Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 10 Juli 2017

Dalil Posisi Sujud Dalam Shalat



Bab: Sifat Shalat

Sub-bab:
Sujud: Bentuknya dan Dzikir Di dalamnya

Kami telah menyebutkan dalam bab pertama bahwa shalat itu adalah perbuatan yang paling disukai Allah Swt. Makna shalat itu menurut bahasa adalah doa, sehingga keutamaan shalat sebagian besar diambil dari doa. Bisa juga diartikan bahwa doa itu adalah sesuatu yang paling menonjol dalam shalat. Ini bukan sesuatu yang aneh, mengingat doa itu adalah ibadah, sehingga jika kita mendapati bahwa sujud itu adalah tempat berdoa dalam bentuk yang paling utama, maka kita akan memahami keutamaan sujud dalam shalat. Abu Hurairah ra. telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Keadaan yang paling dekat antara seorang hamba dari Tuhannya adalah ketika dia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim, an-Nasai, Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Ibnu Abbas ra. meriwayatkan dari Nabi Saw.:

“…Ingatlah, sesungguhnya aku dilarang membaca al-Qur’an ketika ruku’ atau sujud. Adapun ruku’, maka agungkanlah Allah di dalamnya. Sedangkan sujud maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, maka doa (ketika sujud) itu sangat dekat diijabahnya bagi kalian.” (HR. Muslim)

Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud dan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang berbeda. Jadi, seorang Muslim dalam sujudnya itu sangat dekat dengan Tuhannya, dan mudah diijabah doanya.

Allah Swt. telah mengungkapkan tentang ketaatan para makhluk dan penghambaan mereka kepada-Nya dengan istilah sujud. Dia Swt. berfirman:

“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.” (TQS. an-Nahl [16]: 49)

“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki.” (TQS. al-Hajj [22]: 18)

Dari sebagian keutamaan sujud adalah bahwa Allah Swt. telah memuliakan bagian-bagian sujud pada tubuh seorang Muslim, di mana Dia Swt. akan melindungi bagian-bagian itu dari api Neraka. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“…Jika Allah menghendaki untuk memberi rahmat pada orang yang diinginkan-Nya dari penghuni Neraka, maka Allah Swt. memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan orang yang pernah menyembah Allah. Para malaikat mengeluarkan mereka dan bisa mengetahui mereka dari bekas sujudnya, dan Allah mengharamkan api Neraka memakan bekas-bekas sujud itu, lalu mereka keluar dari Neraka. Seluruh anak adam dimakan api Neraka kecuali bekas sujud...” (HR. Bukhari)

Hadits ini memiliki redaksi yang panjang, dan dalam riwayat an-Nasai dari jalur Atha bin Yazid didapati ungkapan:

.”..Sesungguhnya api Neraka itu memakan segala sesuatu dari tubuh anak Adam, kecuali bagian-bagian yang digunakan untuk sujud.”

Sebagian keutamaan sujud itu adalah bahwa Allah ‘azza wa jalla telah memilih anggota sujud dari tubuh kaum Muslim untuk menjadi tanda yang membedakan mereka dari segenap makhluk pada Hari Kiamat kelak, dan menjadikan warna putih dan cahaya memancar dari dahi-dahi mereka. Untuk itu Allah Swt. mengisyaratkan dalam firman-Nya:

“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (TQS. al-Fath [48]: 29)

Sebagian dari keutamaan sujud adalah apa yang disebutkan dalam hadits riwayat Muslim dari jalur Ma’dan bin Abi Thalhah al-Ya’mari, ia berkata,

“Aku bertemu dengan Tsauban pelayan Rasulullah Saw., lalu aku berkata: Beritahukanlah aku satu perbuatan yang bisa aku lakukan, yang dengannya Allah akan memasukkan aku ke dalam Surga.” Atau ia berkata: aku bertanya tentang perbuatan yang paling disukai Allah, maka dia diam, kemudian aku bertanya lagi, lalu dia diam, setelah itu aku bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, maka dia berkata: Aku bertanya tentang hal itu kepada Rasulullah Saw., lalu beliau berkata: ”Engkau harus banyak bersujud kepada Allah, karena sesungguhnya engkau tidak bersujud kepada Allah satu kali kecuali dengannya Allah akan mengangkat derajatmu dan menghapus kesalahan darimu.” Ma’dan berkata: kemudian aku bertemu Abu Darda, dan aku bertanya kepadanya. Maka dia berkata kepadaku seperti apa yang dikatakan Tsauban.”

Dilalah hadits ini begitu jelas.

Adapun bentuk sujud dilakukan dengan cara si mushalli menjadikan dua kakinya, dua lututnya, dua telapak tangannya dan dahinya menempel di atas tanah dengan sifat yang telah diketahui, sehingga disebut bersujud ketika dia bersujud di atas tujuh anggota tubuh tersebut. Bersujud tidak boleh dilakukan kecuali di atasnya, seluruhnya. Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:

“Nabi Saw. diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh anggota tubuh, dan tidak boleh menahan rambut dan juga baju: dahi, dua tangan, dua lutut dan dua telapak kaki.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain dari jalur Abbas bin Abdul Muthalib ra. bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika seorang hamba bersujud maka sujud bersamanya tujuh bagian: wajahnya, dua telapak tangannya, dua lututnya dan dua kakinya.”

Dalam riwayat Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah dari jalur Abbas ra. disebutkan dengan redaksi:

“Jika seorang hamba sujud maka bersamanya sujud tujuh anggota…”

Dalam riwayat Ahmad dari jalur Abbas ra. disebutkan dengan redaksi:

“Jika seorang laki-laki sujud maka sujud bersamanya tujuh anggota…”

Ketujuh anggota badan ini merupakan anggota sujud, sehingga semuanya harus dilekatkan dalam proses sujud.

Tata cara sujud meletakkan dua telapak kaki dalam keadaan tegak, dengan menghadapkan ujung jari kaki ke arah kiblat, sedikit menjauhkan dua lutut, meratakan dua telapak tangan di atas tanah dengan merapatkan jari-jarinya, dan bersujud di atas hidung selain dahi, meletakkan keduanya (hidung dan dahi) ini di antara dua telapak tangannya sedikit ke depan, merenggangkan dua pahanya di mana tidak satupun dari keduanya menopang perutnya, memiringkan dua tangannya dari dua sisinya, mengangkat kedua sikunya dan dua hastanya dari tanah, dan mengangkat pantatnya, sehingga dia dalam keadaan seperti ini bisa disebut seorang yang mukhawiyan (menjauhkan perutnya dari tanah, dan menjauhkan dua lengan atasnya dari dua sisinya). Artinya, antara dua tangannya dan dua kakinya ada ruang kosong, dan membiarkan pakaiannya jatuh ke atas tempat sujudnya, sebagaimana dia membiarkan rambutnya jika terurai untuk jatuh ke atas tempat sujudnya, dan tidak menahan keduanya dalam sujud.

Sebelumnya telah kami sebutkan hadits Bukhari Muslim dari jalur Ibnu Abbas ra.: .”..dan tidak boleh menahan kain dan juga baju…” Inilah tata cara yang bisa dilakukan dalam sujud.

Seseorang harus berhati-hati agar tidak meratakan atau menempelkan dua hastanya di atas tanah, karena hal ini dilarang menurut syariat. Begitu juga tidak membebankan perutnya ke atas dua pahanya, agar kita bisa mengikuti Rasulullah Saw. dengan benar. Menjauhkan kedua telapak tangannya dari sisi tubuhnya dan mengangkat perutnya dari tanah dalam sujudnya tersebut. Tidak sujud di atas dahinya saja tanpa hidungnya, dan jangan menyalahi tata cara sujud yang telah disebutkan sebelumnya. Kami sebutkan sejumlah hadits terkait beberapa hal yang kami sebutkan diatas:

a. Dari al-Barra ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika engkau bersujud maka letakkanlah dua telapak tanganmu dan angkatlah dua sikumu.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:

“Jika engkau bersujud maka letakkanlah dua telapak tanganmu dan angkatlah dua sikumu dan tegakkanlah.”

b. Dari Abdullah bin Malik bin Buhainah ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. jika shalat merenggangkan di antara dua tangannya hingga nampaklah dua ketiaknya yang putih.” (HR. Muslim dan Bukhari)

Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Adalah Nabi Saw. jika bersujud beliau merenggangkan dua tangannya hingga nampaklah putih dua ketiaknya.”

c. Dari Alqamah bin Wail dari ayahnya ra.:

“Bahwa Nabi Saw. jika ruku’ merenggangkan jari-jarinya, dan jika bersujud beliau menghimpunkan jari-jarinya.” (HR. Ibnu Hibban dan al-Thabrani)

Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“(Bahwa Nabi Saw.) jika bersujud beliau menghimpunkan jari-jarinya.”

Keduanya tidak menyebutkan ruku'.

d. Dari Abu Humaid ra. -dan menyebutkan sifat shalat Rasulullah Saw.- ia berkata:

“Dan jika bersujud beliau merenggangkan dua pahanya tanpa membebankan perutnya pada bagian manapun dari dua pahanya.” (HR. Abu Dawud)

e. Dari Abu Humaid ra. ia berkata:

“Aku adalah orang yang paling hafal tentang shalat-shalat Rasulullah Saw. di antara kalian. Aku melihatnya jika bertakbir menjadikan dua tangannya setentang dengan dua bahunya, dan jika ruku' menempatkan dua tangannya pada dua lututnya kemudian menjuntaikan punggungnya. Dan jika mengangkat kepalanya, beliau tegak hingga seluruh tulang punggung kembali ke tempatnya. Dan jika bersujud beliau Saw. menempatkan kedua tangannya tanpa menghamparkannya (tidak membiarkannya rapat dengan tanah), dan beliau menghadapkan ujung-ujung jari kedua kakinya ke kiblat. Dan jika beliau duduk dalam dua rakaat, beliau duduk di atas telapak kakinya yang sebelah kiri dan menegakkan yang sebelah kanan. Dan jika duduk dalam rakaat terakhir, beliau Saw. memajukan telapak kaki kirinya dan menegakkan telapak kaki kanannya, dan beliau duduk di atas pantatnya.” (HR. Bukhari)

f. Dari Syu’bah ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Ibnu Abbas ra., ia berkata:

“Sesungguhnya pelayanmu jika bersujud meletakkan dahinya, dua tangannya, dan dadanya ke tanah. Maka Ibnu Abbas bertanya kepadanya: “Apa yang mendorongmu melakukan hal seperti itu?” Dia berkata: “Merendahkan diri.” Ia berkata: “Begitulah duduk berbaringnya anjing, aku melihat Nabi Saw. jika bersujud terlihat putih dua ketiaknya.” (HR. Ahmad)

g. Dari Wail bin Hujr ra. ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. bersujud, pada hidungnya bersama dengan dahinya.” (HR. Ahmad)

h. Dari Wail bin Hujr ra.:

“Bahwa dia melihat Nabi Saw. bersujud di antara dua telapak tangannya -dan dalam satu riwayat- dan dua tangannya, keduanya dekat dengan dua telinganya.” (HR. Ahmad dan Muslim)

i. Dari Abu Said al-Khudri ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. terlihat pada dahinya dan pucuk hidungnya (terdapat) bekas tanah dari shalat yang dilakukannya ketika mengimami orang-orang.” (HR. Abu Dawud)

j. Dari al-Barra ra. bahwa dia mencontohkan cara sujud:

“Lalu dia merenggangkan dua telapak tangannya dan mengangkat pantatnya dan menjauhkan perutnya dari tanah, dan ia berkata: Beginilah Nabi Saw. bersujud.” (HR. Ahmad)

k. Dari al-Barra ra. ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika beliau shalat membuka kedua lengan ketika bersujud, menjauhkan keduanya dari sisi tubuhnya, dan menjauhkan perutnya dari tanah.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

l. Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:

“Aku memperhatikan shalat Rasulullah Saw., maka aku melihatnya dalam keadaan mukhawiyan, dan aku melihat putihnya dua ketiak beliau Saw.” (HR. Ahmad)

Mukhawwiyan artinya menjauhkan perutnya dari tanah, dan menjauhkan dua lengan atasnya dari dua sisinya.

m. Dari Amr bin al-Harits ra.:

“Adalah Rasulullah Saw. jika bersujud beliau Saw. mengembangkan tangannya seperti sayap pada sujudnya hingga terlihat putih dua ketiaknya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

n. Dari Maimunah ra.:

“Bahwa Nabi Saw. jika bersujud menjauhkan dua tangannya, seandainya seekor kambing ingin lewat di antara keduanya niscaya bisa melewatinya.” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Khuzaimah meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang sedikit berbeda. Dan dalam riwayat Muslim dari jalur Maimunah istri Nabi Saw., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika bersujud beliau menjauhkan kedua tangannya, yakni dengan merentangkannya seperti sayap hingga nampak putih dua ketiak beliau dari belakangnya. Dan jika duduk, beliau duduk thuma'ninah di atas pahanya yang sebelah kiri.”

o. Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Janganlah kalian menghamparkan dua hasta kalian jika kalian shalat, seperti hewan buas duduk meratakan hastanya. Dan bertopanglah pada dua tangan kalian, jauhkan dari bagian bawah dua ketiak kalian, sehingga jika engkau melakukan hal itu, seluruh anggota tubuh kalian akan bersujud.” (HR. Ibnu Hibban)

p. Jabir ra. meriwayatkan: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian bersujud maka tegaklah, janganlah dia meratakan dua hastanya seperti binatang buas.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Tirmidzi dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dengan redaksi “seperti anjing”

q. Dari Anas bin Malik ra. dari Nabi Saw., ia berkata:

“Tegaklah dalam bersujud, dan janganlah salah seorang dari kalian meratakan dua tangannya seperti anjing.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Dawud dan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Tegaklah dalam bersujud, janganlah salah seorang dari kalian menghamparkan dua tangannya seperti anjing.”

Inilah bentuk sujud. Di antaranya adalah: seorang Muslim harus menjauhkan dua tangannya dari sampingnya, mengangkat dua siku dan dua hastanya dari tanah, tetapi jika dia bersujud dengan sujud yang lama lalu hal itu berat baginya dan dia ditimpa kesulitan, maka baginya ada keringanan meletakkan dua sikunya di atas dua lututnya. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Para sahabat Nabi Saw. mengadu kepadanya tentang sulitnya sujud bagi mereka jika mereka merasa lelah. Beliau berkata: Bertopanglah dengan lutut-lutut kalian.” (HR. Ahmad)

Ibnu Hibban, Tirmidzi, dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang berbeda.

Thuma'ninah dalam sujud adalah satu kewajiban yang harus dilakukan, minimal dengan diamnya gerakan orang yang sujud tersebut ketika dia bersujud. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra. -dan dia menyebutkan hadits tentang orang yang buruk shalatnya, dan di dalamnya ada ungkapan- bahwa Rasulullah Saw. berkata pada orang yang buruk shalatnya itu:

”...Kemudian bersujudlah, hingga engkau thuma'ninah dalam bersujud...” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan Rifa'ah dalam satu hadits yang panjang, bahwa Nabi Saw. berkata kepada seorang laki-laki yang sedang shalat, dan Nabi Saw. memerintahkannya untuk mengulang shalatnya:

“Kemudian jika engkau bersujud maka tetapkanlah wajahmu dan dua tanganmu hingga thuma'ninah seluruh tulangmu ke tempatnya.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Mengenai ukuran pertengahan thuma'ninah dalam sujud adalah waktu yang cukup untuk mengucapkan dzikir ma'tsur dalam sujud, dan kami akan menyebutkannya di depan. Ini mirip dengan kadar thuma'ninah dalam ruku', atau kadar thuma'ninah dalam berdiri setelah ruku', atau kadar thuma'ninah dalam duduk di antara dua sujud. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan, bahwa al-Barra ra. berkata:

“Adalah ruku' dan sujud Nabi Saw., jika beliau mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' dan di antara dua sujudnya dilakukan dengan lama waktu yang hampir sama.” (HR. Bukhari)

Muslim dan Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang tidak jauh berbeda. Sebelumnya telah kami sebutkan dalam pembahasan “bangkit dari ruku' dan dzikir di dalamnya", berdasarkan hadits yang diriwayatkan Tsabit dari Anas ra., bahwa ia berkata:

“Sesungguhnya aku berusaha untuk shalat mengimami kalian sebagaimana aku melihat Nabi Saw. shalat mengimami kami. Tsabit berkata: Anas melakukan sesuatu yang belum pernah aku lihat kalian melakukannya sebelumnya. Jika mengangkat kepalanya dari ruku' maka beliau berdiri sampai ada yang berkata dia telah lupa, dan di antara dua sujud sampai ada yang berkata dia telah lupa.” (HR. Bukhari)

Muslim meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang hampir sama.

Sujud adalah wajib, dan salah satu rukun di mana shalat tidak sah tanpa sujud. Barangsiapa shalat tetapi tidak bersujud dengan sujud yang telah dikenal maka tidak ada shalat baginya. Allah Swt. telah menyeru manusia untuk shalat. Allah Swt. berfirman:

“Hai orangorang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (TQS. al-Hajj [22]: 77)

Sebelumnya telah kami sebutkan dalam pembahasan “ruku’: bentuknya dan dzikir di dalamnya”, dan kami nyatakan di sana: “Allah Swt. tidak memilih ruku' dan sujud dari berbagai perbuatan shalat tidak lain untuk menunjukkan bahwa keduanya adalah dua rukun dari rukun-rukun shalat, di mana tidak ada shalat tanpa keduanya.” Zaid bin Wahab berkata:

“Hudzaifah melihat seorang laki-laki yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujud. Ia berkata. “Engkau tidak shalat, kalaupun engkau mati, maka engkau mati tidak dalam fitrah yang ditetapkan Allah Swt. pada diri Muhammad Saw.” (Riwayat Bukhari)

Ahmad meriwayatkan dengan redaksi kalimat yang berbeda. Dan sebelumnya telah kami sebutkan dalam pembahasan “ruku’: bentuknya dan dzikir di dalamnya.”

Disunahkan untuk meletakkan dua lutut di atas tanah sebelum dua tangan ketika meluruh untuk bersujud, dan mengangkat kedua tangan sebelum dua lutut ketika bangkit untuk berdiri. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan bahwa Wail bin Hujr ra. berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. jika bersujud beliau Saw. meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya, dan jika bangkit beliau Saw. mengangkat kedua tangannya sebelum dua lututnya.” (HR. Tirmidzi)

Ibnu Hibban dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits yang hampir sama. Abu Dawud meriwayatkan dari Wail ra.:

“Bahwa Nabi Saw. -lalu dia menyebutkan hadits tentang shalat- setelah itu ia berkata: Ketika beliau bersujud, dua lututnya diletakkan ke tanah sebelum dua tangannya diletakkan.”

Abu Hurairah ra. meriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian bersujud maka mulailah dengan dua lututnya sebelum dua tangannya, dan janganlah kalian menderum seperti unta menderum.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan at-Thahawi)

Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk memulai dengan dua lutut sebelum dua tangan, dan di dalamnya juga ada perintah untuk menyelisihi cara unta berderum.

Ada juga hadits yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai dari jalur Abu Hurairah ra., yang berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian bersujud maka janganlah dia menderum seperti unta menderum, dan hendaklah dia meletakkannya dua tangannya kemudian dua lututnya.”

Yaitu dengan mendahulukan dua tangannya. Maka jawaban atas hal ini adalah bahwa hadits ini dengan redaksi kalimat seperti itu menunjukkan bahwa bagian awalnya telah menyalahi bagian akhirnya, di mana bagian awalnya memerintahkan kita untuk menyelisihi cara unta menderum, tetapi pada bagian akhirnya malah memerintahkan untuk meletakkan dua tangan sebelum dua lutut. Suatu hal yang bertentangan. Ini karena unta itu ketika menderum akan memulai dengan dua tangan (kaki depan)nya, kemudian menderum dengan dua kakinya. Perkara ini sangat jelas dan diketahui. Lalu bagaimana bisa dalam hadits ini kita diperintah untuk memulai dengan dua tangan, kemudian kita diperintah menyelisihi unta? Hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan at-Thahawi juga memerintahkan untuk menyelisihi cara unta menderum, tetapi hadits ini memerintahkan untuk memulai dengan dua lutut. Jadi, dua hadits ini sama-sama memerintahkan menyelisihi cara untuk menderum, tetapi keduanya berbeda dalam urutan mana yang didahulukan antara dua tangan dan dua lutut. Fakta yang bisa diindera dan dipahami dari cara unta menderum menunjukkan kebenaran apa yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abi Syaibah dan at-Thahawi, dan kesalahan apa yang disebutkan dalam hadits Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai. Ini yang pertama.

Yang kedua, bahwa an-Nasai dan Abu Dawud meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Salah seorang dari kalian jatuh bersujud dalam shalatnya, lalu dia menderum sebagaimana unta menderum.”

Hadits ini tidak menyebutkan dua tangan dan dua lutut. Karena itu, saya bertanya-tanya: apakah hadits ini berbeda dengan hadits yang sebelumnya, ataukah keduanya itu hadits yang sama? Mengapa dua tangan dan dua lutut tidak disebutkan dalam riwayat ini? Yang pasti dari ketiga hadits ini adalah perintah untuk menyelisihi cara unta menderum. Mengenai urutan dua tangan dan dua lutut, maka ketiga hadits ini berbeda, dan yang diamalkan adalah yang baku, yaitu perintah untuk menyelisihi cara unta menderum. Unta menderum dengan memulai dua tangan (kaki depan)nya, maka berarti seorang Muslim diperintahkan untuk memulai dengan dua lututnya, agar perbedaan itu bisa diwujudkan. Hal ini sesuai dengan hadits Wail bin Hujr sebelumnya, dan inilah yang diamalkan, kemudian tinggalkanlah yang menyalahinya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan dalam kitabnya Zaadul Ma'ad: sesungguhnya hadits Abu Hurairah ini pada sebagian perawinya ada yang terbalik dalam matannya, dan yang orisinil adalah: hendaklah dia meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya. Dan inilah pendapat yang benar dan layak.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam