Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 14 Juni 2017

Pesantren Putri al-Khoirot Ikhlaskan Hati Menimba Ilmu



Nyai Hj Luthfiyah binti M Suhud Zayyadi, Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Khoirot

Perempuan Harus Punya Keinginan Kuat Dakwahkan Islam

Pengasuh Pondok Pesantren Putri Ai Khoirot ini dilahirkan di pesantren Al-Khoirot pada 27 Maret 1963, putri ke-4 dari 10 bersaudara ini dibesarkan di pesantren Al-Khoirot dengan pola pendidikan ayahandanya KH M Syuhud Zayyadi.

Nyai Luthfiyah memiliki kepedulian yang kuat terhadap kemajuan umat terutama para perempuan sebagai pencetak generasi umat yang tangguh. Menurut penuturannya, para perempuan harus memiliki akhlak yang mulia dan keinginan kuat untuk memperjuangkan agama Islam.

Selain sebagai pengasuh ponpes putri, ia juga banyak membantu masyarakat sekitar dalam hal pendidikan putra-putrinya dan juga membantu perekonomian masyarakat sekitarnya agar para wanita tidak bekerja di luar rumah akan tetapi tetap bisa mendidik putra putrinya sambil berkarya di rumahnya.

Ia sangat mengimbau para santriwati agar dalam hidup ini tidak hanya memikirkan dirinya sendiri tapi juga harus berjuang mendakwahkan Islam karena manusia dilahirkan hakikatnya untuk beribadah kepada Allah, karena puncaknya ibadah adalah taqwaLlah.

“Manusia yang mulia adalah yang memiliki rasa takut (taqwa) yang kuat kepada Allah,” ujarnya.

Menurutnya, ibadah itu bukan berarti duduk-duduk saja tapi justru mendakwahkan Islam dan senantiasa menambah ilmu plus ikhlas karena Allah. Ia sangat antusias dan mendukung terhadap perjuangan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang senantiasa memiliki semangat yang luar biasa dan optimis dalam memperjuangkan syariat Islam dan khilafah tanpa kenal lelah.

Pesan Nyai Luthtiyah kepada kaum Muslimin adalah bahwa kaum Muslimin ini merupakan umat yang satu sehingga harus bersatu tidak boleh bercerai-berai hanya karena perbedaan latar belakang, yang terpenting adalah menyatukan landasan yang satu yaitu bertujuan memperjuangkan Syariat Islam dan harus berjuang bersama-sama, tetap bekerjasama dan pantang menyerah dalam memperjuangkan syariat Allah agar taqwaLlah bisa terwujud sebagaimana firman Allah bahwa tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Allah bukan untuk tujuan lain tapi semata-mata memperjuangkan syariat Islam karena Allah. []nikma fitriana/joy

Pondok Pesantren Putri al-Khoirot, Karangsuko, Pagelaran, Malang, Jawa Timur

Ikhlaskan Hati Dalam Menimba Ilmu

“Ke Al-Khoirot Apa yang Kau Cari??" slogan dalam bentuk pertanyaan terpampang di dinding Pondok Pesantren Putri Al-Khoirot. Slogan tersebut begitu mencolok sehingga siapa saja yang melewatinya seakan ditegur dan diingatkan untuk selalu meluruskan niat dalam mencari ilmu di Al-Khoirot semata-mata karena Allah bukan karena yang lain.

Pesantren yang memiliki lahan seluas dua hektar ini memiliki 700 orang santri yang terdiri atas 400 santri putri dan 300 santri putra dibangun dengan format sederhana dan menggambarkan suasana mencintai ilmu.

Salah satu upaya untuk memastikan niat mencari ilmu itu tetap ikhlas, Al-Khoirot benar-benar menjaga pergaulan pria dan wanita. Campur baur (ikhtilat) apalagi bersunyi-sunyian (khalwat) sangat tidak diperkenankan di segala lini aktivitas pendidikan, baik itu pendidikan formal MTs dan MA, pendidikan madrasah diniyah, pendidikan kajian kitab kuning, maupun dalam aktivitas harian yang lain.

Pemisahan pria-wanita tidak hanya terbatas pada siswa peserta didik, tapi juga meliputi tenaga pengajar dan tenaga administrasi. Artinya, tenaga pengajar putra adalah laki-laki; sedang tenaga pengajar putri adalah perempuan. Begitu juga tenaga administrasi kantor putra dan putri diisi oleh karyawan sesuai dengan gender.

"Ini untuk memastikan bahwa santri, tenaga pengajar dan tenaga administrasi hanya fokus pada kegiatan dan pekerjaan masing-masing tanpa terganggu oleh hal-hal lain yang bisa terjadi dalam situasi dua lawan jenis bukan mahram berkumpul dalam tempat dan lokasi yang sama dalam waktu yang lama," ujar Nyai Hj Luthfiyah binti M Suhud Zayyadi, Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Khoirot kepada Media Umat beberapa waktu lalu.

Salah satu tujuan utama Al Khoirot adalah mencetak antri berakhlak mulia. Standar minimal dari akhlak mulia adalah melaksanakan syariah Islam yang wajib dan halal dan menjauhi larangannya yang haram. Sebagai implementasi dari tujuan ini, hal pertama dan mendasar yang dilakukan adalah pemisahan santri putra dan putri secara ketat di segala lini aktifitas pendidikan.

Sejarah Berdirinya

Berawal dari kepedulian terhadap masyarakat dan tekad dakwah yang kuatlah pondok pesantren ini didirikan oleh almarhum KH Syuhud Zayyadi, ayahanda dari Nyai Luthfiyah. Kyai Syuhud adalah seorang ulama yang terkenal dengan kehati-hatiannya (wara’) dalam menjalani kehidupan. Kyai Syuhud merupakan bagian dari keluarga besar Bani Itsbat dengan silsilah nasab sampai ke Sunan Drajat, salah satu Walisongo.

Dari pernikahan Kyai Syuhud dengan almarhumah Nyai Hj Masluhah Muzakki nantinya lahir sepuluh orang putra dan putri yang kelak akan tersebar di berbagai kota kabupaten di Jawa Timur dan mendakwahkan Islam lalu mendirikan pesantren, di antaranya adalah Nurul Jadid Paiton dan tentu saja termasuk Pondok Pesantren Putri Al-Khoirot yang diasuh Nyai Luthfiyah.

Pesantren Al-Khoirot didirikan pada bulan Ramadhan tahun 1963 Masehi di atas tanah wakaf Hj Ruqoyah Bulupitu seluas satu hektar. Maka Kyai Syuhud sekeluarga pun pindah dari Jalan Murcoyo Gondanglegi ke Desa Karangsuko dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Khoirot untuk putra. Kepindahan dari Gondanglegi ke Karangsuko pada tahun 1963 ini bersamaan dengan lahirnya anak yang keempat dengan nama Luthtiyah.

Saat itu, tidak ada niat Kyai Syuhud atau Nyai Hj Masluhah Muzakki untuk mendirikan pesantren putri. Namun karena animo masyarakat untuk menitipkan anak putrinya menuntut ilmu di Al-Khoirot begitu tinggi, maka setahun kemudian dibukalah Ponpes Putri Al-Khoirot yang dipimpin oleh Nyai Masluhah.

Pondok Pesantren Al-Khoirot awalnya merupakan lembaga pengajaran Islam dengan format salaf (tradisional) murni dengan sistem pengajian sorogan dan wethonan/bandongan. Pada 1966, madrasah diniyah (madin) Annasyiatul Jadidah didirikan. Madin ini menitikberatkan pada pendidikan ilmu agama dengan sistem klasikal dari kelas 1 sampai kelas 6 ibtidaiyah. Pada 1977, madrasah tsanawiyah mulai dirintis. Namun sekolah ini hanya bertahan kurang dari setahun karena terkendala oleh banyak hal.

Pada 2009, sekolah formal kembali didirikan tidak hanya Madrasah Tsanawiyah (MTs) tapi juga Madrasah Aliyah (MA) dengan nama MTs dan MA Al-Khoirot. Keunikan dua sekolah ini adalah siswanya diwajibkan belajar di dalam pondok pesantren. Tidak boleh sekolah dari luar. Begitu juga sebaliknya, santri harus menjadi siswa MTs dan MA kecuali bagi yang sudah lulus SLTA. Intinya, santri harus menjadi siswa dan siswa harus menjadi santri.

Pada tahun 2012, Al-Khoirot membuka program baru menghafal Al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an) dengan tujuan untuk menciptakan generasi muda yang Qur’ani tidak hanya dalam keilmuan tapi juga dalam perilaku. Menjalankan dua sistem yang berbeda antara sistem salaf dan modern sekaligus tidaklah mudah. Namun, dengan kerja keras dan kedisiplinan yang tinggi dari semua pihak, sistem ini berjalan dengan efektif dan efisien. Santri Al-Khoirot tidak hanya mengikuti pendidikan formal, tapi juga dibekali dengan berbagai ilmu agama yang dipelajari di madrasah diniyah. Santri tidak hanya bisa membaca kitab kuning, tapi juga bisa secara aktif berbicara Bahasa Arab (bagi peserta Dauroh Arabi) dan hafal Al-Qur’an (bagi peserta program tahfidz. []nikma fitriana/joy

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 170
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam