Akhir Februari, kabar
mengejutkan sekaligus mengerikan datang dari Tangerang Selatan. Puskominfo
Polda Metro Jaya (24/2/2015) melansir, seorang begal dihakimi massa setelah
tertangkap basah menjalankan aksinya di Kecaa matan Pondok Aren, Tangerang
Selatan. Massa yang sudah sangat resah dan geram dengan maraknya kasus
pembegalan, menelanjangi begal itu, menggebuki ramai-ramai, lalu membakarnya
hidup-hidup hingga hangus. Keresahan dan kegeraman warga dapat dipahami, sebab
faktanya, kasus pembegalan yang terjadi memang sangat banyak.
Kapolda Metro Jaya
Irjen Polisi Unggung Cahyono mengungkapkan, sepanjang tahun 2015, jumlah pelaku
begal yang sudah tertangkap mencapai 93 orang. Tujuh di antaranya ditembak mati
karena nekat melakukan perlawanan.
Puskominfo Polda Metro
Jaya juga mengabarkan, Senin (23/2/2015), seorang begal yang tertangkap di
Kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, dihakimi warga hingga kakinya pincang.
Sementara itu, lima kasus pembegalan juga terjadi di wilayah Depok, Jawa Barat.
News.detik. com
(28/2/2015) memberitakan, Polres Karawang berhasil mengungkap mafia pencurian
kendaraan bermotor. Tak tanggung-tanggung, ada 120 motor curian yang diamankan.
"Kami tangkap
pelaku pencurian dengan kekerasan dengan modus pepet rampas. Korban perempuan
remaja. Hasil penangkapan kita kembangkan ke Desa Cilempung. Ternyata di sana
banyak sekali kendaraan roda dua yang bodong, jadi kami amankan," jelas Kapolres
Karawang AKBP Daddy Hartadi.
Memprihatinkan
Paling tidak ada tiga
hal yang perlu diperhatikan. Pertama,
persoalan ini tidak hanya disebabkan oleh kurangnya penegakan hukum dari pihak
polisi, tapi juga hukumnya itu sendiri yang bermasalah. Betapa banyak aksi
begal selama ini dilakukan tanpa disertai rasa takut pelakunya, karena memang
sanksi yang dibuat-buat dalam UU kurang menimbulkan efek cegah.
Jadi wajar jika
masyarakat merasa tidak mendapat keadilan dari UU karangan manusia, buktinya ya
pembakaran yang terjadi di Tangerang Selatan tempo hari itu.
Dalam khazanah fiqih,
begal dikenal dengan sebutan quththa ath-thariq.
Dalam Islam, hukuman bagi pelaku begal secara umum dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Al-Maidah 33, yakni hukuman mati, hukuman salib, hukuman potong tangan
dan kaki secara menyilang, dan diasingkan dari kampung kediamannya.
Kedua, Himpitan ekonomi di tengah-tengah
masyarakat yang semakin hari semakin keras telah menjadikan laju peningkatan
tindak kejahatan begal semakin meningkat.
"Rasulullah
bersabda, “kaada al-faqru an yakuuna kufran” hampir-hampir kemiskinan itu
menjadi sebab kekufuran. Artinya, banyak orang bisa jadi mengkufuri ayat-ayat
Allah dan melakukan tindakan kejahatan lantaran kondisi miskin yang
menghimpitnya. Sehingga kita bisa saksikan dan rasakan, semakin berat himpitan
ekonomi suatu masyarakat maka itu akan memicu meningkatnya tindak kejahatan di
tengah-tengah mereka.
Ketiga, tindakan main hakim sendiri tidak
dibenarkan dalam Islam, meskipun hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku sesuai
syariat. Perkataan Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi menyatakan “Umat Islam telah
bersepakat bahwa rakyat tidak memiliki wewenang dalam menerapkan hudud atas para pelaku kejahatan.”
Bahkan jika aksi main
hakim sendiri tersebut menyebabkan kematian pelaku begal, bisa menjadi delik
hukum untuk ditegakkan qishash atas mereka yang membunuhnya, jika pelaku begal
tidak sampai membunuh korbannya. Sebab, yang demikian itu tergolong pembunuhan
tanpa alasan yang dibenarkan.
Solusi
Begal
Ketua Lajnah
Tsaqofiyah DPD 1 HTI Jatim, Azizi Fathoni mengatakan, permasalahan begal adalah
permasalahan cabang. Persoalan itu tidak bisa lepas dari
permasalaha-permasalahan cabang terkait lainnya. Seperti ekonomi kapitalis yang
merugikan si miskin, pendidikan yang tidak membentuk kepribadian Islam secara
utuh, media massa yang kerap menampilkan kekerasan, orientasi hidup pada
kenikmatan jasadiyah semata, budaya
serba-boleh, hukum buatan manusia yang penuh cacat dan penegakannya yang
diwarnai keculasan, serta tidak adanya aspek ruhani dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
”Nah, maka solusi
Islam dalam menangani maraknya begal ini, tidak bisa dilepaskan dari solusi
Islam dalam menangani semua permasalahan-permasalahan cabang lainnya yang
terkait. Sehingga, dibutuhkan penerapan Islam di seluruh aspek kehidupan,
sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara dalam sebuah institusi bernama
khilafah," ungkap Azizi.
Fenomena begal ini
juga menunjukkan betapa sebenarnya kebutuhan masyarakat terhadap syariah dan
khilafah semakin besar.
Azizi mengutip
perkataan seorang imam besar dari kalangan tabi'ut tabi'in Abdullah Ibn
Al-Mubarak, "Jika saja bukan karena keberadaan khilafah, niscaya jalanan
menjadi tidak aman dan yang lemah di antara kita akan menjadi mangsa bagi yang
kuat."
Ia menjelaskan,
Abdullah Ibn Mubarrak hidup antara tahun 118 H sampai 181 H. Itu berarti,
keamanan jalanan dari berbagai ancaman begal atau perampok, serta keamanan kaum
lemah dari penindasan kaum yang kuat, adalah perkara yang dirasakan secara
nyata oleh Abdullah Ibn Mubarrak selama hidup di bawah naungan khilafah.
”Beliau sadar betul
bahwa jaminan keamanan tersebut hanya mampu terealisasi dengan diterapkannya
syariah dalam naungan khilafah,” jelasnya.
Terakhir, ia
mengingatkan tentang pentingnya khilafah melalui salah satu hadits Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, ”Demi Allah, sungguh perkara ini (perluasan
kekuasaan Islam) akan sempurna, hingga seseorang yang melakukan perjalanan dari
Shan’a ke Hadhramaut, tidak mengalami ketakutan apapun kecuali hanya kepada
Allah SWT, tidak pula mengkhawatirkan serigala akan mengganggu
kambingnya."
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 146, Maret 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar