Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 26 Juli 2017

Bilangan Jamaah yang Harus Dipenuhi dalam Jum'at



Jum’at itu seperti (shalat) jamaah, yang sah dilakukan oleh dua orang saja. Dan setiap kali bilangannya lebih banyak maka Jum’at tersebut lebih utama. Akan tetapi dengan keberadaan dua orang ini atau lebih dan mewajibkan mereka untuk melaksanakan shalat Jum'at, itu harus dilakukan di kota atau desa atau sekumpulan penduduk, bukan di lingkungan nomaden, lading, atau tanah lapang (jauh dari kota atau desa). Sebab, orang-orang nomaden, penghuni sahara dan yang tinggal di lading, tidak wajib atas mereka untuk melaksanakan shalat Jum’at walaupun jumlah mereka banyak. Jum’at tidak wajib kecuali bagi penduduk negeri dan kota, sebagaimana yang kami sebutkan sebelumnya.

Mengenai persoalan yang diperdebatkan oleh para ahli fikih terkait jumlah yang harus dipenuhi untuk wajibnya shalat Jum’at, itu semua adalah hasil kesimpulan yang tidak digali dan disandarkan pada nash-nash yang layak dijadikan sebagai dalil. Tidak ada satu hadits pun yang menetapkan jumlah yang harus dipenuhi dalam Jum’at, tidak ada satu hadits pun yang menentukan bilangan tertentu, yang mensyaratkan bilangan tertentu untuk sahnya pelaksanaan shalat Jum’at. Apa yang disebutkan dalam hadits terkait penyebutan bilangan orang, hal itu tidak lebih sekedar menggambarkan fakta yang terjadi, bukan sebagai syarat, atau bisa juga disebutkan dalam riwayat-riwayat yang lemah yang tidak layak dijadikan dalil. Contohnya:

1) Dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dari ayahnya:

“As'ad menjadi orang pertama yang mengumpulkan kami di Madinah sebelum kedatangan Rasulullah Saw., di suatu lembah dari lahan (milik) Bani Bayadhah di Naqi’, yang disebut al-Khudhummat. Aku bertanya:

“Berapa jumlah kalian waktu itu?” Dia menjawab: “Empat puluh orang.” (Riwayat Baihaqi dan Daruquthni)

Lafadz hurrah artinya tanah yang ditutupi batu berwarna hitam, dan hurrah Bani Bayadhah ini terletak sejauh satu mil dari kota Madinah.

2) Dari Jabir:

“Bahwa Nabi Saw. berkhutbah dengan berdiri pada hari Jum'at. Lalu datanglah kafilah dagang dari Syam, maka orang-orang pun berhamburan pergi ke arahnya hingga tidak tersisa kecuali dua belas orang saja.” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

Hadits yang pertama menyebutkan jumlah empat puluh, dan pada hadits yang kedua disebutkan berjumlah dua belas, maka kedua jumlah ini telah disebutkan dalam dua teks hadits ini, tetapi tidak disebutkan yang manakah dari keduanya yang menjadi syarat wajibnya Jum’at, sehingga realita yang terjadi dalam hadits ini tidak bisa serta-merta menjadi syarat. Dengan demikian, tidak bisa disimpulkan dari dua nash hadits ini bahwa shalat Jum’at itu disyaratkan harus terpenuhi jumlah empat puluh orang atau terpenuhi jumlah dua belas orang. Dan seperti:

1) Dari Jabir, dia berkata:

“Sunnah telah berlaku bahwa pada setiap tiga orang harus ada seorang imam, dan pada setiap empat puluh orang dan selebihnya itu ada Jum'at, Idul Fitri, dan Idul Adha. Hal ini karena mereka adalah satu jamaah.” (Riwayat Ahmad, an-Nasai, Daruquthni, Ibnu Hibban dan Baihaqi)

2) Dari Ummu Abdillah ad-Dusiyah ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jum’at itu menjadi suatu kewajiban atas setiap penduduk desa walaupun di dalamnya tidak ada kecuali hanya empat orang saja.” (HR. Baihaqi)

3) Dari Abu Umamah bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Atas lima puluh orang itu ada kewajiban Jum'at, dan tidak ada kewajiban Jum'at apabila bilangan orangnya di bawah jumlah tersebut.” (HR. Daruquthni)

Inilah tiga teks hadits yang menyebutkan jumlah sebagai syarat sah Jum'at. Namun, selain mengandung pengertian yang saling bertentangan, hadits-hadits ini juga memiliki sanad yang lemah, yang sama sekali tidak layak untuk dijadikan hujjah.
Hadits yang pertama telah dilemahkan oleh jumhur para hafidz hadits. Imam Baihaqi berkata: “hadits serupa ini tidak boleh dijadikan hujjah.”
Hadits yang kedua telah dilemahkan oleh Baihaqi sendiri,
dan hadits yang ketiga telah dilemahkan oleh Daruquthni sendiri karena di dalam sanadnya terdapat Ja'far bin Zubair. Daruquthni berkata: dia seorang matruk.
Ini semua adalah hadits-hadits yang lemah (dhaif) yang tidak boleh dijadikan hujjah, sehingga tidak layak sama sekali dijadikan sebagai dalil.

Sedangkan apa yang diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa dia mensyaratkan empat puluh orang -dalam satu riwayat-, dan mensyaratkan lima puluh orang -dalam riwayat yang lain-, maka hal itu tidak layak dijadikan sebagai dalil, karena perkataan para tabi'in dan orang-orang setelah mereka bukanlah dalil.

Ringkasnya, saya katakan bahwa semua yang dinyatakan terkait penetapan syarat jumlah, itu tidak ada dalilnya sama sekali.

Mendapati Satu Rakaat Jum'at Meniscayakan Mendapatkan Shalat Jum'at

Barangsiapa yang mendapati satu rakat dari dua rakaat (shalat) Jum'at maka dia telah mendapatkan shalat Jum'at, dan dia harus menyelesaikan shalatnya dengan melakukan rakaat yang kedua saja (menggenapinya). Namun, orang yang mendapati kurang dari satu rakaat, seperti orang yang mendapati imam dalam keadaan sujud pada rakaat yang kedua, atau imam sedang duduk tasyahud, maka dia tidak mendapati shalat Jum'at. Karena itu dia wajib shalat empat rakaat, yakni shalat dhuhur. Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw., bersabda:

“Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat shalat maka dia telah mendapatkan shalat.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang mendapati satu rakaat dari Jum'at maka hendaklah dia menyelesaikan rakaat shalat (sisanya) yang lain.” (HR. al-Hakim)

Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah dikatakan:

“Barangsiapa yang mendapati dari shalat Jum'at satu rakaat saja, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan shalat.”

Dari Ibnu Mas'ud ra. ia berkata:

“Barangsiapa yang mendapatkan dari shalat Jum'at satu rakaat, maka hendaknya dia menambahkan rakaat yang lain padanya. Dan barangsiapa yang luput darinya dua rakaat tersebut maka hendaknya dia shalat empat rakaat.” (Riwayat Thabrani)

Tirmidzi berkata: “dan yang biasa dilakukan menurut sebagian besar ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Saw. dan sebagainya, mereka berkata: barangsiapa yang mendapati satu rakaat dari shalat Jum'at maka hendaklah dia menyelesaikan rakaat shalat yang lainnya, dan barangsiapa yang mendapati jamaah shalat dalam keadaan duduk, maka hendaklah dia shalat empat rakaat.”

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam