Khutbah
Jum'at
Khutbah Jum’at itu
hukumnya fardhu, baik dalam hal penyampaiannya, memperdengarkannya ataupun
mendengarkannya.
Khutbah Jum'at masuk
dalam pengertian “mengingat Allah”, seperti yang disebut dalam firman Allah
Swt.:
“Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.” (TQS. al-Jumu’ah [62]: 9)
Khutbah Jum’at terdiri
dari dua bagian, di mana di antara keduanya dipisahkan dengan duduk sejenak.
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata:
“Adalah Nabi Saw.
berkhutbah dengan dua khutbah, dan duduk di antara keduanya.” (HR. Bukhari,
Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan Tirmidzi)
Dari Ibnu Umar ra. ia
berkata:
“Adalah Nabi Saw.
berkhutbah dengan cara berdiri, kemudian duduk, lalu berdiri sebagaimana yang
kalian lakukan sekarang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ahmad dan Thabrani
meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu Abbas. Dan Muslim meriwayatkan hadits
serupa dari Jabir dari Samurrah.
Khutbah disunahkan
mengandung beberapa hal berikut:
1) Menyebutkan dua kalimat
syahadat. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Seluruh khutbah yang
tidak disebutkan syahadat di dalamnya maka khutbah tersebut seperti tangan yang
dipotong.” (HR. Ibnu Hibban dan Ahmad)
Al-Jadzma artinya: pendek karena dipotong.
2) Membaca ayat al-Qur'an.
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Samurah ra., ia
berkata:
“Nabi Saw. melakukan
dua khutbah, beliau duduk di antara keduanya, dan membaca al-Qur’an serta
memberi peringatan kepada manusia.” (HR. Muslim)
Dari Ummu Hisyam binti
Haritsah bin al-Nu’man ra., ia berkata:
”...Aku tidak
mengambil qaf wal qur'anil majid (surat
qaf) kecuali dari lisan Rasulullah Saw., beliau suka membacanya pada setiap
hari Jum’at di atas mimbar ketika berkhutbah di hadapan manusia.” (HR. Muslim,
Ahmad, an-Nasai dan Abu Dawud)
3) Berdiri ketika khutbah,
dan tidak apa-apa dengan bertopang pada qus
atau tongkat. Ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Jabir bin Abdillah
ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
berkhutbah dalam keadaan berdiri pada hari Jum’at…” (HR. Muslim)
Dari Jabir bin
Abdillah ra., ia berkata:
“Aku tidak melihat
Rasulullah Saw. berkhutbah pada hari Jum’at melainkan dalam keadaan berdiri.
Maka barangsiapa yang bercerita kepadamu bahwa beliau Saw. berkhutbah dalam
keadaan duduk, dustakanlah ia, karena beliau Saw. tidak melakukan hal itu. Nabi
Saw. berkhutbah, kemudian duduk, lalu berdiri dan berkhutbah lagi. Beliau Saw.
berkhutbah dua kali, dan duduk di antara keduanya pada hari Jum’at.” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud)
Dari Abu Said ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
berkhutbah dalam keadaan berdiri di atas dua kakinya.” (HR. Ahmad)
4) Menyampaikannya dengan suara
yang keras dan dalam nada marah. Ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. jika berkhutbah memerah kedua matanya dan keras suaranya serta sangat
marah, hingga beliau seolah-olah menjadi seorang yang memberi peringatan pada
para tentara. Beliau berkata: “Musuh kalian akan mengepung kalian besok pagi
dan sore.” Dan beliau berkata: “Diutusnya aku dan Hari Kiamat itu seperti dua
benda ini.” Beliau menyatukan telunjuk dan jari tengahnya...” (HR. Muslim)
5) Hendaknya khutbah tersebut
pendek dan ringkas, di mana hal itu menunjukkan kefakihan imam yang
berkhutbah. Ini berdasarkan hadits dari Ammar bin Yasir ra., ia berkata: aku
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya
panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang menjadi tanda kefakihannya,
maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah, karena dalam sebagian
kefasihan kata-kata itu terkandung sihir.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Sabda beliau: mainnah itu artinya tanda atau petunjuk. Dan
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Samurrah ra., ia berkata:
“Aku shalat bersama
Rasulullah Saw., dan shalatnya beliau bersifat sederhana (tidak panjang dan
tidak juga pendek), dan khutbahnya juga tidak panjang dan tidak pendek.” (HR.
Muslim, an-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Darimi)
6) Khutbah dimulai dengan pujian
dan sanjungan kepada Allah Swt. Dari Jabir ra., ia berkata:
“Rasulullah Saw.
berkhutbah di hadapan kami, beliau memuji dan menyanjung Allah Swt karena
Dia-lah yang berhak dipuji. Kemudian beliau berkata: “Amma ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah
Kitabullah, dan petunjuk paling utama adalah petunjuk Muhammad, dan perkara
yang paling buruk adalah perkara baru (bid'ah) dan seluruh bid'ah itu sesat.”
Setelah itu beliau mengeraskan suaranya dan memerah kedua pipinya, dan
(khutbah) beliau bernada sangat marah jika menyebutkan tentang kiamat,
seolah-olah beliau (adalah) seseorang yang memberi peringatan kepada para
tentaranya. Ia berkata: kemudian beliau Saw. bersabda: “Hari Kiamat akan
mendatangi kalian.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
7) Jika khatib berdoa maka dia
hanya mengangkat jari telunjuknya saja, dia tidak mengangkat seluruh
tangannya sebagaimana yang dilakukan oleh para khatib di zaman kita sekarang
ini. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Hushain bin Abdirrahman
as-Sulami, ia berkata:
“Aku melihat
Rasulullah Saw. sedang berkhutbah, ketika beliau berdoa beliau mengucapkan
begini-begini, seraya mengangkat satu telunjuknya.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi dan an-Nasai)
Dan berdasarkan hadits
dari Umarah bin Ruwaibah ra., ia berkata:
“Bisyr bin Marwan
berkhutbah dan dia mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, maka Imarah
berkata: ”Allah memburukkan kedua tangannya itu. Aku melihat Rasulullah Saw. di
atas mimbar, beliau tidak mengucapkan doa kecuali seperti ini.” Sambil
mengisyaratkan dengan jarinya.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Muslim, Ahmad, Abu Dawud
dan an-Nasai)
Berikut ini adalah
contoh pembukaan khutbah:
“Sesungguhnya segala
puji adalah milik Allah, kami memohon pertolongan, meminta ampunan, petunjuk
dan bantuan hanya kepada-Nya, dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan
jiwa-jiwa kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang
diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan
barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa
tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya.
Barangsiapa yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia memperoleh petunjuk, dan
barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah
sesat.
Wahai orang-orang yang
beriman bertakwalah kalian kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan
janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
darinya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang baik, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian dan mengampuni
dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya
dia telah memperoleh kemenangan yang besar. Amma
ba’du...”
Anda sekalian bisa
mendapati bagian-bagian pembukaan yang tersebar dalam hadits yang diriwayatkan
Syafi'i dalam Musnadnya dari jalur Ibnu
Abbas. Juga dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dari jalur Ibnu Mas'ud,
dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh selain keduanya.
Jika imam sedang
berkhutbah maka orang-orang harus diam, haram bagi mereka untuk berbicara,
kecuali jika dia berbicara kepada imam maka tidak apa-apa. Perkataan yang
diucapkan ketika ada khutbah adalah suatu kesalahan, dan perkataan yang salah
ini menjadikan pelakunya haram memperoleh pahala Jum’at, karena siapa yang
berbicara dia telah mengatakan sesuatu yang salah, dan siapa yang mengatakan
sesuatu yang salah maka tidak ada pahala Jum’at baginya, dan shalatnya ini
dipandang sebagai shalat dhuhur saja.
Tidak apa-apa jika
bershalawat kepada Rasulullah Saw. selama ada khutbah. Apabila salah seorang
dari kalian bersalam pada orang yang di sampingnya, maka hendaklah orang yang
lain itu menjawab salam dalam hatinya tanpa perlu mengeluarkan suara. Sikap
diam ini disyariatkan bagi orang yang mengikuti khutbah: baik yang dekat
ataupun yang jauh. Abu Hurairah ra. telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw.
bersabda:
“Jika kamu berkata
pada temanmu pada hari Jum'at: “Diamlah”, padahal imam sedang berkhutbah, maka
engkau telah mengatakan sesuatu yang salah.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu
Dawud dan an-Nasai)
Dari Abdullah bin Umar
ra. dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. bersabda:
“…Barangsiapa yang
mengatakan sesuatu yang batil dan melangkahi pundak orang-orang maka baginya
pahala dhuhur saja.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ini telah
disebutkan secara keseluruhan dalam bagian 2 pembahasan “sunat-sunat
Jum'at.”
Dari Ali ra. ia
berkata:
”...Dan barangsiapa
yang berkata pada hari Jum'at kepada temannya: “Diam”, maka sungguh dia telah
mengatakan sesuatu yang batil, dan barangsiapa yang berkata batil maka tidak
ada sesuatupun baginya dari pahala Jum'at. Kemudian dia (perawi) berkata pada akhir
perkataannya: aku mendengar Rasulullah Saw. mengatakan hal itu.” (HR. Abu
Dawud)
Dari Anas ra., ia
berkata:
“Ketika Nabi Saw.
berkhutbah pada hari Jum'at, tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan berkata:
“Wahai Rasulullah, kuda-kuda telah binasa dan kambing-kambing telah mati, maka
berdoalah kepada Allah agar Dia menurunkan air hujan untuk kami.” Maka beliau Saw.
menadahkan tangannya dan berdoa.” (HR. Bukhari)
Adapun imam, jika dia
memiliki keperluan dan dia sedang berkhutbah maka boleh baginya untuk memotong
khutbahnya. Dia boleh turun dari mimbar untuk menunaikan keperluannya, kemudian
setelah selesai hajatnya dia kembali untuk menyelesaikan khutbahnya. Dari Abu
Rifa’ah ra., ia berkata:
“Aku mendekati
Rasulullah Saw. sedangkan beliau sedang berkhutbah, lalu aku berkata: “Wahai
Rasulullah, seorang laki-laki asing telah datang hendak bertanya tentang
agamanya di mana dia tidak tahu apakah agamanya itu.” Lalu beliau Saw. berkata:
“Menghadaplah kepadaku.” Kemudian dibawalah kursi kepadanya dan beliau duduk di
atasnya. Beliau mengajariku apa-apa yang diajarkan Allah kepadanya. Lalu dia
(perawi) berkata: Kemudian beliau meneruskan khutbahnya dan menyelesaikan
bagian akhirnya.” (HR. Ahmad, Muslim dan al-Baihaqi)
Dari Buraidah
al-Aslami ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. sedang berkhutbah di hadapan kami, lalu datang Hasan dan Husain, keduanya
mengenakan gamis berwarna merah dan keduanya berjalan lalu kemudian jatuh
tergelincir. Rasulullah Saw. turun dari mimbar, kemudian membawa dan meletakkan
keduanya di hadapannya seraya berkata: “Maha benar Allah dan Rasul-Nya,
sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian itu menjadi ujian. Aku
melihat dua anak kecil ini yang sedang berjalan lalu jatuh tergelincir, maka
aku tidar sabar hingga aku harus memotong pembicaraanku untuk mengangkat
keduanya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan al-Baihaqi)
Sumber: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar