Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 23 Agustus 2017

Dalil Benda-Benda Najis


BAB DUA

BENDA-BENDA NAJIS

Al-Qadzarah (kotoran) itu ada yang sangat buruk sekali dan disebut dengan an-najasah (najis), ada pula yang tidak terlalu buruk yang disebut dengan ad-danas dan al-wasakh (kotoran). Syariat telah mengharamkan kotoran yang sampai pada kategori najis, dan memakruhkan kotoran biasa (al-wasakh).
Najis (an-najasah) itu pasti kotoran (qadzarah); tetapi kotoran tidak serta merta adalah najis, karena kotoran itu ada yang dikategorikan sebagai najasah, ada pula yang dikategorikan sebagai wasakh (kotoran biasa).

Kotoran biasa dan ringan telah diperintahkan syariat untuk dihilangkan, dicuci dan dijauhi, dengan perintah yang tidak jazim (pasti). Inilah yang disebut dengan sunah (an-nadbu), dan aktivitasnya dikategorikan sebagai menjaga kebersihan (tandzif). Menjaga kebersihan badan, baju dan tempat, itu semuanya merupakan perkara yang sangat dianjurkan (sunah) oleh syara, sehingga orang yang melakukannya akan memperoleh pahala, sedangkan yang tidak melakukannya tidak diancam dengan dosa.

Sedangkan najasah (najis) telah diperintahkan oleh syariat untuk dijauhi dengan perintah yang jazim, sehingga tindakan menjauhi najis itu menjadi satu kewajiban (al-fardhu).
Najis itu dibagi dua kategori: najis hissiyah (kongkret) dan najis hukmiyah. Contoh najis hissiyah adalah air kencing, tinja, darah, anjing, dan sebagainya. Sedangkan contoh najis hukmiyah adalah janabah, haid, nifas, dan batalnya wudhu. Dua jenis najis ini harus dijauhi dalam tiga aktivitas ibadah yang harus dimuliakan, yakni shalat, thawaf, dan memegang mushaf. Syara’ tidak mensyaratkan menjauhi najis secara rinci dalam selain ketiga aktivitas ibadah tersebut.

Syariat telah mensyaratkan bagi orang yang membaca al-Qur'an untuk tidak junub, dan boleh dilakukan tanpa berwudhu. Dalam dzikir kepada Allah tidak disyaratkan harus suci dari junub. Begitupula dalam jihad -yang termasuk ibadah-, zakat yang juga termasuk ibadah, dan seluruh aktivitas tasharuf berupa jual beli, hibah, dan wakalah. Termasuk juga dengan nikah, safar (bepergian), makan, minum, dan berburu. Semua itu tidak disyaratkan harus suci dari junub. Setiap ibadah dan tasharuf akan diterima dari seorang Muslim tanpa disyaratkan harus suci dari najis hukmiyah, kecuali dalam perkara shalat, thawaf, dan menyentuh mushaf saja.

Najis hissiyah telah diperintahkan Allah Swt. sebagai Pembuat syariat (as-Syaari') untuk dijauhi, dan tidak ditransaksikan bagaimanapun kondisinya. Air najis itu tidak boleh digunakan bagaimanapun juga. Darah dan air kencing, serta benda najis lainnya, hukumnya wajib dijauhi, kecuali anjing buruan dan anjing penjaga yang memang diberi rukhshah (keringanan) oleh as-Syaari'. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang memiliki anjing selain anjing galak untuk berburu atau anjing penjaga ternak, maka pahalanya akan berkurang setiap hari sebanyak dua qirath.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Kecuali kulit binatang yang juga diberi rukhshah. Perkara tersebut insya Allah akan kami bahas lebih jauh.

Di dalam Sunnah Nabi Saw. -terlebih lagi al-Qur’an- tidak ada rincian pasti terkait benda-benda najis dan beberapa jenis benda yang mensucikan, sehingga muncul perbedaan pendapat di kalangan para mujtahid dalam persoalan tersebut.
Ibnu Rusyd yang bermadzhab Maliki mengatakan: Mengenai beberapa jenis benda najis, berdasarkan bendanya, para ulama menyepakati empat perkara: bangkai hewan yang memiliki aliran darah tetapi bukan hewan air; daging babi dengan sebab apapun babi itu mati; darah itu sendiri yang berasal dari hewan yang tidak hidup di air, yang berasal dari hewan yang masih hidup atau yang sudah mati ketika darah tersebut mengalir memancar; maksudnya darah tersebut dalam jumlah banyak; dan terakhir adalah air kencing dan tinja manusia. Mayoritas para ulama sepakat bahwa khamar itu najis, tetapi dalam persoalan itu ada perbedaan pendapat dengan sebagian ahli hadits, dan mereka berbeda pendapat dalam persoalan selain itu.

As-Syaukani menyatakan: Benda-benda najis itu adalah tinja manusia secara mutlak, air kencing manusia -kecuali bayi laki-laki yang masih menyusui-, air liur anjing, kotoran hewan, darah haid, dan daging babi. Selain dalam perkara tersebut, terdapat perbedaan pendapat. Pada prinsipnya sesuatu itu suci, sehingga sesuatu itu tidak boleh dialihkan dari status sucinya kecuali berdasarkan dalil yang shahih, yang tidak kontradiktif dengan dalil lain yang memiliki kualitas setara atau lebih tinggi darinya.
Dalam kitab al-Kafi karya Ibnu Qudamah dikatakan: bahwa benda-benda najis itu adalah air kencing manusia, air kencing hewan yang tidak dimakan dagingnya, tinja, wadi, muntah, darah, nanah, khamr, anjing, babi, bangkai, asap dan uap yang berasal benda najis. Ibnu Qudamah menyebutkan ada dua pendapat terkait madzi, segumpal darah (alaqah), cairan basah yang berasal dari vagina dan sperma. Beberapa fuqaha yang lain menyebutkan selain itu.
Mereka berbeda pendapat dalam persoalan najis ini, karena -sebagaimana telah kami katakan- Sunnah tidak menyebutkan benda-benda najis secara rinci, atau bisa dikatakan Sunnah jarang menyebutkan najis secara jelas.

Kalangan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah sangat ketat membahas persoalan bersuci dan benda-benda najis, tetapi ulama Malikiyah terlalu longgar dalam membahas persoalan ini, sedangkan ulama Hanafiyah berada di tengah-tengah di antara mereka; mereka sangat ketat dalam beberapa perkara dan sangat longgar dalam beberapa perkara yang lain.
Kita akan membahas persoalan ini dengan izin Allah, dengan mengambil petunjuk dari dalil-dalil shahih, menjauhkan diri dari dalil-dalil dhaif, qiyas (analogi) yang rusak, syubhat atau dari sikap taklid pada satu madzhab atau satu imam tertentu.
Semoga Allah Swt. memberi kesempatan kepada kita untuk menyingkap persoalan ini seterang-terangnya, sehingga bisa mendapatkan kesimpulan yang tepat dan memuaskan.

Dalam pembukaan telah kami katakan: Benda-benda najis itu ada sembilan: empat perkara berasal dari manusia, yakni air kencing, tinja, madzi dan wadi, tiga perkara berasal dari hewan yakni anjing, babi, dan bangkai, satu perkara berasal dari keduanya (manusia dan hewan), yakni darah yang mengalir/memancar, dan satu perkara bukan berasal dari keduanya, yakni khamer. Inilah benda-benda najis yang kami simpulkan dari nash-nash.
Kami akan menyampaikan dalil-dalilnya secara lebih rinci, setelah itu kita akan mendiskusikan pendapat yang dilontarkan pihak lain yang bisa jadi berbeda dengan pendapat yang kami katakan.






Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam