Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 09 Juni 2017

Hukuman Mati Sesuai Sistem Islam, Perlu!


ilustrasi dakwah kewajiban sistem syariah Islam

Wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan Pimpinan Pondok Pesantren Hamfara, Bantul, DIY Shiddiq al-Jawi. Berikut petikannya.

Bagaimana dalam pandangan Islam hukuman mati terhadap pengedar narkoba?

Dalam Islam, boleh hukumnya pengedar narkoba dijatuhi sanksi hukuman mati. Jenis sanksinya disebut ta'zir, yaitu sanksi syariah yang untuk kejahatan (jarimah) yang tidak ada dalilnya secara khusus. Kalau ada dalilnya, tidak termasuk ta'zir.

Misalnya, hukuman cambuk 100 kali untuk orang yang berzina yang ghairu muhshan (belum nikah), ini ada dalilnya, yaitu QS. An-Nuur: 2. Ini termasuk huduud. Atau hukuman qishash (hukuman mati) untuk pelaku pembunuhan, ini ada dalilnya, yaitu QS Al-Baqarah: 178. Ini termasuk jinayat.

Nah, kalau ta'zir, adalah sanksi untuk kejahatan yang tidak ada dalilnya secara khusus, tapi yang jelas kejahatan itu berupa kemaksiatan, baik berupa tindakan meninggalkan yang wajib, seperti tak berpuasa Ramadhan, atau melakukan yang haram, misalnya korupsi. Nah, mengedarkan narkoba termasuk ta'zir ini. Jenis sanksinya berdasarkan berat ringannya kejahatannya, atau bahaya yang ditimbulkannya.

Namun ada yang berpendapat hukuman mati itu melanggar HAM. Tanggapan Anda?

Begini, hukuman mati itu memang tergantung cara pandangnya. Kalau kacamata HAM ala Barat yang dipakai, boleh jadi hukuman mati dianggap melanggar nilai kemanusiaan. Tapi kalau bagi umat Islam, tentu kacamatanya harus Islam yang bersumber Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan kacamata yang lain, seperti HAM, demokrasi, kebebasan, dsb.

Dalam Islam, membunuh jiwa orang lain (termasuk hukuman mati) hukum asalnya memang haram, kecuali ada alasan yang haq (dibenarkan syariah Islam) (QS Al-An'aam: 151). Jadi, hukuman mati itu tidak boleh, kecuali yang dibolehkan menurut syariah Islam. Misalnya, hukuman mati berupa qishash, atau rajam bagi pelaku zina yang muhshan (sudah nikah), termasuk hukuman mati yang termasuk ta'zir, seperti hukuman mati untuk pengedar narkoba.

Ada juga yang menyatakan, meski sudah banyak yang dihukum mati tetap saja banyak yang melakukan tindak kejahatan. Tanggapan Anda?

Lho, apakah kalau begitu berarti hukuman mati dihapuskan saja? Justru cara berpikirnya harusnya dibalik menjadi begini, "wong ada hukuman mati saja masih banyak kejahatan, apalagi kalau hukuman mati dihapuskan. Betul tidak?"

Jadi begini, hukuman mati memang bisa saja tidak efektif memberikan efek jera. Penyebabnya banyak faktor. Itu harus dikaji dulu secara mendalam, bukan lantas buru-buru hukuman matinya yang dihapuskan. Dangkal sekali itu cara berpikir seperti itu.

Lantas, apakah pelaksanaan hukuman mati (baik narkoba ataupun kasus lain) di Indonesia sudah benar sesuai syariah Islam?

Tidak sesuai syariah Islam. Baik untuk kasus narkoba atau kasus lainnya, seperti terorisme. Semua hukuman mati yang ada di Indonesia tidak sah menurut syariah Islam, dan masih termasuk dalam pembunuhan yang diharamkan dalam ajaran Islam.

Mengapa?

Karena hukuman mati dan juga seluruh sanksi pidana lainnya ('uqubat), baru sah menurut Islam jika terpenuhi dua syarat. Pertama, hukuman mati itu wajib berdasarkan syariah Islam saja, bukan berdasarkan hukum lainnya, seperti KUHP, atau berbagai perundang-undangan lainnya, misalnya UU Penanggulangan Terorisme, UU Narkoba, dsb. Semuanya adalah hukum kufur, bukan hukum syariah Islam.

Mengapa wajib berdasar syariah saja?

Karena dalilnya jelas, yakni membunuh itu dilarang, kecuali dengan alasan yang benar (QS Al-An'aam: 151), maksudnya dengan alasan yang dibenarkan oleh syariah Islam. Jadi kalau dibenarkan KUHP, tidak cukup. Harus dibenarkan syariah Islam.

Kedua, hukuman mati itu dilaksanakan hanya oleh khalifah (imam/kepala negara Islam) atau wakilnya. Tidak boleh hukuman mati dilakukan oleh perorangan atau kelompok atau pemerintah, yang bukan pemerintahan khilafah yang dipimpin oleh khalifah (imam/kepala negara Islam).

Hal ini sudah disepakati oleh seluruh fuqaha tanpa kecuali. Dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah disebutkan, "Ittifaqal fuqahaa‘ 'ala annahu laa yuqiimul hadda illal imaamu au naa’iubuhu.” Artinya, seluruh ahli fiqih telah sepakat bahwa tidak boleh menegakkan huduud, kecuali imam (khalifah) atau wakilnya. (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, 17/144).

Nah, faktanya pemerintahan di Indonesia bukan sistem khilafah, tapi sistem republik. Jadi, hukuman mati yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, tidak sah menurut syariah Islam. Maka menurut saya, hukuman mati di Indonesia perlu disyariahkan, dengan memenuhi dua syarat tersebut.

Kenapa hanya Khalifah dan wakilnya yang berhak menjalankan hukuman mati?

Karena itulah yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagai kepala negara Islam dan juga yang dilanjutkan oleh para khalifah sesudah Beliau sebagai kepala negara khilafah.

Bolehkan menunda eksekusi hukuman mati? Mengingat di negeri ini banyak terpidana mati yang sudah bertahun-tahun bahkan belasan tahun belum juga dieksekusi.

Menunda eksekusi hukuman mati tidak boleh menurut syara'. Ada kaidah fiqih yang bunyinya: al ashlu annal jaani yuhaddu fauran ba'da tsubuut al hukm duuna ta‘khiir. Artinya, hukum asal yang ada ialah terpidana harus dijatuhi had dengan segera setelah tetapnya keputusan hukum (vonis) tanpa penundaan. (Al-Mausu'ah Al-Jina'iyyah Al-Islamiyyah 1/196). Bahkan Imam Ibnu Qudamah mengatakan, ”Menunda pelaksanan had bagi terpidana yang sakit, tidak boleh.” (wa amma ta‘khiirul had lil mariidh fa-fiihi man'un). (Al-Mughni, 12/443).

Mohon jelaskan fungsi sanksi dalam Islam beserta dalilnya? Fungsi sanksi dalam Islam ada dua; pertama, sebagai zawajir, artinya pemberi efek jera atau mencegah masyarakat melakukan kejahatan serupa. Artinya, jika suatu sanksi dijatuhkan, misalnya qishash untuk kasus pembunuhan diharapkan akan membuat masyarakat umum tidak berani membunuh. Karena masyarakat tahu bahwa sanksi membunuh adalah dihukum mati.

Dalilnya QS Al-Baqarah ayat 179 yang bunyinya wa fil qishashi hayaatun, artinya, dan di dalam qishash itu ada jaminan kehidupan. Maksudnya, walau orang yang diqishash pasti mati, tapi masyarakat akan mengambil pelajaran sehingga tidak berani membunuh. Dengan demikian terpeliharalah kehidupan di tengah masyarakat.

Kedua, sebagai jawabir, artinya sanksi dalam Islam berfungsi sebagai penebus dosa dari orang yang dihukum. Orang yang berzina, misalnya, jika dihukum rajam di dunia, tidak akan disiksa lagi di akhirat, karena dosanya sudah dihapuskan dengan hukuman rajam itu di dunia.

Dalilnya hadits shahih bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Barangsiapa yang dihukum karena melakukan [maksiat], maka hukuman itu adalah penebus dosa baginya.” (fa-man 'uuqiba bihi fa-huwa kaffaratun lahu). (HR. Bukhari).

Apakah sanksi pidana yang diterapkan di negeri berpenduduk mayoritas Muslim ini dapat mewujudkan dua fungsi tersebut?

Tidak. Karena dua fungsi sanksi tersebut hanya terwujud jika sanksi pidana yang diterapkan berdasarkan syariah Islam. Sayangnya, sanksi pidana yang diterapkan di negeri ini bukan hukum syariah Islam, melainkan hukum kafir penjajah, yaitu KUHP. Na'uzhubillah min dzaiik. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 146, Maret 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam