Betapa hancurnya hati
seorang mualaf ini melihat kekasihnya yang seorang Muslim sejak lahir
dipergokinya berselingkuh dengan perempuan lain. Padahal masih terbayang,
ketika dirinya mengucap dua kalimat syahadat tiga bulan sebelumnya mendapat
penentangan keras dari orangtua bahkan diancam untuk dibunuh, tetapi sang
pujaan kini malah berpaling.
Sumpah serapah bukan
hanya dialamatkan kepada lelaki tersebut tetapi agama Islam -yang sebenarnya
mengharamkan pacaran apalagi selingkuh- diseret-seret. Bahkan puncaknya gadis
ini ingin kembali ke agama Kristen. Untung saja temannya membujuk untuk menunda
keputusan tersebut dan sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu ke Yayasan Irena
Center.
Setelah turut menangis
mendengar curhatan gadis tersebut, Pimpinan Irena Center Ustadzah Irena Handono
berkata ”Alhamdulillah”. Gadis itupun
bertanya mengapa malah bersyukur. "Karena lelaki itu bukanlah jodoh yang
pantas buat kamu! Yakinlah Allah memberikan jodoh yang jauh lebih baik dari
orang itu," jawab Irena yang kemudian langsung menjelaskan akidah Islam
yang berlandaskan tauhid.
Dan masuk Islam
semestinya semata-mata karena menerima kebenaran akidah dan ajarannya, bukan
karena lelaki yang dicintainya atau motif apapun. Jadikanlah cinta kepada Allah
di atas segala-galanya. Kemudian secara rutin gadis itu mengikuti pembinaan
mualaf untuk memperkokoh iman.
Selain gadis itu,
Irena Center kerap didatangi oleh mualaf lainnya dengan berbagai masalah yang
dihadapinya; mulai dari ancaman, penyiksaan, dan kehilangan harta bahkan nyaris
kehilangan nyawa.
Kepada para mualaf
yang datang, Irena kerap menyatakan Irena Center bukan lembaga keuangan. ”Saya
tekankan kepada para mualaf dan juga yang lainnya. Irena Center adalah lembaga think tank, lembaga pemikiran, bukan lembaga
keungan, jadi kalau untuk mencari uang bukan di sini tempatnya,” tegas Irena.
Menurutnya, Irena Center fokus pada pembinaan mualaf yang diarahkan pada empat
hal. Pertama, sterilisasi akidah dari
pemahaman yang menodai fitrah. Kedua,
sinkronisasi penyampaian pesan wahyu. Ketiga,
stabilisasi menyampaikan ajaran Islam dengan metode dan cara penyampaian yang
dapat dinalar dan diterima oleh hati nurani. Kelima,
standarisasi pengamalan wahyu.
Memantapkan
Akidah
Banyaknya orang yang
masuk Islam patut disyukuri namun sayangnya, banyak mualaf yang kurang kokoh
akidahnya lantaran pembinaannya tidak terstandarisasi. Contohnya ada yang hanya
mengajarkan Buku Iqra. Iqra ini kan sebenarnya buku yang mengajarkan baca tulis
huruf Hijaiyah, huruf Al-Qur’an. Belajar Iqra berarti masih belum belajar
akidah Islam, belum belajar tentang Islam itu sendiri.
Ada juga yang hanya
diajari bersuci, shalat dan puasa tetapi tidak dimantapkan akidahnya. Padahal
yang sangat diperlukan mualaf adalah pemantapan akidah. "Sehingga mantap
tidak ada keraguan sedikitpun merubah keyakinannya yang trinitas menjadi tauhid.
Sehingga seperti Bilal, meski dicoba dengan kemiskinan dan siksaan seperti
apapun tetap tidak goyah imannya,” ujar Irena.
Jadi kalau sekadar
sampai tamat Iqra saja tidak cukup. Karena masalah mendasar secara kongkret,
mualaf ini rata-rata Iemah dalam pemahaman Islamnya, kalau dia tidak mencari
ilmu sendiri. Sehingga di antara mereka kemudian ada yang ingkar kembali, salah
satunya seperti yang nyaris dilakukan seorang gadis yang disinggung di awal.
Latar belakang itulah
yang membuat Irena yang sebelum masuk Islam adalah seorang biarawati, mengalami
sulitnya mendapatkan pembinaan mualaf sehingga harus jungkir balik belajar
sendiri. ”Maka saya berpikir, jangan deh pengalaman sulit yang saya alami terus
berulang kepada mualaf-mualaf berikutnya," ujarnya menyebut salah satu
latar belakang didirikannya Irena Center.
Maka, pada 27 Rajab
1425 H/ 12 September 2004 berdirilah yayasan, dimuat dalam akta Notaris No.1
tertanggal 4 Oktober 2004 dibuat di hadapan H Syarif Siangan Tanudjaya SH,
untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya. Berlokasi di Perumahan Taman
Villa Baru Blok D/5 Pekayon Jaya, Bekasi.
Irena Center
berasaskan Islam, bergerak dalam bidang dakwah Islam sebagai organisasi
independen dan non-pemerintah. Sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang
dakwah Islam, pada aktivitasnya Irena Center memprioritaskan pada bidang Kajian
Perbandingan Agama dan kegiatan pembinaan umat Islam khususnya mualaf. Motto
lembaga adalah Pembentengan Aqidah Ummat dan Pembinaan Mualaf.
Di awal berdirinya,
mualaf yang datang bisa dihitung dengan jari. Namun saat ini, ada sekitar 500
mualaf yang tengah dibinanya. Menurutnya, mualaf itu hanya status sementara.
Sehingga lamanya mualaf yang dibina Irena Center beragam waktunya.
”Bisa saja ada yang
cukup cuma tiga bulan, setahun, ada juga yang sudah lima tahun tidak
selesai-selesai jadi mualaf," ujarnya yang mengaku umumnya yang tingkat
pendidikannya lebih tinggi lebih cepat meninggalkan status mualafnya.
Umumnya mualaf yang
datang diantar oleh orang yang menolongnya. Dalam pembinaan, Irena melibatkan
orang yang menolongnya tersebut. Di antaranya untuk membimbingnya shalat dan
memberikan tempat bernaung untuk sementara. Karena tidak sedikit mualaf itu diusir
oleh keluarga besarnya.
Karena semakin banyak
mualaf yang datang dan orang yang menolongnya juga tak dapat menampung,
akhirnya Irena berinisiatif membangun Pondok Pesantren Muallafah di Sentul
Bogor. Pembangunannya pun bertahap sejak dua tahun lalu.
”Itu pondok bukan
milik saya pribadi tetapi milik kita, umat Islam. Kita juga yang membangun
ponpes itu, sekarang yang sedang dibangun adalah mushala dan gedung serba guna.
Sedangkan yang belum dibangun adalah asrama untuk mualafah,” ujarnya. [] joko prasetyo
Hj
Irena Handono, Pendiri Irena Center
Ustadzah
Mantan Biarawati
Hj Irena binti
Handono, dilahirkan di Surabaya tanggal 30 Juli 1954 dengan nama kecil Han Hoo
Lie, kemudian menjadi Irena Handono. Hidup di lingkungan keluarga berada yang
taat beragama Katolik di Surabaya Jawa Timur. Aktivitasnya di gereja
mendorongnya terpilih sebagai Ketua Legio Maria. Lembaga Katolik lain yang
pernah digelutinya adalah Biarawati, Seminari Agung (Institut Filsafat Teologia
Katolik) dan Universitas Katolik Atmajaya Jakarta. Ketertarikan dan
keterlibatanya secara sungguh-sungguh dalam dunia pemikiran khususnya
perbandingan agama membuatnya dapat menerima cahaya kebenaran Islam.
Tahun 1983 Masjid
Al-Falah, Surabaya menjadi saksi sejarah. Di hadapan KH Misbach seorang
pahlawan dan Ketua MUI Jawa Timur saat itu dan disaksikan oleh seluruh jam'aah,
Irena Handono berikrar masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sejak saat itu semua atribut dan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama
sebelumnya ditanggalkan dan dihilangkan.
Jika sebelumnya adalah
taat di atas nilai Katolik kini taat di atas nilai Islam. Hidupnya
dipersembahkan dalam jalan dakwah, mengajak umat agar bangga menjadi Muslim
dengan menjalankan semua perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT.
Sempurnanya rukun Islam ditaati ketika pergi haji pada tahun 1992, kemudian
menjadi pembimbing haji enam tahun kemudian.
Kesungguhanya dalam
dakwah diwujudkan melalui beberapa lembaga yang bisa menyalurkan visi dan misi
hidupnya, di antaranya ICMI, PITI, AL-Ma'wa (Pembina Mualaf) Surabaya, Pengasuh
Majlis Ta'lim Al-Muhtadin Jakarta, Forum Komunikasi Lembaga Pembina Mualaf (FKLPM
), Forum Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi (FORGAPP), Lembaga Advokasi
Muslim (LAM), Gerakan Muslimat Indonesia (GMI) dan (MAAI) Majlis Ilmuwan
Muslimah se-Dunia Cabang Indonesia. Irena Center melengkapi semua lembaga yang
pernah didukungnya. [] selly sety
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 141
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar