat setelah subuh hingga matahari naik, dan tidak ada shalat setelah ashar hingga matahari hilang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dua hadits yang pertama telah kami sebutkan sebelumnya, dan hadits yang ketiga kami indikasikan juga dalam pembahasan “shalat sunat rawatib muakkad” dalam bab “shalat tathawwu'.

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata:

“Rasulullah Saw. melarang dari dua shalat: (yaitu) setelah fajar hingga terbit matahari, dan setelah ashar hingga terbenam matahari.” (HR. Bukhari)

Dari Amr bin 'Abasah as-Sulami ia berkata:
“…Lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang apa yang telah diajarkan oleh Allah Swt. kepadamu tetapi aku tidak mengetahuinya, kabarkanlah kepadaku tentang shalat.” Beliau berkata: ”Lakukanlah shalat subuh, kemudian tahanlah dari shalat sampai matahari terbit hingga meninggi, sesungguhnya ketika terbit, matahari itu muncul di antara dua tanduk setan, dan ketika itu pula orang-orang kafir bersujud kepadanya. Setelah itu shalatlah, karena (di waktu) tersebut disaksikan dan dihadiri (oleh malaikat) hingga bayangan naik setentang dengan tombak. Kemudian tahanlah dari shalat, karena waktu itu jahanam sedang dinyalakan. Dan jika bayangan sedikit condong ke arah Timur maka shalatlah, karena shalat tersebut disaksikan dan dihadiri (malaikat) hingga engkau shalat ashar, lalu tahanlah dari shalat hingga matahari terbenam, karena matahari itu terbenamnya di antara dua tanduk setan, dan ketika itu orang-orang kafir bersujud kepadanya...” (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad)

Hadits ini telah kami sebutkan dalam pembahasan “shalat sunat rawatib muakkad” dalam bab “shalat tathawwu'.”
Ahmad dan Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits senada dari jalur Shafwan bin al-Mu’athal dengan redaksi yang sedikit berbeda.

Nash-nash yang menyebutkan waktu yang dilarang hanya berisi larangan saja tanpa ada indikasi (qarinah) apapun yang bisa menjadikan larangan (an-nahyu) tersebut menjadi sebuah pengharaman (tahrim).

Kita mendapati ungkapkan-ungkapan berikut: “tidak ada shalat setelah shalat subuh... dan tidak ada shalat setelah shalat ashar”, “dua shalat yang tidak boleh ada shalat lain setelahnya, (yaitu) subuh hingga matahari terbit, dan ashar hingga matahari terbenam”, “tidak ada shalat setelah subuh… ,dan tidak ada shalat setelah ashar” “Rasululllah Saw. melarang dari dua shalat setelah fajar… dan setelah ashar…”, “tiga waktu di mana kami dilarang oleh Rasulullah Saw. untuk shalat di dalamnya, atau menguburkan orang mati di antara kami di dalamnya...”, “Sesungguhnya matahari itu terbit di antara dua tanduk setan, dan ketika dia naik maka setan berpisah darinya, dan jika matahari berada di tengah-tengah langit setan menyertainya lagi, dan ketika tergelincir maka setan berpisah darinya, dan ketika turun untuk terbenam maka setan menyertainya, dan jika terbenam maka dia berpisah darinya...”, “Janganlah kalian maksudkan shalat kalian itu pada terbitnya matahari dan juga jangan pada terbenamnya matahari, karena sesungguhnya matahari itu terbit di antara dua tanduk setan…”, “Janganlah kalian shalat ketika matahari terbit dan juga tidak ketika matahari jatuh (terbenam), karena sesungguhnya matahari itu terbit di antara dua tanduk setan dan tenggelam di antara dua tanduk setan”, “kemudian tahanlah dari shalat sampai matahari terbit sehingga meninggi, sesungguhnya matahari itu muncul ketika terbit di antara dua tanduk setan dan ketika itu pula orang-orang kafir bersujud kepadanya...hingga bayangan naik berhadapan dengan tombak, kemudian tahanlah dari shalat karena waktu itu jahanam sedang dinyalakan, ...dan kemudian tahanlah dari shalat hingga matahari terbenam, karena sesungguhnya matahari itu terbenam di antara dua tanduk setan, dan ketika itulah orang-orang kafir bersujud kepadanya...”

Karena itu, yang dilahirkan dari larangan seperti itu hanya karahah (makruh). Dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Tidak ada shalat setelah ashar, kecuali jika matahari masih putih dan masih tinggi.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan an-Nasai)

Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Janganlah kalian shalat setelah ashar, kecuali jika kalian ingin shalat dan matahari masih bersih (putih).”

Dalam riwayat kedua dari Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud dan Ahmad dengan redaksi:

“Janganlah kalian shalat setelah ashar, kecuali jika kalian shalat sedangkan matahari masih tinggi.”

Diriwayatkan oleh Rabi'ah bin Daraj:

“Bahwa Ali bin Abi Thalib melakukan shalat tathawwu' setelah ashar dua rakaat dalam perjalanan ke Makkah, lalu Umar melihatnya dan memarahinya, seraya berkata: “Demi Allah, sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa Rasulullah Saw. telah melarang kita dari perbuatan itu.” (HR. Ahmad dan at-Thahawi)

Hadits ini menunjukkan adanya ijtihad Ali ra. tentang tidak haramnya shalat setelah ashar, terlebih lagi bahwa dia telah melakukan shalat tersebut, padahal dia tahu adanya larangan itu. Seandainya Ali memahami bahwa larangan tersebut adalah untuk pengharaman, niscaya dia tidak akan melakukan hal itu. Ini terkait dengan shalat setelah shalat ashar.

Diriwayatkan oleh Muhammad bin Hayy Ibnu Ya’la bin Umayyah dari ayahnya ra., ia berkata:

“Aku melihat Ya'la shalat setelah matahari terbit, lalu ada seorang laki-laki bertanya kepadanya atau ditanyakan kepadanya: “Engkau adalah salah seorang sahabat Rasulullah Saw. tetapi engkau shalat sebelum matahari terbit.” Ya'la berkata: “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya matahari itu terbit di antara dua tanduk setan.” Maka Ya’la berkata kepadanya: Jika matahari terbit dan engkau dalam ketaatan pada Allah, itu lebih baik daripada ketika matahari terbit sedangkan engkau dalam kondisi lalai.” (HR. Ahmad)

Dalam kasus ini, kemungkinan bahwa Ya’la melakukan shalat subuh adalah sangat jauh. Shalat yang dilakukannya di sini adalah shalat tathawwu’, jika tidak, tentu dia tidak akan mengatakan apa yang tadi dikatakannya. Ya’la ra. telah berijtihad sebagaimana Ali ra. berijtihad, di mana larangan dari shalat di dua waktu terlarang tersebut hanyalah sebuah larangan yang tidak bersifat jazim (pasti).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. ia berkata:

“Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Itulah shalat orang munafik, duduk menantikan matahari hingga jika berada di antara dua tanduk setan, dia berdiri dan mematuknya empat kali, dia tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali hanya sedikit.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan an-Nasai)

Dalam hadits Ahmad dan Malik dari jalur Anas ra. disebutkan dengan redaksi:

“Itulah shalat orang-orang munafik, dikatakan sebanyak tiga kali, salah seorang dari mereka duduk hingga jika matahari menguning dan berada di antara dua tanduk setan maka dia berdiri dan mematuk empat kali, dia tidak mengingat Allah Swt. di dalamnya, kecuali hanya sedikit.”

Dalam riwayat Ahmad yang ketiga, dari jalur Anas disebutkan dengan redaksi:

“Tidakkah kalian ingin aku beritahukan tentang shalat orang munafik? Dia membiarkan shalatnya, hingga jika sudah berada di antara dua tanduk setan, atau di atas dua tanduk setan, maka dia berdiri dan mematuknya seperti patukan ayam, dia tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali hanya sedikit.”

Untuk shalat-shalat fardhu, maka tidak ragu lagi mengakhirkan shalat subuh hingga bulatan matahari mulai tampak, itu haram hukumnya. Begitu pula dengan mengakhirkan shalat ashar hingga matahari menguning dan mulai dekat dengan ufuk Barat dengan sengaja dan meremehkannya, maka seorang hamba akan dihisab karena tindakannya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam