Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 12 Juli 2017

Dalil Bacaan Doa Duduk Tasyahud



Tasyahud dan Bentuk Duduknya

Tasyahud dalam shalat memiliki beberapa bentuk yang ma’tsur. Saya sebutkan untuk Anda sekalian beberapa bentuk darinya:

a. Penghormatan hanya milik Allah, kebahagiaan dan kebaikan adalah milik-Nya, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan atas hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.

b. Penghormatan, kebaikan dan kebahagiaan hanyalah milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.

c. Penghormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.

Ketiga bentuk ini telah disusun berdasarkan keutamaannya. Yang paling utama hendaknya seorang Muslim mengambil bentuk yang pertama, jika tidak, maka bentuk yang kedua, dan jika tidak, maka bentuk yang ketiga. Dan inilah dalil-dalilnya:

a. Dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata:


“Jika kami shalat bersama Nabi Saw., kami berkata: Keselamatan atas Allah sebelum ditujukan pada para hamba-Nya, keselamatan atas Jibril, keselamatan atas Mikail, keselamatan atas si fulan. Ketika Nabi Saw. selesai dari shalatnya, beliau menghadapkan wajahnya ke arah kami seraya berkata: Sesungguhnya Allah itu sendirilah sumber keselamatan, Dzat yang menebarkan keselamatan. Jika salah seorang dari kalian duduk dalam shalat, maka ucapkanlah: Penghormatan hanya milik Allah, kebahagiaan dan kebaikan adalah milik-Nya, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan atas hamba-hamba Allah yang shalih. Sesungguhnya jika dia mengucapkan hal itu, maka keselamatan akan diberikan pada setiap hamba yang shalih yang ada di langit dan di bumi. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Kemudian hendaklah dia memilih ucapan (doa) yang diinginkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ahmad, an-Nasai dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini juga. Ucapan: “keselamatan atas si fulan”, dan dalam satu riwayat: “keselamatan atas si fulan, si fulan”, yakni adalah si fulan dari kalangan malaikat, dengan melihat dilalah dalam hadits Ibnu Majah:

”...Keselamatan atas Jibril, Mikail, atas si fulan dan si fulan. Mereka menyebut nama malaikat…”

Dan ucapan:

“Kemudian hendaklah dia memilih ucapan yang diinginkannya.”

Ucapan di sini maksudnya adalah doa, dengan melihat dilalah dalam hadits an-Nasai, Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dikatakan:

“…Kemudian hendaklah dia memilih doa yang diinginkannya.”

b. Dari Abu Musa al-Asy'ari ra., ia berkata:


”...Sesungguhnya Rasulullah Saw. berkhutbah di hadapan kami. Beliau menjelaskan berbagai sunnah yang harus kami jalani, dan mengajarkan shalat kepada kami. Beliau bersabda: ...dan jika kalian duduk, maka perkataan pertama yang mesti diucapkannya adalah: “Penghormatan, kebaikan dan kebahagiaan hanyalah milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” (HR. Muslim)

An-Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad meriwayatkan hadits ini juga.

c. Ibnu Abbas ra., ia berkata:


“Adalah Rasulullah Saw. mengajari kami tasyahud sebagaimana beliau mengajari kami satu surat dari al-Qur'an, beliau berkata: “penghormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

At-Thahawi meriwayatkan hadits ini dengan lafadz: “dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.” Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:


“Penghormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.”

Yaitu dengan menakirahkan ‘salam’ yang kedua.

Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad meriwayatkan hadits ini dalam riwayat lain dengan lafadz:


“Penghormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.”

Dengan menakirahkan “salam” di dua tempat tersebut. Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:


“Penghormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.”

Dengan menyebutkan “hamba-Nya dan utusan-Nya” sebagai pengganti “utusan-Nya”. Bentuk ketiga ini diriwayatkan oleh hadits-hadits mudhtharib, sehingga dengan sifat idhthirabnya menjadikan bentuk ini tidak bisa menempati posisi lebih tinggi selain dari posisi ketiga. Bentuk yang pertama dan kedua tidak ada idhthirab di dalam riwayat-riwayatnya, terlebih lagi bahwa bentuk yang pertama disepakati oleh as-Syaikhain (Bukhari dan Muslim) sehingga menjadikannya paling pertama dan paling utama. Tirmidzi berkata: “Hadits Ibnu Mas’ud telah diriwayatkan tidak dari satu arah, dan ini adalah hadits yang paling shahih dari Nabi dalam masalah tasyahud, diamalkan oleh sebagian besar ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in yang hidup setelahnya.” Riwayat-riwayat Ibnu Mas’ud telah dinukil dengan cara di mana beliau sendiri mendapatkannya dari Nabi Saw. secara langsung.

Bukhari ra. meriwayatkan darinya, ucapannya: “Rasulullah Saw. mengajariku ...dan menahanku di antara dua telapak tangannya... tasyahud...”

At-Thahawi meriwayatkan hadits ini dengan lafadz: “aku mengambil tasyahud dari mulut Nabi Saw., dan beliau Saw. menuntunku kata per kata...”

Inilah tambahan yang semakin menguatkan bentuk pertama.

Ada bentuk-bentuk tasyahud yang lain selain tiga bentuk ini yang disebutkan dalam beberapa riwayat. Saya sebutkan sebagai berikut:


a. “Dengan nama Allah dan dengan pertolongan Allah. Penghormatan hanya milik Allah, juga kebahagiaan dan kebaikan. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” Bentuk ini telah disebutkan dalam riwayat an-Nasai dari Jabir bin Abdullah, juga dalam riwayat Ibnu Majah tetapi dengan tambahan: “hanya milik Allah” setelah “dan kebaikan”. Menurut saya, Jabir membuka tasyahudnya dengan ucapan “Dengan nama Allah dan dengan pertolongan Allah” hanya sebagai tabaruk (mencari berkah) saja, di mana ucapan ini tidak dipandang sebagai bagian dari tasyahud itu sendiri. Dalam hadits ini telah disebutkan: “aku meminta Surga kepada Allah Swt. dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka” setelah tasyahud itu secara langsung. Dan saya tidak memandang kalimat tersebut sebagai bagian dari bentuk tasyahud, kalimat tersebut semata-mata adalah doa yang diucapkan Jabir setelah dia selesai bertasyahud. Pemahaman ini dikuatkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur Abu Hurairah ra., dan keseluruhannya akan dicantumkan dalam pembahasan “shalawat atas Rasulullah Saw. dalam shalat.” Di dalamnya disebutkan: ”...dia menjawabnya: “Aku bertasyahud, kemudian memohon Surga kepada Allah dan berlindung dari siksa Neraka kepada-Nya...”, sehingga menjadikan ucapan tersebut sebagai doa tersendiri dan tidak menjadi bagian dari tasyahud. Jika seperti itu, maka bentuk yang diriwayatkan dari Jabir ini sebenarnya sama dengan bentuk yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud yang pertama.


b. “Penghormatan, hanya milik Allah, juga kebahagiaan dan kebaikan. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, tuhan satu-satunya yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” Bentuk ini telah disebutkan dalam riwayat Abu Dawud dari jalur Ibnu Umar ra., seperti yang diriwayatkan oleh at-Thahawi tetapi tanpa tambahan: “Tuhan satu-satunya yang tidak ada sekutu bagi-Nya” dalam riwayat yang pertama, dan dengan tambahan ini pula dalam riwayat yang kedua.


c. “Penghormatan, kebaikan, kebahagiaan dan kesucian hanya milik Allah. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan satu-satunya yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Keselamatan adalah untuk kalian.” Bentuk ini diriwayatkan Malik dari Aisyah secara mauquf, di mana tasyahud di dalam bentuk ini didahulukan dari ucapan salam pada Nabi Saw.


d. “Penghormatan hanya milik Allah, kesucian hanya milik Allah, kebaikan dan kebahagiaan hanya milik Allah. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Bentuk ini telah diriwayatkan Malik dan at-Thahawi secara mauquf pada Umar bin Khaththab ra., tetapi dalam riwayat at-Thahawi tidak ada kata “kebaikan”. Ada pula bentuk tasyahud lain yang saya kira tidak perlu untuk menyebutkannya, tetapi bagi siapa yang suka, silakan menelaah dan mencarinya di dalam kitab-kitab.

Dengan meneliti seluruh riwayat di atas kita mendapati bahwa semua riwayat tersebut menyebutkan kalimat: “Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi”, semuanya disebutkan dalam bentuk seruan (khithab). Akan tetapi sejumlah ahli fikih menyatakan bahwa bentuk seruan digunakan ketika Nabi Saw. masih hidup, dan menurut mereka bentuk ini berubah menjadi bentuk ghaibah yakni: “Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya hanya bagi Nabi” setelah beliau Saw. meninggal. Mereka berargumentasi atas pendapatnya dengan hadits-hadits berikut:

1) Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata:


“Rasulullah Saw. mengajariku bertasyahud, telapak tanganku digenggam oleh kedua telapak tangannya, sebagaimana beliau mengajariku satu surat dari al-Qur’an: ”Penghormatan hanya milik Allah, juga kebahagiaan dan kebaikan. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” Dan itu ketika beliau Saw. ada di antara kami. Pada waktu beliau telah wafat kami mengucapkan: “Keselamatan hanya bagi Nabi”. (HR. Ibnu Abi Syaibah, Bukhari dan al-Baihaqi)

2) Dari Nafi bahwa Abdullah bin Umar bertasyahud dengan mengucapkan:

“Dengan nama Allah, penghormatan hanya milk Allah, kebahagiaan hanya milik Allah, kesucian hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya hanya bagi Nabi...” (HR. Malik)

3) Dari al-Qasim bin Muhammad, ia berkata:

“Adalah Aisyah mengajari kami bertasyahud dan memberi isyarat dengan tangannya, dia berkata: "Penghormatan, kebaikan, kebahagiaan dan kesucian hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagi Nabi…” (HR. al-Baihaqi)

4) Dari Atha, ia berkata:

“Aku mendengar Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair mengucapkan dalam tasyahud ketika shalat: “Penghormatan dan barakah hanya milik allah, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagi Nabi...” (HR. Abdurrazaq)

5) Dari Atha:

“Bahwa para sahabat Nabi Saw. mereka mengucapkan salam, dan Nabi Saw. masih hidup: Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi.” (HR. Abdurrazaq)

Kami akan menjawab pernyataan ini: bahwa berbilangnya bentuk tasyahud yang diriwayatkan itu menunjukkan tidak ada satu bentuk tertentu yang wajib dibaca dengan mengesampingkan yang lainnya. Keberagaman ini menunjukkan bolehnya mengambil salah satu bentuk tasyahud yang ma'tsur yang disebutkan dalam hadits. Karena itu mengambil salah satu bentuk dari berbagai bentuk tasyahud ini boleh-boleh saja menurut syariat, dan bisa menggugurkan kewajiban tersebut. Mengenai perkara lafadz tasyahud mana yang harus dibaca, maka hal itu dilapangkan. Dilapangkan juga untuk mengambil bentuk khithab atau bentuk ghaibah, dan keluasan ini tidak menafikan pendapat redaksi tasyahud mana yang paling utama, dan sekaligus pengutamaan bentuk khithab ataukah bentuk ghaibah, tentu saja dengan tetap menjaga kebolehan dari semuanya.

Riwayat Ibnu Mas’ud dinukil dari beberapa jalur, di mana perawinya lebih dari dua puluh orang. Walaupun begitu, semuanya menyebutkan redaksi tasyahud yang sama tanpa ada perbedaan, sehingga bentuk inilah yang paling rajih dan mu'tabar dibandingkan yang lainnya dari berbagai riwayat dan lafadz. Pendapat yang membolehkan memilih di antara bentuk-bentuk itu tidak bisa menafikan pendapat yang mengutamakan salah satu dari bentuk-bentuk yang ada. Yang menguatkan pendapat untuk mengutamakan bentuk khithab (='alaika) atas bentuk ghaibah (='alan Nabi) itu adalah sebagai berikut:

1) Seluruh perawi hadits di setiap masa terus menerus meriwayatkan bentuk khithab tanpa membatasinya dengan hidup atau wafatnya Nabi Saw. Seandainya hidup Nabi Saw. menjadi batasan bentuk tersebut, niscaya mereka akan menyebutkannya.

2) Bahwa Umar bin Khaththab ra. telah menyebutkan bentuk khithab di atas mimbar di hadapan para sahabat, padahal itu dilakukan setelah wafatnya Nabi Saw., tetapi tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya. Dalam al-Muwatha disebutkan:


“Dari Abdurrahman bin Abdul Qari bahwa dia mendengar Umar bin Khaththab mengajarkan tasyahud kepada orang-orang di atas mimbar. Dia berkata: Ucapkanlah: “Penghormatan hanya milik Allah, kesucian hanya milik Allah, kebaikan dan kebahagiaan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.”

3) Tidak diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. telah mengajarkan dua bentuk kepada kaum Muslim: bentuk yang harus mereka ucapkan ketika beliau Saw. masih hidup, dan bentuk yang harus mereka ucapkan ketika beliau Saw. telah wafat. Beliau semata-mata mengajarkan satu bentuk saja kepada mereka, yakni bentuk khithab, dan tidak memerintahkan mereka untuk meninggalkannya dan mengambil bentuk ghaibah ketika beliau meninggal.

Dengan alasan ini, maka kami berpendapat untuk lebih mengutamakan bentuk khithab daripada bentuk ghaibah, dan kami memandang bahwa bentuk ghaibah tidak lain hanyalah ijtihad dari sejumlah sahabat saja, yang boleh dan sah-sah saja untuk diambil dan diikuti, juga sah untuk ditinggalkan. Namun saya berpendapat lebih baik meninggalkannya.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam