Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 22 Juli 2017

Dalil Dzikir Tasbih, Tahmid, Tahlil Seusai Shalat



3. Tasbih, tahmid, takbir dan tahlil

Tidak perlu diragukan lagi bahwa kalamullah adalah perkataan yang paling baik, dan taqarrub kepada Allah Swt. dengan dzikir-dzikir yang tidak tercantum dalam kitabullah tidak menyamai taqarrub dengan menggunakan kalamnya. Setelah kalamullah; tasbih, tahmid, takbir dan tahlil memiliki kedudukan dan keutamaan yang tinggi. Dari Samurah bin Jundab ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Ucapan yang paling utama setelah al-Qur'an ada empat. Keempatnya berasal dari al-Qur'an, tidak ada sesuatupun yang membahayakan kalian dengan yang manapun dari keempatnya kalian memulai: (yaitu) subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat Muslim tidak ada kalimat “keempatnya berasal dari al-Qur'an.” Ungkapan ini menunjukkan bahwa keempatnya benar-benar tercantum dalam al-Qur'an. Sebagian keterangan yang menunjukkan keutamaan keempat kalam ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:


“Sungguh mengucapkan subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar itu lebih aku cintai daripada terbitnya matahari.” (HR. Tirmidzi)

Dalam pembahasan “shalat orang yang tidak membaguskan bacaan al-fatihah” pada bab “sifat shalat”, telah disebutkan bahwa keempat kalimat dan ucapan laa haula walaa quwwata illa billah itu bisa menjadi pengganti dari membaca al-Qur’an, bahkan menjadi pengganti dari membaca al-fatihah dalam shalat bagi siapa saja yang tidak memiliki hafalan al-Qur’an sama sekali, dan ini keutamaan yang agung bagi kelima kalimat tersebut.

Abu Said ra. telah meriwayatkan dari Rasulullah Saw., beliau Saw. bersabda:


“Perbanyaklah al-baqiyat as-shalihat (amalan-amalan yang kekal lagi saleh), lalu ditanyakan: “Apa maksudnya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Takbir, tahmid, tasbih, dan laa haula walaa quwwata illa billah.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la)

Dalam hadits ini, hauqalah telah disejajarkan dengan takbir, tahmid dan tasbih menggantikan tahlil.

Riwayat lain menyebutkan keutamaan tahlil dan tahmid, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, bahwa ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. mengatakan:


“Dzikir yang paling utama adalah laa ilaaha illallah, dan do'a yang paling utama adalah alhamdulillah.” (HR. Tirmidzi)

Riwayat yang khusus menyebutkan keutamaan tahlil saja adalah hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi Saw. bersabda:


“Do'a yang terbaik adalah do'a di Arafah, ucapan terbaik yang dikatakan olehku dan para Nabi sebelumku: “Tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Tirmidzi)

Malik meriwayatkan pula hadits ini dari jalur Thalhah bin Ubaidillah bin Kuraiz, dan di dalamnya tidak disebutkan “lahul mulku walahul hamdu wa huwa ala kulli syai'in qadiir” (bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu).

Banyak pula hadits Nabi yang menganjurkan kaum Muslim mengucapkan kalimat-kalimat tersebut setelah selesai shalat. Di dalamnya dijelaskan berapa kali kalimat tersebut dilafalkan. Ada riwayat yang menyebutkan sebanyak 10 kali, ada riwayat yang menyebutkan 33 kali, dan ada pula yang mengatakan 25 kali. Ada pula yang meriwayatkan jumlah minimal dan maksimal pengucapannya. Seorang Muslim bisa memilih jumlah bilangan mana yang akan dia ambil, sesuai waktu luangnya dan kemampuannya.

1) Hadits-hadits menyebutkan bilangan sepuluh. Dari Abdullah bin Amr ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Dua hal, di mana tidak dijaga oleh seorang laki-laki Muslim melainkan dengannya dia akan masuk surga. Keduanya mudah (dilakukan), tetapi orang yang mengamalkannya sedikit. Dia (perawi) berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Shalat lima waktu, di mana salah seorang dari kalian bertasbih di setiap akhir shalat sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali. Itulah seratus lima puluh kali yang dilafalkan oleh lisan, dan seribu lima ratus apabila diukur dalam timbangan. Dan aku melihat Rasulullah Saw. menghitungnya dengan tangannya…” (HR. an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Tirmidzi, dan Abu Dawud)

Hadits ini menyebutkan hal kedua yang harus dijaga (yaitu) tasbih, takbir dan tahmid seratus kali. Arti dari ucapan beliau Saw.: “Itulah seratus lima puluh kali yang dilafalkan oleh lisan, dan seribu lima ratus apabila diukur dalam timbangan”, yakni bahwa setiap kalimat dari tiga kalimat tersebut diucapkan sepuluh kali setelah setiap shalat lima waktu, sehingga jumlahnya lima puluh kalimat, di mana kalimatnya ada tiga sehingga totalnya menjadi seratus lima puluh kalimat. Dan pada Hari Kiamat Allah Swt. akan melipatgandakannya dengan sepuluh, sehingga menjadi seribu lima ratus. Dari Ali ra., dia telah datang menemui Nabi bersama Fathimah, lalu meminta seorang pelayan dari tawanan wanita untuk meringankan sebagian pekerjaan mereka. Rasulullah Saw. mengabaikan permintaan keduanya itu dan dia menyebutkan kisahnya: dia berkata, kemudian Nabi Saw. berkata pada keduanya:

“Maukah kalian berdua aku beritahu sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta?” Keduanya berkata: “Ya.” Maka beliau berkata: “Kalimat-kalimat yang diajarkan oleh Jibril as kepadaku. Dia berkata: Kalian bertasbih pada akhir setiap shalat sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, dan bertakbir sepuluh kali...” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)

Hadits ini kemudian menyebutkan tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali dan takbir tiga puluh tiga kali ketika hendak tidur, dan kami cukup menceritakan bagian hadits ini dan hadits sebelumnya yang berkaitan dengan pembahasan kita, yakni dzikir setelah shalat saja. Inilah dua hadits tentang mengucapkan tasbih, tahmid dan takbir sepuluh-sepuluh.

Mengenai tahlil sepuluh kali -ini merupakan kalimat keempat-, disebutkan dalam hadits berikut: dari Abu Dzar ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang mengucapkan pada setiap akhir shalat fajar dalam keadaan masih melipat dua kakinya sebelum berbicara: “Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, Dzat yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu,” sepuluh kali, maka dituliskan untuknya sepuluh kebaikan, dihapus darinya sepuluh keburukan, dan diangkat untuknya sepuluh derajat, dan harinya itu seluruhnya dipelihara dari segala sesuatu yang dibencinya, dijaga dari godaan setan, dan tidak ada perbuatan dosa yang akan dia temui akibatnya pada hari itu kecuali syirik kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Dari Abu Ayyub al-Anshari ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang jika dia shalat subuh mengucapkan: “Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu,” sepuluh kali, maka itu semua seperti membebaskan empat budak, dengannya dituliskan (untuknya) sepuluh kebaikan, dan dihapuskan darinya sepuluh kesalahan, dan diangkat baginya sepuluh derajat, dan dia dijaga dari setan hingga petang. Dan jika dia mengucapkannya setelah (shalat) maghrib, maka (sama) seperti itu.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Dari Ummu Salamah ra.:

“Bahwa Fathimah ra. telah datang kepada Nabi Saw., seraya mengadukan keinginannya untuk mendapatkan pembantu. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, dua tanganku telah melepuh karena menggiling, suatu kali membuat tepung, kali lain membuat adonan.” Maka Rasulullah Saw. berkata kepadanya: “Jika Allah akan mengaruniakanmu sesuatu maka Dia akan membawakannya untukmu, dan aku akan menunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari itu... Dan apabila kamu telah melaksanakan shalat subuh, ucapkanlah: “Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, Dzat yang menghidupkan dan mematikan, di tangan-Nya segenap kebaikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu,” sepuluh kali setelah shalat subuh, sepuluh kali setelah shalat maghrib, maka setiap dari (perbuatan)nya itu seperti membebaskan budak dari keturunan Ismail, dan dia tidak akan menuai (akibat) dosa yang dilakukannya hari itu kecuali syirik, tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan yang Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Dia Swt. menjadi penjagamu sejak engkau mengucapkannya di pagi hari hingga engkau mengucapkannya di petang hari dari segala godaan setan, dan dari segala keburukan.” (HR. Ahmad)

Thabrani meriwayatkan hadits ini dengan sedikit ringkas. Hadits-hadits ini adalah nash yang membahas pengucapan tahlil sepuluh kali. Perlu diperhatikan bahwa tahlil sepuluh kali disertai pembatasan dengan dua shalat subuh dan maghrib saja, sehingga disunahkan untuk melafalkannya setelah dua shalat ini. Redaksi tahlil yang disebutkan dalam tiga hadits ini berbeda-beda. Seorang Muslim boleh memilih dari tiga bentuk atau redaksi tahlil yang ingin dipilihnya.

2) Hadits-hadits menyebutkan bilangan tiga puluh tiga. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Orang-orang fakir datang menemui Nabi Saw., mereka berkata: “Orang-orang yang berlimpah dengan harta bisa pergi untuk membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka puasa sebagaimana kami berpuasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta di mana dengan (harta)nya itu mereka bisa berhaji dan berumrah, bisa berjihad dan bersedekah.” Beliau Saw. berkata: “Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang jika kalian mengambilnya niscaya kalian bisa menyusul orang-orang yang telah mendahului kalian dan tidak bisa disusul oleh orang setelah kalian. Kalian menjadi orang-orang terbaik dibandingkan mereka semua, kecuali dengan amalan semisalnya? Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah selesai setiap kali shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.” Kami berbeda pendapat di antara kami, di mana sebagian dari kami mengatakan: Kita bertasbih tiga puluh tiga, bertahmid tiga puluh tiga, dan bertakbir tiga puluh empat. Lalu aku kembali menemui beliau Saw., maka beliau berkata: ”Engkau ucapkan subhanallah, walhamdu lillah, wallahu akbar, hingga setiap dari (bacaan)nya itu masing-masing tiga puluh tiga.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Khuzaimah)

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Abu Dzar berkata:

“Wahai Rasulullah, orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah bisa pergi membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta yang bisa mereka gunakan untuk bersedekah. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Wahai Abu Dzar, maukah engkau aku ajari beberapa kalimat, yang dengannya engkau bisa menyusul orang yang telah mendahuluimu, dan tidak akan bisa disusul oleh orang yang berada di belakang kecuali orang yang melakukan apa yang engkau amalkan?” Dia berkata: "Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Engkau bertakbir setelah setiap kali shalat tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga, dan bertasbih tiga puluh tiga, dan engkau tutup dengan ucapan: Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segenap kerajaan, milik-Nya segenap pujian dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Ibnu Hibban)

Abu Dawud meriwayatkan hadits yang sama, dan di bagian akhirnya terdapat ungkapan:

“Dosa-dosanya akan diampuni walaupun seperti buih lautan.”

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang bertasbih mensucikan Allah di akhir setiap kali shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, dan bertakbir tiga puluh tiga kali, maka jumlahnya sembilan puluh sembilan, dan agar genap menjadi seratus dia mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segenap kerajaan, milik-Nya segenap pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, maka diampuni segenap kesalahannya walaupun dosanya itu seperti buih di lautan.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Malik)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:

“Orang-orang fakir menemui Rasulullah Saw. dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang kaya itu shalat seperti kami shalat, dan berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka memiliki harta yang digunakan untuk bersedekah dan berinfak.” Maka Nabi Saw. berkata: “Jika kalian selesai shalat, maka ucapkanlah subhanallah tiga puluh tiga, alhamdulillah tiga puluh tiga, Allahu akbar tiga puluh tiga, dan laa ilaaha illallah sepuluh kali, maka dengannya kalian bisa menyusul orang yang telah mendahului kalian dan bahkan bisa mendahului orang-orang setelah kalian.” (HR. an-Nasai)

Perlu diperhatikan, bahwa hadits-hadits ini menyatakan hal yang sama terkait bilangan tasbih, tahmid, dan takbir, tetapi hadits-hadits ini berbeda-beda dalam menyebutkan bilangan tahlil. Hadits pertama tidak menyebut tahlil sama sekali, hadits kedua menyebut tahlil secara mutlak tanpa ada bilangan, hadits ketiga menyebut tahlil satu kali, sedangkan hadits keempat menyebut tahlil sepuluh kali.
Saya cenderung untuk mengambil hadits ketiga yang diriwayatkan oleh Muslim, di dalamnya disebutkan bertahlil satu kali, di mana hadits ini tidak bertentangan dengan hadits pertama, karena tambahan bisa diterima jika perawinya tsiqah. Hadits ini juga tidak bertentangan dengan hadits kedua, bahkan menjelaskannya. Sedangkan hadits keempat dipahami untuk dua shalat, yakni shalat fajar dan shalat ashar, di mana tahlil hanya terbatas untuk keduanya. Wallahu a'lam.

3) Hadits-hadits yang menyebutkan bilangan dua puluh lima. Dari Zaid bin Tsabit ra. ia berkata:

“Kami diperintahkan untuk bertasbih (setelah selesai setiap shalat) tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga, dan bertakbir tiga puluh empat. Seseorang bermimpi dalam tidurnya dan dikatakan padanya, “Sesungguhnya Muhammad telah memerintahkan kalian untuk bertasbih (setelah selesai setiap shalat) tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga dan bertakbir tiga puluh tiga.” Dia berkata: “Ya”. Dia berkata: “Jadikanlah bilangannya dua puluh lima, dan masukkan pula tahlil di dalamnya.” Keesokan harinya dia mendatangi Rasulullah Saw. dan memberitahu beliau, maka Rasulullah Saw. berkata: “Lakukanlah.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dan an-Nasai)

An-Nasai meriwayatkan hadits yang sama dari jalur Ibnu Umar ra., di dalamnya disebutkan:

“Dan bertasbihlah dua puluh lima, bertahmidlah dua puluh lima, bertakbirlah dua puluh lima, dan bertahlillah dua puluh lima, maka semuanya genap seratus…”

Ada juga hadits-hadits lain yang menyebutkan jumlah takbir tiga puluh empat, dan tetap menyebutkan tasbih dan tahmid dengan tiga puluh tiga – tiga puluh tiga, di antaranya hadits yang diriwayatkan Kaab bin ‘Ujrah ra., dari Rasulullah Saw. yang berkata:

“Ada beberapa doa setelah selesai setiap shalat fardhu, di mana orang yang mengucapkannya atau melakukannya tidak akan rugi: (yaitu) tiga puluh tiga tasbih, tiga puluh tiga tahmid, dan tiga puluh empat takbir.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban dan an-Nasai)

Ada juga hadits yang diriwayatkan Abu Darda ra. dari Rasulullah Saw. yang ditakhrij oleh Ahmad, al-Bazzar, dan Thabrani yang serupa dengan hadits yang ditakhrij Muslim dilihat dari segi bilangan. Jika diperhatikan, bilangan tersebut mencapai jumlah seratus dengan tambahan takbir satu kali atas ucapan takbir tiga puluh tiga. Pada saat yang sama ada juga yang jumlahnya sampai seratus dengan tambahan tahlil satu kali dalam hadits Muslim yang telah kami sebutkan dalam point (2): “maka jumlahnya sembilan puluh sembilan, dan agar genap menjadi seratus dia mengucapkan: tidak ada tuhan selain Allah yang Esa...”
Ada juga yang mencapai bilangan seratus sebagaimana yang ada dalam hadits an-Nasai yang kami sebutkan dalam point (3): “bertasbihlah dua puluh lima, bertahmidlah dua puluh lima, bertakbirlah dua puluh lima, dan bertahlillah dua puluh lima, maka semua genap seratus…”

Inilah hadits-hadits yang menyebut jumlah bilangan seratus. Siapa saja yang memiliki waktu yang cukup dan berkeinginan memperoleh tambahan pahala, hendaknya dia menggenapkan kalimat-kalimat ini menjadi seratus, dan dipersilakan untuk memilih dari ketiga bentuk ini. Dan setelah menyempurnakan bilangan hingga seratus dengan kalimat tahlil satu kali, maka hendaknya dia langsung mengucapkan: “Ya Allah tidak ada yang menahan atas segala apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu memberikan atas apa yang Engkau tahankan, dan tidak akan bermanfaat kemuliaan bagi yang memiliki kemuliaan kecuali dengan izin dari-Mu.” Ini berdasarkan hadits al-Mughirah bin Syu'bah:

“Bahwa Nabi Saw. seringkali mengucapkan (setelah selesai setiap shalat fardhu): “Tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang menahan atas segala apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu memberikan atas apa yang Engkau tahankan, dan tidak akan bermanfaat kemuliaan bagi yang memiliki kemuliaan, kecuali dengan izin dari-Mu.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai, Ahmad dan Abu Dawud)

Ada bentuk keempat untuk tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan hauqalah yang juga bisa ditambahkan pada tiga bentuk sebelumnya. Dianjurkan bagi orang-orang yang shalat untuk mengambil dan mengamalkannya, karena besarnya keutamaan di dalamnya, yakni bentuk berikut ini:
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di langit.
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi.
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk yang Dia ciptakan.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di langit.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk yang Dia ciptakan.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di langit.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk yang Dia ciptakan.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di langit.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan mahluk yang Dia ciptakan.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di langit.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak bilangan mahluk yang Dia ciptakan.”

Dari Aisyah bin Saad bin Abi Waqash dari ayahnya ra.:

“Bahwa dia bersama Rasulullah Saw. bertemu dengan seorang perempuan, dan di depan perempuan tersebut ada biji-bijian atau kerikil yang digunakannya untuk bertasbih. Maka Nabi Saw. bertanya: “Maukah engkau aku beritahu sesuatu yang lebih mudah bagimu dari ini semua, atau bahkan lebih utama? Lalu beliau Saw. berkata: “Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di langit, Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi, Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya, Subhanallah sebanyak bilangan mahluk yang Dia ciptakan. Dan begitu pula dengan Allahu Akbar, Alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan laa haula walaa quwwata illa billah.” (HR. Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu Majah)

Mengenai bagaimana seorang muslim menghitung jumlah tasbihat dan dzikirnya itu, apakah dia boleh menggunakan alat tertentu yang diinginkannya? Maka jawaban atas hal itu adalah: boleh membaca tasbihat dengan alat hitung tasbih dan sejenisnya, seperti biji-bijian, kerikil dan kancing. Akan tetapi sunat dan lebih disukai dalam hal tasbih dan dzikir adalah menghitungnya dengan jari beserta ujung-ujung jari, karena semua itu akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt. pada Hari Kiamat sehingga semua jari tersebut akan menjadi saksi yang menguntungkan pemiliknya dengan dzikir yang dilakukannya. Dari Yasirah ra.:

“Bahwa Nabi Saw. memerintahkan mereka untuk memelihara takbir, taqdis dan tahlil, dan menghitungnya dengan ujung-ujung jari, karena semua ujung jari tersebut akan diminta pertanggungjawaban dan diminta bicara.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi)

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Busrah, bukan Yasiirah sebagaimana dalam Sunan Abu Dawud. Ia berkata: Rasulullah Saw. berkata kepadanya:

“Engkau harus memelihara tasbih, tahlil dan takbir. Dan hitunglah dengan ujung-ujung jarimu, karena semua itu akan datang pada Hari Kiamat diminta pertanggungjawaban dan diminta bicara, maka janganlah engkau lalai sehingga engkau melupakan rahmat.”

Dari Abdullah bin Amr ra., ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. menghitungnya dengan tangannya, yakni bilangan tasbih.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Abu Dawud meriwayatkannya, tetapi dia mengatakan: “dengan tangan kanannya” sebagai pengganti “dengan tangannya.” Sementara an-Nasai meriwayatkan hadits ini tanpa menyebutkan “dengan tangannya” dan tanpa menyebutkan “dengan tangan kanannya”, sehingga kalimatnya menjadi “beliau Saw. menghitung tasbih.”

Barangsiapa yang ingin mendapatkan pahala yang besar dalam waktu yang pendek dan dengan kesusahan yang sedikit serta tidak memerlukan alat penghitung, biji atau kerikil, maka hendaknya dia membaca hadits ini lalu mengamalkan apa yang dikandungnya. Dari Ibnu Abbas ra., dari Juwairiyah ra.:

“Bahwa Nabi Saw. pergi dari sisinya (Juwairiyah) di suatu pagi untuk shalat subuh, dan Juwairiyah berada di tempat sujudnya. Kemudian beliau Saw. pulang setelah hari telah sampai waktu dhuha, sementara Juwairiyah masih duduk di tempat sujudnya. Maka Nabi Saw. bertanya: “Apakah engkau masih terus dalam keadaan seperti tadi saat aku meninggalkanmu?” Ia menjawab: “Ya”. Lalu Nabi Saw. bersabda: “Sungguh aku akan menyampaikan kepadamu empat kalimat yang diucapkan sebanyak tiga kali, seandainya ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak hari ini, niscaya akan menyamainya: (yaitu) Maha Suci Allah, dan pujian bagi-Nya sebanyak bilangan jumlah mahluk-Nya, sebesar keridhaan-Nya, seberat arasy-Nya dan sebanyak jumlah kalimat-Nya.” (HR. Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dan Abu Dawud)

Dalam riwayat Muslim yang lain: Bahwa beliau Saw. berkata:


“Maha Suci Allah sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha Suci Allah sebesar keridhaan diri-Nya, Maha Suci Allah seberat arasy-Nya, dan Maha Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya.”

Dalam riwayat an-Nasai dan Tirmidzi disebutkan:

“Maha Suci Allah sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha Suci Allah sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha Suci Allah sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha suci Allah sebesar keridhaan diri-Nya, Maha Suci Allah sebesar keridhaan diri-Nya, Maha Suci Allah sebesar keridhaan diri-Nya, Maha Suci Allah seberat arasy-Nya, Maha Suci Allah seberat arasy-Nya, Maha Suci Allah seberat arasy-Nya, dan Maha Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya, Maha Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya, Maha Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya.”

Bentuk yang pertama menjadi bentuk yang paling mudah dan paling utama, karena di dalamnya ada kalimat: “dan pujian bagi-Nya”, yang tidak ada pada dua riwayat lainnya. Tambahan seperti itu dalam dzikir tentunya menjadi sesuatu yang lebih utama.

Itulah empat kalimat pendek yang jika diucapkan si mushalli, maka dia akan memperoleh pahala berjam-jam dzikir dengan selainnya. Ini karena yang dilakukan Juwariyah ra., yaitu sangat suka berdzikir setelah shalat subuh hingga waktu dhuha -sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Muslim- atau hingga matahari meninggi -sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah- yang rentang waktunya sekitar dua setengah hingga tiga jam. Maka seorang Muslim cukup mendzikirkan empat kalimat di atas, yang membutuhkan waktu hanya setengah menit, tetapi pahala yang diperlolehnya sebanding dengan pahala dzikir selainnya yang dilakukan dua hingga tiga jam. Inilah kesempatan besar yang diberikan untuk menuai pahala yang banyak.

Ada peluang yang lain lagi untuk menghasilkan pahala yang lebih banyak yang diceritakan Rasulullah Saw. kepada kita. Abu Umamah al-Bahili ra. meriwayatkan:

“Bahwa Rasulullah Saw. melewatinya (yakni Abu Umamah ) dan dia sedang menggerak-gerakkan dua bibirnya, maka beliau Saw. bertanya: “Apa yang engkau ucapkan wahai Abu Umamah?” Dia berkata: “Aku sedang mengingat Tuhanku.” Beliau Saw. bersabda: “Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu yang lebih banyak -atau lebih utama- dari dzikir yang engkau lakukan sejak malam hingga siang, atau siang hingga malam? Hendaknya engkau ucapkan: “Maha Suci Allah sejumlah bilangan mahluk yang diciptakan-Nya, Maha suci Allah sepenuh mahluk yang diciptakan-Nya, Maha Suci Allah sejumlah apa yang ada di bumi dan di langit, Maha Suci Allah sepenuh apa yang ada di bumi dan di langit, Maha Suci Allah sejumlah apa yang dikandung kitab-Nya, Maha Suci Allah sebanyak jumlah segala sesuatu, Maha Suci Allah sepenuh segala sesuatu. Dan engkau ucapkan Alhamdulillah (pujian bagi Allah) seperti itu.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Itulah kalimat-kalimat yang pendek dan ringkas, yang melebihi dzikir sepanjang malam hingga siang, atau sepanjang siang hingga malam, yakni melebihi dua puluh empat jam berdzikir. Karenanya, tidak diragukan lagi, kalimat-kalimat pendek tersebut menjadi dzikir yang lebih besar pahalanya dibandingkan dzikir yang disebutkan dalam hadits Juwairiyah ra.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam