Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 29 Juli 2017

Dalil Adab Di Masjid



Pergi ke Masjid

Siapa saja yang mendengar iqamah di masjid, atau mengetahui adanya iqamah, maka dianjurkan untuk pergi ke masjid dengan tenang, dan tidak tergesa-gesa ketika berjalan. Perlu diketahui bahwa selama seseorang berangkat ke masjid maka sesungguhnya dia dalam keadaan shalat, yakni dihukumi sebagai seorang mushalli (orang yang shalat), sehingga apa yang dianjurkan bagi seorang mushalli dianjurkan pula baginya. Di antaranya adalah berangkat dengan tenang, penuh ketundukan, dan tidak tergesa-gesa. Apa yang didapatinya dari shalat jamaah, maka hendaknya ia shalat bersama mereka, dan apa yang luput dari shalat jamaah, maka hendaklah ia menyempurnakannya seorang diri. Dari Abu Qatadah ra. ia berkata:

“Suatu ketika kami shalat bersama Nabi Saw., lalu terdengarlah suara ribut orang-orang di belakang. Usai shalat, beliau Saw. bertanya: “Ada apa dengan kalian?” Mereka berkata: “Kami tergesa-gesa untuk shalat.” Beliau berkata: “Janganlah kalian melakukan itu lagi. Jika kalian mendatangi shalat maka hendaklah kalian bersikap tenang. Apa yang kalian dapatkan dalam shalat jamaah maka lakukanlah, dan apa yang luput tertinggal maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Jika kalian mendengar iqamah maka pergilah untuk shalat, dan kalian harus berangkat dengan tenang, perlahan, dan jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan maka shalatlah, dan apa yang luput tertinggal dari kalian maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika iqamah untuk shalat telah dikumandangkan, maka janganlah kalian mendatanginya secara bergegas tergesa-gesa. Hendaklah kalian mendatanginya dalam keadaan tenang. Apa yang kalian dapatkan dalam shalat jamaah maka lakukanlah, dan apa yang luput tertinggal maka sempurnakanlah, karena sesungguhnya salah seorang dari kalian jika berangkat menuju shalat maka ia sedang dalam shalat. ” (HR. Muslim)

Adab di Masjid

Masjid adalah rumah Allah ‘azza wa jalla, karena itu, orang yang mengunjunginya harus bersikap sopan di dalamnya dan memelihara sejumlah adab yang ditetapkan syariat. Salah satu adabnya adalah berhias dalam pakaian, bagus penampilan, memakai wewangian, dan menjauhi memakai sesuatu yang bisa menimbulkan bau dan mengganggu orang yang shalat. Allah Swt. berfirman:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (TQS. al-A'raf [7]: 31)

Dari Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang memakan bawang putih ini.” Beliau berkata sekali lagi: “Barangsiapa yang memakan bawang merah, bawang putih dan kucai, maka janganlah dia mendekati masjid kami, karena sesungguhnya para malaikat merasa terganggu dengan apa yang bisa mengganggu anak Adam.” (HR. Muslim)

Disunahkan masuk masjid dimulai dengan kaki kanan, dan keluar darinya dimulai dengan kaki kiri. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., bahwa beliau Saw. seringkali berkata:

“Termasuk sunah jika engkau masuk ke dalam masjid, engkau memulainya dengan kaki kanan. Dan jika engkau keluar dari masjid maka hendaklah engkau memulainya dengan kaki kiri.” (HR. al-Hakim)

Ketika masuk, hendaknya Anda mengucapkan: “Dengan menyebut nama Allah, shalawat dan salam tercurah bagi Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.”
Dan jika Anda menambahnya dengan ucapan: “Aku berlindung kepada Allah Yang Agung, dan kepada wajah-Nya Yang Mulia, serta kekuasaan-Nya yang terdahulu dari godaan setan yang terkutuk”, maka itu lebih baik lagi.
Lalu Anda ucapkan ketika keluar: “Ya Allah, curahkanlah shalawat serta salam kepada Rasulullah. Ya Allah, sesungguhnya aku meminta karunia dari-Mu.”
Dan jika Anda tambahkan: “Ya Allah, lindungilah aku dari godaan setan yang terkutuk”, atau “Ya Allah, selamatkanlah aku dari godaan setan yang terkutuk”, maka itu lebih baik lagi.

Dari Abu Humaid atau Abu Usaid, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah: Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu. Dan jika keluar maka ucapkanlah: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta karunia dari-Mu.” (HR. Muslim)

Ad-Darimi meriwayatkan dengan redaksi:

“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid maka bershalawatlah untuk Nabi, kemudian ucapkanlah:…

Ibnu Majah dari jalur Abu Hurairah meriwayatkan hal serupa, sehingga ada tambahan ucapan salam untuk Nabi. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid maka bershalawatlah untuk Nabi, dan ucapkanlah: Ya Allah, selamatkanlah aku dari godaan setan yang terkutuk.” (HR. al-Hakim)

Sehingga ada tambahan shalawat untuk Rasulullah Saw.

Abdullah bin Amr bin Ash meriwayatkan dari Nabi Saw.:

“Bahwasanya beliau Saw. jika memasuki masjid mengucapkan: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah Yang Agung, dan kepada wajah-Nya (Dzat-Nya) Yang Mulia serta kekuasaan-Nya yang azali, dari godaan setan yang terkutuk.” Ia bertanya: Apakah itu cukup? Aku menjawab: Ya. Ia berkata: Jika ia mengucapkan itu, setan berkata: “Ia terlindung dariku sepanjang hari.” (HR. Abu Dawud)

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid maka bersalamlah untuk Nabi Saw., dan ucapkanlah: “Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu.” Dan jika ia keluar (masjid) maka bersalamlah untuk Nabi Saw., dan ucapkanlah: “Ya Allah, lindungilah aku dari godaan setan yang terkutuk.” (HR. Ibnu Majah)

Ibnu Hibban meriwayatkan dengan redaksi:


“Ya Allah, selamatkanlah aku.”

sebagai pengganti:

“Ya Allah, lindungilah aku.”

Disunahkan pula untuk merendahkan suara di dalam masjid. Maka seorang Muslim tidak boleh meninggikan suaranya, baik dalam ucapan, do'a, ataupun bacaan al-Qur'an, walaupun hal itu dilakukan ketika dia sedang melaksanakan shalat secara sendirian. Hal ini tiada lain agar tidak mengganggu orang selainnya yang sedang shalat. Dari al-Bayyadhi:

“Bahwasanya Rasulullah Saw. keluar menemui orang-orang, dan pada waktu itu mereka sedang melaksanakan shalat, sedangkan suara-suara bacaan (al-Qur'an) mereka begitu keras. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang yang shalat itu sedang bermunajat (bercakap-cakap) dengan Tuhannya, maka seharusnya dia memperhatikan apa yang dipercakapkannya itu dengan-Nya, dan janganlah sebagian dari kalian mengeraskan bacaan al-Qur'an atas sebagian yang lain.” (HR. Malik dan Ahmad)

Dari Abu Said ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. beri’tikaf di dalam masjid. Beliau Saw. mendengar orang-orang mengeraskan bacaan al-Qur'an, lalu beliau Saw. menyingkap tirai dan berkata: “Ingatlah, sesungguhnya setiap diri kalian sedang bermunajat dengan Tuhannya, maka janganlah kalian saling mengganggu satu sama lain, dan janganlah saling mengeraskan bacaan al-Qur'an sebagian kalian atas sebagian yang lain, -atau dia berkata- bacaan shalat.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Baihaqi, dan Ibnu Khuzaimah)

Adapun jika di dalam masjid tersebut tidak ada orang yang sedang shalat, atau orang-orang yang sedang shalat itu jauh posisinya, maka tidak apa-apa baginya untuk mengeraskan suaranya. Dari Ka’ab:

“Bahwasanya ia meminta Abu Hadrad melunasi hutangnya di dalam masjid, suara keduanya begitu keras hingga terdengar oleh Rasulullah Saw., padahal beliau Saw. berada di rumah (yang terletak di samping masjid). Lalu beliau keluar menemui keduanya, hingga tersingkap tirai kamarnya, kemudian beliau memanggil: “Wahai Ka'ab.” Ia berkata: ”Ya wahai Rasulullah.” Beliau Saw. berkata: “Tangguhkanlah dari sebagian hutangmu ini.” Beliau Saw. memberi isyarat kepadanya, yakni setengahnya. Ka’ab berkata: “Sungguh aku telah melakukannya wahai Rasulullah.” Beliau Saw. bersabda: “Maka berdirilah dan tunaikanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Suara keduanya begitu keras di dalam masjid, dan Rasulullah Saw. tidak mengingkari perbuatan keduanya itu.

Menjalinkan atau menyilangkan jari-jemari pun dimakruhkan di dalam masjid, berdasarkan hadits yang diriwayatkan bahwasanya Ka’ab bin ‘Ujrah berkata:

“Rasulullah Saw. menemuiku di dalam masjid, dan aku menjalinkan jari-jemariku. Lalu beliau Saw. berkata: “Wahai Ka’ab, jika engkau di dalam masjid maka janganlah engkau menjalinkan jari-jemarimu, karena engkau dalam keadaan shalat selama engkau sedang menunggu shalat.” (HR. Ahmad)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata: Abul Qasim Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian berwudhu di rumahnya, kemudian mendatangi masjid, maka dia dalam keadaan shalat hingga ia pulang, maka janganlah dia melakukan begini begini. Dan beliau menjalinkan jari-jemarinya.” (HR. al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah)

Begitu juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian berada di dalam masjid, maka janganlah ia menjalinkan jari-jemarinya, karena perbuatan seperti itu berasal dari setan. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian terus-menerus dalam keadaan shalat selama ia berada di dalam masjid hingga ia keluar darinya.” (HR. Ahmad)

Dimakruhkan menjadikan masjid sebagai tempat jual-beli, sama dimakruhkan pula mengadakan berbagai halqah (kumpulan melingkar) di dalam masjid pada hari Jum’at sebelum shalat. Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya:

“Bahwasanya Nabi Saw. melarang berkumpul melingkar pada hari Jumat sebelum shalat, dan melarang jual-beli di dalam masjid.” (HR. an-Nasai)

Diharamkan membuang dahak di lantai masjid maupun dindingnya. Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Nabi Saw. bersabda:

“Orang yang membuang dahak di dalam masjid itu sungguh telah melakukan kesalahan, dan kaffarahnya adalah ia harus mengubur dahaknya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dan Abu Dawud)

Adapun selain itu, yang tidak dianggap sebagai membuat keributan, dan yang tidak mengandung pelecehan terhadap masjid yang bisa menyalahi kewajiban untuk menghormati masjid dan memperhatikan adab-adabnya, maka tidak menjadi masalah.

Telah diriwayatkan berbagai perbuatan dan perkara yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya di dalam masjid sebagai dalil atas kebolehannya, yang kami ringkas sebagai berikut: tidur, makan, bersedekah kepada orang lain, meminta pelunasan hutang, permainan yang dibolehkan, dan mengobati orang sakit dan luka. Berikut ini kami sebutkan dalil-dalilnya:

a. Dari Ubadah bin Tamim dari pamannya:

“Bahwasanya dia melihat Rasulullah Saw. berbaring di dalam masjid, meletakkan salah satu kaki di atas kakinya yang lain.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Muslim)

b. Dari Sahal bin Sa'ad, ia berkata:

“Rasulullah Saw. datang berkunjung ke rumah Fathimah, dan beliau tidak mendapati Ali di rumah itu, lalu beliau bertanya: “Di manakah anak pamanmu?” Fathimah menjawab: “Antara aku dan dia terjadi pertengkaran, lalu dia marah kepadaku dan pergi keluar, dia tidak tidur siang di sisiku.” Beliau Saw. berkata kepada seseorang: “Carilah di mana dia.” Kemudian orang itu datang dan berkata: “Wahai Rasulullah, ia berada di dalam masjid sedang tidur.” Lalu Rasulullah Saw. datang ke masjid, sedangkan Ali dalam posisi berbaring, dan selendangnya jatuh dari bahunya sehingga dia terkena debu. Rasulullah Saw. mengusapnya, seraya berkata: “Berdirilah wahai Abu Thurab, berdirilah wahai Abu Thurab.” (HR. Bukhari)

c. Dari Abdullah bin al-Haris az-Zabidi, ia berkata:

“Kami suka makan roti dan daging di dalam masjid di masa Rasululah Saw.” (HR. Ibnu Majah)

d. Dari Abdurrahman bin Abu Bakar ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Apakah di antara kalian ada seseorang yang memberi makan orang miskin pada hari ini?” Abu Bakar ra. berkata: “Aku memasuki masjid, dan aku mendapati seorang peminta-minta yang sedang meminta sesuatu, lalu aku dapati sepotong roti di tangan Abdurrahman, kemudian aku mengambil roti itu dan memberikannya kepada sang peminta-minta.” (HR. Abu Dawud)

e. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi Saw., dan beliau sedang duduk di masjid bersama para sahabatnya. Lalu mereka berkata: “Wahai Abul Qasim, putuskanlah hukuman untuk seorang laki-laki dan perempuan yang berzina untuk masing-masing mereka.” (HR. Abu Dawud)

Sebelumnya telah disebutkan kisah Ka'ab yang meminta pelunasan hutang dari Ibnu Abi Hadrad, dan Rasulullah Saw. memberikan keputusan atas perkara itu.

f. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. memasuki masjid, dan (pada waktu itu) orang-orang Habsyah sedang bermain (yaitu mempertunjukkan keahlian bela diri, pen.), kemudian Umar mencela mereka. Maka Nabi Saw. berkata: ”Biarkanlah mereka wahai Umar, karena sesungguhnya mereka itu adalah keturunan arfidah.” (HR. Ahmad)

Yang dimaksud dengan ucapan beliau: keturunan arfidah adalah, bahwasanya permainan itu menjadi adat kebiasaan orang-orang Habsyi.

g. Dari Aisyah ra., ia berkata:

“Sa'ad terkena luka dalam Perang Ahzab pada urat tangannya, lalu beliau Saw. membuat kemah di masjid agar beliau mudah menjenguknya dari dekat...” (HR. Bukhari)

Seandainya kita mengetahui bahwa masjid adalah tempat tinggal orang-orang fakir dari kalangan kaum Muslim, yakni mereka yang disebut ahlus suffah, niscaya kita memahami bahwa berbagai aktivitas yang biasa dilakukan di rumah-rumah yang terkait dengan kehidupan, adalah boleh hukumnya dilakukan di masjid.
Seandainya kita ingat, bahwa Rasulullah Saw. -dan beliau adalah pemimpin negara- telah menjadikan masjid sebagai tempat (pusat) pemerintahan yang digunakannya untuk mengatur urusan negaranya, baik berupa mengutus sariyah (ekspedisi militer), pengiriman delegasi, menahan tawanan, menerima delegasi-delegasi, membagikan harta, menginstruksikan berbagai tugas kepada para gubernur, para amil dan para karyawannya, dan mendidik hukum-hukum agama pada kaum Muslim, maka kita akan memahami bahwa seluruh aktivitas kaum Muslim, baik rakyat ataupun penguasa, boleh dilakukan di dalam masjid. Oleh karena itu, amat keliru orang yang membatasi masjid hanya untuk sekedar melaksanakan shalat dan berbagai aktivitas yang terkait dengan ibadah ritual saja.

Apa yang ada di dalam masjid dan apa yang dilakukan oleh kaum Muslim di masjid pada masa sekarang ini, berupa membangun masjid dengan megah, lalu memenuhinya dengan perhiasan, menggantung ayat-ayat al-Qur’an dan menuliskannya pada dinding, meninggikan mimbar dan mihrab, sehingga tampak seperti istana yang megah dan auditorium yang indah dengan berbagai hiasan dan pernak-perniknya, maka hal ini telah menyalahi Sunnah, atau bahkan bisa sampai pada status haram, karena (jika) berbagai perkara seperti itu telah menggangu orang-orang yang shalat, menyibukkan dan melalaikan mereka dari shalat dan kekhusyu’an yang seharusnya ada dalam shalat.

Ibnu Abbas telah meriwayatkan dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Aku tidak diperintah untuk mengokohkan masjid. Ibnu Abbas berkata: “Niscaya kalian akan menghiasinya, sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani menghiasi tempat ibadah mereka.” (HR. Abu Dauwd)

Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Hari Kiamat tidak akan terjadi hingga orang-orang bermegah-megah di dalam masjid.” (HR. Ahmad dan Darimi)

Ummu Utsman binti Sufyan meriwayatkan, bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Sesungguhnya tidak boleh ada sesuatu di dalam al-bait ini yang bisa melalaikan/mengganggu orang yang shalat.” (HR. Ahmad)

Dan al-bait di sini maksudnya adalah Masjidil Haram.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam