Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 10 Juni 2017

Liberalisasi Dan Pluralisme Tak Sekadar Ancaman



Ingin tahu corak kebijakan rezim Jokowi-JK? Lihatlah kebijakannya di awal pemerintahannya. Kenapa? Dari situlah mereka membangun pondasi selama memerintah negeri ini.

Baru sekitar satu setengah bulan memerintah, rezim Jokowi membuat berbagai kehebohan. Harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan di hari ke-28 pemerintahannya. Lho, kok cepat amat?

Usut punya usut, rezim Jokowi telah lama memendam syahwat liberalisasi di sektor minyak dan gas. Meneer-meneer asing telah lama kebelet agar subsidi BBM dicabut agar mereka bisa segera meraih untung dari berjualan bensin dan solar eceran di Indonesia. Sudah lima tahun lebih, pom-pom bensin mereka merugi karena pengendara lebih memilih pom bensin Pertamina karena harga bensin dan solarnya lebih murah.

Tak mengherankan, meski tak masuk di akal karena harga minyak dunia sedang anjlok, rezim Jokowi dengan entengnya mencabut subsidi BBM. Pom bensin asing pun menyambut gembira. Benar, kini banyak pengendara kendaraan mampir ke pom bensin merek asing tersebut.

Ini adalah implementasi paket liberalisasi ekonomi yang didesakkan oleh dunia internasional (baca: Barat) melalui lembaga-lembaga internasional. Dan itu, bukan tanpa biaya. Lembaga seperti IMF, Bank Dunia, ADB, dan USAID sudah menggelontorkan beberapa milyar dolar dalam bentuk utang untuk menyukseskan liberalisasi ini sejak masa reformasi.

Memang, perjalanan liberalisasi ini tak seperti diharapkan pada masa sebelumnya. Maka, begitu Jokowi berkuasa, semua proses liberalisasi mendapat angin. Semua dibuka. Bahkan tak hanya itu, kini pun Indonesia bergabung bersama negara-negara ASEAN dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Apa yang dilakukan rezim Jokowi ini sejalan dengan ideologi (kapitalisme) neoliberal di bawah pimpinan AS yang saat ini mendominasi dunia. Liberalisasi perdagangan sudah berjalan dan akan makin sempurna dengan implementasi perdagangan bebas baik di tingkat ASEAN, Asia Pasifik maupun dunia," kata Yahya Abdurrahman, Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI.

Menurutnya, liberalisasi pengelolaan SDA khususnya migas di sektor hulu dan hilir bisa dikatakan mendekati sempurna. ”Ini menunjukkan liberalisasi migas makin total. Berarti liberalisasi ekonomi juga makin total,” jelasnya.

Sekulerisasi dan Pluralisme

Tak hanya di bidang ekonomi, kran liberalisasi pun dibuka lebar-lebar di bidang pendidikan, budaya, bahkan perilaku dan pemikiran.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melontarkan gagasan penghapusan kolom agama di KTP. Pencantuman agama di KTP dianggap bentuk diskriminasi dan pemaksaan. Namun setelah publik bereaksi keras, lantas dikoreksi bahwa maksudnya bahwa pencantuman agama di KTP tidak harus. Ketika publik masih bereaksi keras, lantas diubah lagi bahwa maksudnya selain pemeluk enam agama yang diakui boleh mengosongkan kolom agama.

Tak lama berselang, ada lagi lontaran agar UU Perkawinan direvisi, khususnya ketentuan bahwa perkawinan dianggap sah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan agama. Targetnya agar perkawinan dianggap sah jika sesuai dengan ketentuan negara, yakni ketentuan administrasi. Jadi yang diinginkan bahwa sah tidaknya sebuah perkawinan tidak ada kaitannya lagi dengan agama.

Kemudian ada lagi lontaran ngawur untuk mengesahkan dan mengakui Baha'i sebagai agama. Padahal jelas-jelas Baha'i telah menistakan agama, khususnya Islam. Bisa jadi kalau itu terjadi, Ahmadiyah pun akan minta diakui. Beragam aliran kepercayaan bahkan aliran sesat juga akan ramai-ramai minta diakui. Setelah publik Muslim bereaksi keras, lontaran itu pun padam.

Muncul pula gagasan mengatur penyiaran agama di ruang publik. Lontaran itu mencuat sebagai bagian dari RUU PUB (Perlindungan Umat Beragama). Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membenarkan jika saat ini Kementerian Agama sedang mempersiapkan RUU PUB. RUU akan mengatur perIindungan warga setidaknya dalam dua hal, yaitu memeluk agama dan menjalankan ajaran agama.

RUU tersebut akan mengatur sejumlah hal penting, termasuk konsep penyiaran agama. RUU yang diharapkan selesai April 2015, isi dan bentuknya masih belum jelas. Namun sebagian pihak sudah mengingatkan agar isinya bukan memberangus dakwah dan kontrol terhadap penguasa dengan alasan pengaturan penyiaran agama di ruang publik, misalnya. Jika itu yang terjadi nanti, sama saja mengontrol ceramah, khutbah, tabligh akbar, dsb. Ketika ada reaksi negatif dari publik atas ide mengontrol siaran agama (ceramah), buru-buru dinafikan. Katanya, maksudnya tidak seperti itu.

Terakhir, baru-baru ini Dirjen Bimas Islam Kemenag, Machasin, mengatakan umat Muslim boleh saja mengenakan atribut Natal. Bahkan untuk kepentingan bisnis sekalipun. Katanya hanya untuk menghargai agama lain saja.

Reaksi keras pun bermunculan dari publik. Sekjen Kemenag Nur Syam akhirnya angkat bicara, tidak mendukung pemakaian atribut Natal bagi karyawan Muslim. Menurutnya, para karyawan harusnya hanya diwajibkan memakai seragam kantornya.

Sementara itu, Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengatakan, kementeriannya sedang mengevaluasi proses belajar mengajar di sekolah-sekolah negeri. Salah satunya terkait tata cara membuka dan menutup proses belajar. "Saat ini kita sedang menyusun, tatib soal aktivitas ini, bagaimana memulai dan menutup sekolah, termasuk soal doa yang memang menimbulkan masalah. Ini sedang direview dengan biro hukum,” katanya.

Menurut Anies, sekolah negeri bukanlah tempat untuk mempromosikan keyakinan agama tertentu. Sesuai dengan asas pemerintah menjamin kemerdekaan beragama di Indonesia, sekolah seharusnya memberikan kesetaraan bagi penganut agama lainnya. ”Sekolah negeri menjadi sekolah yang mempromosikan sikap berketuhanan yang Maha Esa, bukan satu agama," katanya. (detiknews, 1/12/2014)

Terang saja, niat Anies itu diprotes banyak pihak. Akhirnya, mantan Rektor Universitas Paramadina itupun mengelak dengan mengatakan bahwa tidak berencana melanjutkan penyusunan tata tertib (tatib) terkait tata cara membuka dan menutup proses belajar mengajar di sekolah dengan berdoa. "Tidak tahu tatib itu akan dibikin apa tidak. Itu baru wacana," kata Anies.

Entah, gagasan apa lagi yang akan muncul dari rezim Jokowi-JK. Yang jelas, kini liberalisasi dan sekulerisasi sudah terang-benderang terjadi di depan mata!

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 141 Desember 2014 – Januari 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam