Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 27 Juli 2017

Dalil Keutamaan Hari Jum’at



Keutamaan Hari Jum’at

Hari Jumat adalah hari yang paling mulia. Hari Jum’at lebih mulia daripada hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha. Hadits-hadits menerangkan keutamaan hari Jum’at atas hari-hari yang lain. Pada hari Jum'at, Allah Swt. menciptakan Adam as., dan pada hari itu juga Allah memasukkan Adam ke Surga, pada hari itu Allah mengeluarkan Adam dari Surga, serta mewafatkannya. Pada hari Jum'at itu ada waktu di mana doa diijabah, dan pada hari Jum'at pula Hari Kiamat akan terjadi.

Pada hari ini disunahkan untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Saw., karena shalat kepadanya akan disodorkan kepada beliau Saw. pada hari ini, sehingga beliau Saw. akan bergembira, dan Nabi Saw. akan mendengar shalawat tersebut ketika disodorkan kepadanya. Dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Hari yang terbaik di saat matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan ke dalam Surga, dikeluarkan dari Surga, dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)

Dari Abu Lubabah al-Badri dari Abdul Mundzir ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Rajanya hari adalah hari Jum'at dan menjadi hari paling agung di sisi Allah Swt. Hari Jum'at itu lebih agung di sisi Allah dibandingkan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dan pada hari Jum'at itu ada lima karakter unik: Allah menciptakan Adam pada hari Jum'at, Allah menurunkan Adam ke bumi pada hari Jum'at, Allah mewafatkan Adam pada hari Jum'at, dan pada hari Jum'at ada waktu di mana tidaklah seorang hamba meminta sesuatu pada saat itu kecuali Allah Swt. akan memberikan apa yang dimintanya selama bukan sesuatu yang haram, dan pada hari Jum'at pula akan terjadi Hari Kiamat. Tidaklah malaikat muqarrabin, langit, bumi, angin, gunung, dan lautan kecuali semua itu merasa takut dari hari Jum'at.” (HR. Ahmad)

Ibnu Majah, al-Bazzar, dan Thabrani meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang sedikit berbeda.

Mengenai waktu diijabahnya doa pada hari Jum'at, itu terletak antara shalat ashar dan terbenamnya matahari -menurut pendapat yang paling shahih-. Jadi, sebaiknya kaum Muslim bersungguh-sungguh berdoa pada saat tersebut, dan merasa yakin akan diijabahnya doa tersebut oleh Allah Swt. Dari Abu Hurairah ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. menyebutkan hari Jum'at seraya berkata: “Pada hari itu ada satu saat di mana tidaklah seorang hamba yang Muslim bertemu dengan saat itu dalam keadaan berdiri shalat, seraya meminta sesuatu kepada Allah kecuali Allah Swt. akan memberikan apa yang dimintanya.” Dan beliau Saw. memberi isyarat dengan tangannya tentang pendeknya waktu tersebut.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, an-Nasai dan Malik)

Sabda beliau Saw.: yuqalliluha: yakni waktu tersebut sangat pendek.

Dari Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya pada hari Jum’at ada satu waktu di mana seorang hamba Muslim tidaklah bertemu dengan waktu itu kemudian dia meminta kepada Allah Swt. kecuali Allah akan memberikan apa yang dimintanya, dan itulah waktu ba’da ashar.” (HR. Ahmad dan al-Bazzar)

Dari Jabir bin Abdullah ra. dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. bersabda:

“Hari Jum'at itu ada dua belas. Yang beliau maksud adalah dua belas saat (waktu). Tidaklah seorang Muslim meminta sesuatu kepada Allah melainkan Allah Swt. akan memberikan apa yang dimintanya, maka mohonkanlah doa pada penghujung waktu ba’da ashar.” (HR. Abu Dawud, an-Nasai dan al-Hakim)

Orang-orang mengalami kesulitan dengan ungkapan yang menyatakan: “Tidaklah seorang hamba Muslim bertemu dengan waktu itu sedang dia dalam keadaan berdiri shalat”, ini karena pada penghujung hari atau ba’da ashar tidak ada shalat di dalamnya, maka bagaimana bisa dikatakan “dan dia dalam keadaan berdiri shalat?” Untuk menjawab kesulitan ini, jelasnya, barangsiapa yang duduk setelah shalat atau duduk menunggu shalat, maka dia dalam keadaan shalat. Dari Abu Salamah:

“Aku berkata kepada Abdullah bin Salam: “Sesungguhnya Rasulullah Saw. berkata “dalam keadaan shalat” bukan berkata “pada waktu shalat.” Ia berkata: “Bukankah engkau tahu bahwa Rasulullah Saw. berkata: “Orang yang menunggu shalat itu dalam keadaan shalat?” Aku berkata: “Ya, itulah demi Allah, itulah jawaban yang benar.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim)

Dari Abu an-Nadhar dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abdullah bin Salam, ia berkata:

“Aku bertanya dan Rasulullah Saw. sedang duduk: “Kami mendapati dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum'at ada satu saat (waktu) tidaklah seorang hamba bertemu dengan saat itu dan dia dalam keadaan shalat lalu dia meminta kepada Allah Swt., kecuali Allah Swt. akan memberikan apa yang dimintanya.” Lalu Rasulullah Saw. memberikan isyarat dan berkata: “sebagian saat.” Lalu aku berkata: Benarlah (apa yang dikatakan) Rasulullah Saw. Abu al-Nadhar berkata: Abu Salamah berkata: Aku bertanya kepada beliau: Saat apakah itu? Beliau menjawab: “Saat terakhir dari siang hari.” Maka aku berkata: sesungguhnya itu bukan saat melaksanakan shalat. Lalu beliau Saw. berkata: “Benar, sesungguhnya seorang hamba yang Muslim tetap dalam keadaan shalat jika dia melaksanakan shalat kemudian duduk di tempat shalatnya, di mana tidak ada yang menahannya untuk duduk kecuali untuk menunggu shalat.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Waktu diijabahnya doa itu terletak di ujung siang hari dari hari Jum’at, karena waktu itulah yang ditunjukkan dalam banyak hadits-hadits shahih. Adapun hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asyari ra. dengan redaksi:

Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “(Waktu tersebut) adalah antara duduknya seorang imam hingga ditunaikannya shalat.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan al-Baihaqi)

Maka hadits ini telah ditetapkan cacatnya oleh ad-Daruquthni sebagai hadits yang munqathi (terputus), yaitu antara Makhramah (perawi hadits ini) dengan ayahnya, dan al-Hafidz Ibnu Hajar sepakat atas hal itu dengan berkata: “adanya penegasan dari Makhramah bahwa dia tidak mendengar dari ayahnya menjadi bukti yang cukup atas klaim keterputusan hadits ini.”
Ahmad berkata dengan menukil dari Hammad bin Khalid: “Makhramah bin Bukair meriwayatkan hadits ini dari ayahnya, Bukair bin Abdullah bin al-Asyaj, padahal dia tidak mendengar hadits ini dari ayahnya.”
Dan perlu ditambahkan: “sesungguhnya Hammad bin Khalid mendengar hal itu dari Makhramah sendiri. Kemudian al-Hafidz al-Iraqi telah menuduh hadits ini sebagai hadits mudhtarib, walaupun hadits ini dicantumkan dalam Shahih Muslim, tetapi tidak layak untuk dijadikan sebagai hujjah.

Selain itu, khusus tentang memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Saw. pada hari Jum’at, kami sebutkan satu hadits yang diriwayatkan dari Aus bin Abi Aus ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu Adam diwafatkan, dan pada hari itu ada tiupan yang kedua, dan pada hari itu pula tiupan yang pertama, maka perbanyaklah shalawat atasku pada hari Jum’at, karena shalawat kalian itu akan diperdengarkan kepadaku. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami akan dibawakan kepadamu sedangkan (jasad) engkau telah rusak?” Yakni telah busuk. Beliau Saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi.” Shalawat dan salam atas mereka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam