Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 27 Juli 2017

Dalil Khutbah Jum’at



Khutbah Jum'at

Khutbah Jum’at itu hukumnya fardhu, baik dalam hal penyampaiannya, memperdengarkannya ataupun mendengarkannya.

Khutbah Jum'at masuk dalam pengertian “mengingat Allah”, seperti yang disebut dalam firman Allah Swt.:

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (TQS. al-Jumu’ah [62]: 9)

Khutbah Jum’at terdiri dari dua bagian, di mana di antara keduanya dipisahkan dengan duduk sejenak. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata:

“Adalah Nabi Saw. berkhutbah dengan dua khutbah, dan duduk di antara keduanya.” (HR. Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan Tirmidzi)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata:

“Adalah Nabi Saw. berkhutbah dengan cara berdiri, kemudian duduk, lalu berdiri sebagaimana yang kalian lakukan sekarang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ahmad dan Thabrani meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu Abbas. Dan Muslim meriwayatkan hadits serupa dari Jabir dari Samurrah.

Khutbah disunahkan mengandung beberapa hal berikut:

1) Menyebutkan dua kalimat syahadat. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Seluruh khutbah yang tidak disebutkan syahadat di dalamnya maka khutbah tersebut seperti tangan yang dipotong.” (HR. Ibnu Hibban dan Ahmad)

Al-Jadzma artinya: pendek karena dipotong.

2) Membaca ayat al-Qur'an. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Samurah ra., ia berkata:

“Nabi Saw. melakukan dua khutbah, beliau duduk di antara keduanya, dan membaca al-Qur’an serta memberi peringatan kepada manusia.” (HR. Muslim)

Dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin al-Nu’man ra., ia berkata:

”...Aku tidak mengambil qaf wal qur'anil majid (surat qaf) kecuali dari lisan Rasulullah Saw., beliau suka membacanya pada setiap hari Jum’at di atas mimbar ketika berkhutbah di hadapan manusia.” (HR. Muslim, Ahmad, an-Nasai dan Abu Dawud)

3) Berdiri ketika khutbah, dan tidak apa-apa dengan bertopang pada qus atau tongkat. Ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Jabir bin Abdillah ra.:

“Bahwa Nabi Saw. berkhutbah dalam keadaan berdiri pada hari Jum’at…” (HR. Muslim)

Dari Jabir bin Abdillah ra., ia berkata:

“Aku tidak melihat Rasulullah Saw. berkhutbah pada hari Jum’at melainkan dalam keadaan berdiri. Maka barangsiapa yang bercerita kepadamu bahwa beliau Saw. berkhutbah dalam keadaan duduk, dustakanlah ia, karena beliau Saw. tidak melakukan hal itu. Nabi Saw. berkhutbah, kemudian duduk, lalu berdiri dan berkhutbah lagi. Beliau Saw. berkhutbah dua kali, dan duduk di antara keduanya pada hari Jum’at.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dari Abu Said ra.:

“Bahwa Nabi Saw. berkhutbah dalam keadaan berdiri di atas dua kakinya.” (HR. Ahmad)

4) Menyampaikannya dengan suara yang keras dan dalam nada marah. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika berkhutbah memerah kedua matanya dan keras suaranya serta sangat marah, hingga beliau seolah-olah menjadi seorang yang memberi peringatan pada para tentara. Beliau berkata: “Musuh kalian akan mengepung kalian besok pagi dan sore.” Dan beliau berkata: “Diutusnya aku dan Hari Kiamat itu seperti dua benda ini.” Beliau menyatukan telunjuk dan jari tengahnya...” (HR. Muslim)

5) Hendaknya khutbah tersebut pendek dan ringkas, di mana hal itu menunjukkan kefakihan imam yang berkhutbah. Ini berdasarkan hadits dari Ammar bin Yasir ra., ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang menjadi tanda kefakihannya, maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah, karena dalam sebagian kefasihan kata-kata itu terkandung sihir.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Sabda beliau: mainnah itu artinya tanda atau petunjuk. Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Samurrah ra., ia berkata:

“Aku shalat bersama Rasulullah Saw., dan shalatnya beliau bersifat sederhana (tidak panjang dan tidak juga pendek), dan khutbahnya juga tidak panjang dan tidak pendek.” (HR. Muslim, an-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Darimi)

6) Khutbah dimulai dengan pujian dan sanjungan kepada Allah Swt. Dari Jabir ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. berkhutbah di hadapan kami, beliau memuji dan menyanjung Allah Swt karena Dia-lah yang berhak dipuji. Kemudian beliau berkata: “Amma ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah, dan petunjuk paling utama adalah petunjuk Muhammad, dan perkara yang paling buruk adalah perkara baru (bid'ah) dan seluruh bid'ah itu sesat.” Setelah itu beliau mengeraskan suaranya dan memerah kedua pipinya, dan (khutbah) beliau bernada sangat marah jika menyebutkan tentang kiamat, seolah-olah beliau (adalah) seseorang yang memberi peringatan kepada para tentaranya. Ia berkata: kemudian beliau Saw. bersabda: “Hari Kiamat akan mendatangi kalian.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

7) Jika khatib berdoa maka dia hanya mengangkat jari telunjuknya saja, dia tidak mengangkat seluruh tangannya sebagaimana yang dilakukan oleh para khatib di zaman kita sekarang ini. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Hushain bin Abdirrahman as-Sulami, ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. sedang berkhutbah, ketika beliau berdoa beliau mengucapkan begini-begini, seraya mengangkat satu telunjuknya.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan an-Nasai)

Dan berdasarkan hadits dari Umarah bin Ruwaibah ra., ia berkata:

“Bisyr bin Marwan berkhutbah dan dia mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, maka Imarah berkata: ”Allah memburukkan kedua tangannya itu. Aku melihat Rasulullah Saw. di atas mimbar, beliau tidak mengucapkan doa kecuali seperti ini.” Sambil mengisyaratkan dengan jarinya.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai)

Berikut ini adalah contoh pembukaan khutbah:
“Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah, kami memohon pertolongan, meminta ampunan, petunjuk dan bantuan hanya kepada-Nya, dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia memperoleh petunjuk, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat.
Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah memperoleh kemenangan yang besar. Amma ba’du...”

Anda sekalian bisa mendapati bagian-bagian pembukaan yang tersebar dalam hadits yang diriwayatkan Syafi'i dalam Musnadnya dari jalur Ibnu Abbas. Juga dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dari jalur Ibnu Mas'ud, dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh selain keduanya.

Jika imam sedang berkhutbah maka orang-orang harus diam, haram bagi mereka untuk berbicara, kecuali jika dia berbicara kepada imam maka tidak apa-apa. Perkataan yang diucapkan ketika ada khutbah adalah suatu kesalahan, dan perkataan yang salah ini menjadikan pelakunya haram memperoleh pahala Jum’at, karena siapa yang berbicara dia telah mengatakan sesuatu yang salah, dan siapa yang mengatakan sesuatu yang salah maka tidak ada pahala Jum’at baginya, dan shalatnya ini dipandang sebagai shalat dhuhur saja.

Tidak apa-apa jika bershalawat kepada Rasulullah Saw. selama ada khutbah. Apabila salah seorang dari kalian bersalam pada orang yang di sampingnya, maka hendaklah orang yang lain itu menjawab salam dalam hatinya tanpa perlu mengeluarkan suara. Sikap diam ini disyariatkan bagi orang yang mengikuti khutbah: baik yang dekat ataupun yang jauh. Abu Hurairah ra. telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika kamu berkata pada temanmu pada hari Jum'at: “Diamlah”, padahal imam sedang berkhutbah, maka engkau telah mengatakan sesuatu yang salah.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai)

Dari Abdullah bin Umar ra. dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. bersabda:

“…Barangsiapa yang mengatakan sesuatu yang batil dan melangkahi pundak orang-orang maka baginya pahala dhuhur saja.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini telah disebutkan secara keseluruhan dalam bagian 2 pembahasan “sunat-sunat Jum'at.”

Dari Ali ra. ia berkata:

”...Dan barangsiapa yang berkata pada hari Jum'at kepada temannya: “Diam”, maka sungguh dia telah mengatakan sesuatu yang batil, dan barangsiapa yang berkata batil maka tidak ada sesuatupun baginya dari pahala Jum'at. Kemudian dia (perawi) berkata pada akhir perkataannya: aku mendengar Rasulullah Saw. mengatakan hal itu.” (HR. Abu Dawud)

Dari Anas ra., ia berkata:

“Ketika Nabi Saw. berkhutbah pada hari Jum'at, tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah, kuda-kuda telah binasa dan kambing-kambing telah mati, maka berdoalah kepada Allah agar Dia menurunkan air hujan untuk kami.” Maka beliau Saw. menadahkan tangannya dan berdoa.” (HR. Bukhari)

Adapun imam, jika dia memiliki keperluan dan dia sedang berkhutbah maka boleh baginya untuk memotong khutbahnya. Dia boleh turun dari mimbar untuk menunaikan keperluannya, kemudian setelah selesai hajatnya dia kembali untuk menyelesaikan khutbahnya. Dari Abu Rifa’ah ra., ia berkata:

“Aku mendekati Rasulullah Saw. sedangkan beliau sedang berkhutbah, lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, seorang laki-laki asing telah datang hendak bertanya tentang agamanya di mana dia tidak tahu apakah agamanya itu.” Lalu beliau Saw. berkata: “Menghadaplah kepadaku.” Kemudian dibawalah kursi kepadanya dan beliau duduk di atasnya. Beliau mengajariku apa-apa yang diajarkan Allah kepadanya. Lalu dia (perawi) berkata: Kemudian beliau meneruskan khutbahnya dan menyelesaikan bagian akhirnya.” (HR. Ahmad, Muslim dan al-Baihaqi)

Dari Buraidah al-Aslami ra., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. sedang berkhutbah di hadapan kami, lalu datang Hasan dan Husain, keduanya mengenakan gamis berwarna merah dan keduanya berjalan lalu kemudian jatuh tergelincir. Rasulullah Saw. turun dari mimbar, kemudian membawa dan meletakkan keduanya di hadapannya seraya berkata: “Maha benar Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian itu menjadi ujian. Aku melihat dua anak kecil ini yang sedang berjalan lalu jatuh tergelincir, maka aku tidar sabar hingga aku harus memotong pembicaraanku untuk mengangkat keduanya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan al-Baihaqi)

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam