Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 05 Juni 2017

“Prestasi” Jokowi, Buah Demokrasi


Kalau boleh jujur, situasi Indonesia kian merana dalam genggaman Jokowi-JK. Betapa tidak, dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) begitu terasa dan memengaruhi harga komoditas lain.

Belum habis masalah itu, kini berbagai kenaikan harga kembali menghantui rakyat negeri ini. Ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah menaikkan pajak. Walhasil, nantinya bisa-bisa tidak ada aktivitas yang tidak kena pajak.

Para pemilik kos-kosan juga harus menyisihkan uangnya untuk negara. Belanja pun dalam batas tertentu harus menggunakan materai dalam struk belanjaannya.

Itu baru di level nasional. Di daerah kemungkinan juga sama. Mereka akan berusaha meningkatkan pendapatan daerah dengan memungut retribusi lebih banyak. Pikirannya, kalau pemerintah pusat bisa, kenapa daerah tidak bisa?

Di tengah kenaikan harga-harga yang tak menentu, rakyat menghadapi berbagai situasi sulit. Begal ada di mana-mana. Keamanan di beberapa tempat mencekam. Bisa dibayangkan jika nantinya kenaikan itu bersamaan, bisa jadi angka kriminalitas akan melesat. Bagaimanapun daya beli masyarakat sebenarnya tak meningkat alias tetap. Maka yang meningkat adalah beban hidup.

Kalau kemudian pakar dari dari Universitas Columbia menyebut Indonesia sebagai salah satu negara paling sengsara rakyatnya, itu cukup beralasan. Kenaikan harga selalu diikuti dengan inflasi. Dampaknya muncul pengangguran baru dan kemiskinan. Mereka yang terkena dampak itulah yang sangat merasakan kesengsaraan tersebut.

Belum lagi bagaimana kepastian hukum tidak ada. Keadilan juga jauh panggang dari api. Nenek tua renta harus dibui karena dituduh mencuri pohon jati. Padahal ia tak pernah mengakui. Sementara para koruptor gentayangan dengan santai menikmati hasil korupsinya karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan pemerintah sendiri.

Buah Demokrasi

Fakta ini terjadi dalam sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi. Bukan hanya kali ini saja rakyat tertipu, tapi sudah berulang kali sejak kemerdekaan dikumandangkan. Setiap pergantian kekuasaan, rakyat selalu diberi janji-janji “surga”.

Terakhir, Jokowi digambarkan sebagai sosok sederhana yang akan membawa kebaikan rakyat. Dengan kepribadiannya dan kegemarannya blusukan, diharapkan kepemimpinannya akan mampu dekat dan melayani rakyat.

Ternyata, Jokowi tetaplah produk demokrasi seperti sebelumnya. Semuanya pencitraan saja. Mereka yang berada di belakangnyalah yang menikmati hasilnya.

Sepak terjangnya jauh dari janji-janji manisnya. Tak butuh waktu lama, rakyat bisa membuktikan bahwa sang presiden tukang gombal, obral janji. Harga BBM dinaikkan dalam waktu sekejap, mengikuti kemauan para kapitalis global yang ingin menguasai sektor hilir migas di Indonesia.

Rezim ini pun tak berdaya dengan goncangan kurs mata uang dolar yang menggila. Padahal dulunya gembar-gembor Jokowi effect akan bisa mengatasi masalah seperti ini. Ternyata tidak ngeffect.

Jargon demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, lagi-lagi hanya tipuan. Terbukti lagi, demokrasi adalah dari perusahaan, oleh perusahaan, untuk perusahaan. Mereka yang menguasai modal yang memenanginya.

Demokrasi pula menempatkan pemilik asli sistem demokrasi yakni penjajah sebagai penguasanya. Inilah mengapa ada buku yang berjudul ‘Demokrasi, Ekspor Amerika Paling Mematikan’ yang isinya bahwa demokrasi itu adalah jeratan yang diciptakan oleh Amerika untuk mencengkeram negara lain dan kemudian mengeruk kekayaan alamnya.

Dari sini bisa dimaklumi mengapa Amerika begitu gencarnya menanamkan ide-ide demokrasi di negeri ini. Bahkan Amerika memuja-muji demokrasi Indonesia dengan memberikan penghargaan segala.

Demokrasi menjadi pintu masuk imperialisme gaya baru atau dikenal sebagai neoimperialisme. Melalui imperialisme gaya baru ini penjajah tak perlu susah-susah mengirimkan tentaranya untuk menguasai teritorial sebuah negara. Para penjajah cukup membuat sebuah kondisi yang memungkinkan negara tersebut menyerahkan dengan sukarela kekayaan alamnya secara legal.

Intervensi dimulai dengan membangun kerangka pemikiran bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang baik. Pemikiran ini ditanamkan kepada seluruh rakyat. Begitu proses demokrasi berjalan, kekuatan modal dan asing inilah yang mengendalikan. Bagaimana tidak, demokrasi adalah sistem yang mahal. Tak mungkin individu mampu menghabiskan kekayaannya untuk itu. Nah, di situlah kekuatan modal bermain sebagai cukong politik. Tentu semuanya tidak gratis. Begitu seseorang terpilih -orang tersebut sebenarnya juga sudah dipersiapkan oleh pemilik modal dan asing- ia harus memberikan kompensasi kepada para pendukungnya itu.

Kalau cuma uang mungkin tak seberapa, tapi para penjajah dan cukong-cukong ini menginginkan kebijakan yang pro mereka. Jadilah para penguasa demokrasi ini melayani mereka. Sementara rakyat dianggap sudah selesai.

Demokrasi pula yang menjamin proses liberalisasi berjalan. Semakin demokratis, semuanya tambah liberal. Negara bahkan menjadi bagian dari kekuatan asing menguasai negeri ini. Inilah kenapa banyak orang menyebut inilah neoliberalisme alias liberalisme gaya baru.

Sistem ini bukan saja membuat negara kian jauh dari cita-cita, lebih dari itu menjadikan kerusakan di mana-mana. Sampai-sampai, Kwik Kian Gie berani menyebut bahwa demokrasi tidak cocok diterapkan di negeri ini.

Ganti Rezim, Ganti Sistem

Perubahan demi perubahan semestinya menjadi pelajaran. Pergantian rezim saja tak membuahkan perubahan kecuali hanya berganti penguasa saja. Justru yang menjadi masalah adalah sistemnya itu sendiri. Selama sistem itu rusak, dikendalikan oleh siapapun tetaplah rusak.

Walhasil, perlu ada pemimpin yang amanah -bukan sekadar pencitraan- dan didukung oleh penerapan sistem yang benar. Jika sosialisme komunisme telah runtuh, kapitalisme-liberalisme terseok-seok, kini saatnya sistem Islam tampil ke permukaan menggantikan sistem yang ada.

Di sinilah, rakyat negeri ini perlu disadarkan, betapa perubahan perlu totalitas. Tak cukup hanya ganti orang/rezim saja, tapi harus pula ganti sistem. Ganti rezim, ganti sistem!

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 147, Maret-April 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam