Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 10 Juni 2017

Siapa Senang Rezim Jokowi?



Mereka Bicara
Yang Senang Jokowi Menang

Marwan Batubara, Direktur Indonesian Resources Studies (Iress):
Konglomerat Dan Asing Senang

Selama kampanye, konglomerat cukup intensif mendukung dengan dana yang sangat besar maka potensi adanya kebijakan yang berpihak kepada pengusaha yang telah melakukan investasi juga cukup besar. Jadi pemerintahan Jokowi nantinya berpotensi untuk lebih memihak kepada penyandang dana yang memang pengusaha besar itu.

Kemungkinan besar pula Jokowi akan memperpanjang kontrak Freeport, karena Amerika sangat nyata mendukung. Apalagi pada masa kampanye atau menjelang kampanye terbuka, kita mengikuti kegiatan Jokowi yang bertemu dengan duta besar asing termasuk dengan dubes Amerika dan dubes Cina di salah satu rumah pendukungnya di dekat Simprug Jakarta Selatan. Belum lagi sewaktu pencoblosan maupun beberapa waktu usai pencoblosan ada pejabat-pejabat Amerika, misalnya Bill Clinton datang, lalu ada senator Jhon McCain. Sangat dimungkinkan kedatangan mereka untuk memastikan agar tidak ada perubahan hasil pemilu hasil quick count dan perhitungan KPU yang memenangkanJokowi.

Kalau sudah seperti itu, kemungkinan Jokowi memberikan konsesi kepada Amerika atau perusahaan-perusahaan Amerika itu sangat logis dari sisi kepentingan politik tetapi bisa saja itu merugikan kita sebagai bangsa atau negara.

Tentu saja yang senang ketika Jokowi menang, pertama adalah konglomerat-konglomerat, kedua negara asing yang memang punya kepentingan yang terus mendominasi sektor ekonomi keuangan kita dan sektor-sektor lainnya secara keseluruhan baik di sisi politik, ekonomi, sosial, budaya dsb. Atau minimal akan menguasai sumber daya alam kita, sumber daya ekonomi kita agar tetap mereka kuasai. []

Mashadi, Mantan Anggota DPR RI:

Jokowi menang yang paling senang ya, satu, kafir musyrik tuh, Yahudi, Nasrani. Kedua, konglomerat hitam, konglomerat Cina anti Islam. Ketiga, ya kebathilan; Realitasnya yang mendukung Jokowi kan itu.

Buntutnya juga, bangsa Syiah, bangsa Ahmadiyah, bangsa aliran-aliran sesat itu kan numpang hidup. Mereka memanfaatkan Jokowi yang didukung kafir musyrik, konglomerat Cina yang anti Islam itu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memperpanjang umur mereka, agar tetap eksis di Indonesia.

Mereka akan menuntut perubahan-perubahan yang mendasar. Di antaranya ada wacana dari orang-orang penghubung Jokowi dengan aliran komunis untuk menghapus TAP MPR yang melarang ajaran ideologi komunis, supaya komunis hidup lagi di Indonesia. Kalangan Kristen sendiri menuntut agar SKB 2 Menteri terkait perizinan pendirian tempat ibadah dihapus. Nanti ya... termasuk UU Perkawinan akan diubah agar ada pengakuan terhadap perkawinan sesama jenis.

Karena tadi itu, yang dibelakangnya itu kan Yahudi dan Nasrani. Mereka pakai kedok liberal, sekuler, nasionalis, tetek bengek itu, ya intinya kan mereka adalah kafir musyrik itu, Yahudi dan Nasrani bersama konglomerat Cina yang membenci Islam itu sebagai penyandang dana.

JK itu meski Ketua Dewan Masjid indonesia (DMI), pemikirannya kan sekuler! Dia tidak berpikir ingin membela, ingin melindungi, ingin menegakkan ajaran Islam di Indonesia. Tidak dia. Jadi jangan berpresepsi bahwa kalau JK jadi Ketua DMI akan melindungi IsIam. []

Dwi Condro Triono, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:
Bakal Lebih Buruk

Jokowi menang yang senang tentu saja adalah orang-orang yang selama ini ada di belakangnya, yaitu mereka yang banyak mendukung dan mendanai kemenangan Jokowi. Mengapa? Karena sudah kita pahami bersama bahwa biaya untuk mengikuti Pilpres tidaklah murah.

Sebagaimana orang Amerika katakan, yaitu no free lunch (tidak ada makan siang gratis), maka dengan sejumlah dana trilyunan yang telah mereka keluarkan, dengan kemenangan Jokowi ini mereka tentu sangat gembira dalam menyambutnya. Mereka tentu sudah bersiap untuk menuai kembalinya ”modal” yang telah dikeluarkan, tentu dengan perhitungan dalam jumlah yang lebih besar lagi.

Pada hakikatnya, antara pemerintahan SBY dan Jokowi tidaklah terlalu berbeda. Hal itu dapat dianalisis dari paparan kampanye yang disampaikan Jokowi dalam debat capres. Khususnya pandangan Jokowi terhadap penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sampai saat ini masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing. Di masa pemerintahan SBY, kebijakan liberalisasi ekonomi dengan membebaskan masuknya perusahaan asing untuk menguasai SDA di Indonesia, terus-menerus dilakukan. Sementara itu, dalam materi debatnya Jokowi tidak muncul sama sekali tawaran kebijakan untuk mengubah haluan ekonomi yang bercorak kapitalistis tersebut.

Namun, jika diminta untuk memprediksikan, apakah pemerintahan Jokowi akan lebih buruk? Kemungkinan itu sangatlah besar. Sebab, posisi Jokowi sesungguhnya lebih berat dibanding SBY dalam kaitannya dengan banyaknya pihak mendukung bagi kemenangan Pilpresnya. Jika pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendukung Jokowi lebih banyak dibanding SBY, maka "utang" dana politik Jokowi akan lebih basar dibanding SBY. Konsekuensinya, derita yang akan ditanggung oleh rakyat untuk ”membayar" kepentingan pihak-pihak yang telah mendukungnya itu akan lebih besar. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 134, September 2014
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam