KH
Ahmad Fadholi Mudir ‘Am Ponpes NDM
Gagasan
Hizbut Tahrir Sejalan dengan Perjuangan Pesantren
Syariah adalah aturan
Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya yang mestinya tidak hanya dipelajari di
pesantren-pesantren dan ma'had-ma'had saja tetapi juga harus diperjuangkan
untuk diterapkan dalam kehidupan termasuk dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Dan itu membutuhkan
institusi negara. Di indonesia, formalisasi syariah pernah menjadi hot issue dalam perpolitikan tetapi kemudian
padam bahkan ada yang menganggap finished
dan hal yang sama juga terjadi di negeri-negeri Islam yang lain.
Tetapi
melihat persoalan aktual yang ada yang diakibatkan dipinggirkannya syariah
serta kuatnya pengaruh kekuatan asing yang bersifat global maka seruan
penerapan Islam plus, plus perjuangan menghadirkan institusi global yang
menaunginya menjadi sangat relevan bahkan merupakan keniscayaan, di sinilah
gagasan politik Hizbut Tahrir, menurut saya, sejalan dengan perjuangan
pesantren, tidak bertentangan.“ []joy
Pesantren
Nahdlotul Muslimat (NDM), Surakarta, Jawa Tengah
Anda masih ingat
pondok Pesantren NDM? Pesantren khusus Perempuan yang berada di Surakarta itu
profilnya pernah dimuat Media Umat edisi 17. Pesantren yang terkenal dengan
mencetak alumni yang mempunyai spesifikasi tafaqquh
fiddin dengan menguasai ilmu alat bahasa Arab dan hafalan Al-Qur’an
tersebut ternyata semakin dipercaya masyarakat.
Tidak sedikit di
antara para orang tua yang membujuk pondok yang berada di Kauman Solo tersebut
untuk membuka kelas ikhwan, karena anak-anak mereka tidak semuanya perempuan.
Walhasil, meskipun nama ponpesnya Nahdlotul Muslimat (kebangkitan perempuan
Islam), sejak 2013 sudah ada unit ikhwannya. ”Karena dorongan masyarakat yang
ingin memondokkan anak laki-laki mereka dengan model keluaran seperti anak-anak
putri mereka yang telah mondok di NDM," ujar KH Ahmad Fadloli, Mudir ‘Am
Ponpes NDM kepada Media Umat beberapa waktu lalu.
Kepercayaan masyarakat
tidak hanya menyerahkan anak-anaknya untuk dibina di NDM, lebih dari itu,
bahkan pada Ramadhan tahun 2015 lalu ibu-ibu yang ikut pengajian Langgar
Winongan yang diasuh Kyai Fadholi mewakafkan bangunan sekitar 900 meter di
Pucang Sawit yang digunakan khusus untuk santri laki-laki. "Jadi, pondok
akhwat dan ikhwan terpisah,” ujarnya.
Heterogen
Pondok NDM didirikan
sebagai respon atas buruknya keadaan akibat penjajahan gaya baru
(imperialisme), berwujud sekolah tapi belum terintegrasi dengan pesantren. Maka
pada 1931, ibu-ibu yang suaminya aktif di Al-Islam, Syarikat Islam,
Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya mendirikan pondok ini. Namun untuk
kepengurusannya diserahkan kepada para kyai yang latar belakangnya berbeda-beda
ormas Islam pula.
Pengasuh pesantren NDM
ini mempunyai latar belakang yang beraneka ragam. Ada yang merupakan alumni
beberapa pesantren di Rembang, Ma'had Al-Azhar Bogor, Ma'had Al-Islam
Mangkubumen, Ma'hadul Ulum (LIPIA) Jakarta dengan corak pemikiran yang
berbeda-beda. Namun kesamaan visi pengasuh dalam hal menjadikan Islam sebagai
nilai-nilai dasar dari semua aspek kehidupan telah menyatukan mereka untuk
membina santri.
Perbedaan pandangan
pengasuh dalam permasalahan cabang (masail
furu'iyah) bahkan menjadi hal yang unik bagl para santri dan justru
mendidik mereka memiliki adab perbedaan pendapat (ikhtilaf)
dalam tataran riil. Meskipun bagi santri yang baru masuk bisa jadi
membingungkan, namun secara alamiah mereka menjadi memahami mana perbedaan yang
diperbolehkan dan perpecahan yang terlarang.
Adanya perbedaaan ini
bukannya tidak diketahui oleh para wali santri bahkan mereka sudah tahu
sebelumnya sehingga santri NDM ini berangkat dari latar belakang keluarga yang
beraneka ragam pula.
Saat itu, ada santri
yang latar belakangnya dari NU seperti ibunya Cak Imin, ada yang dari
Muhammadiyah yaitu istrinya Pak Amin Rais, istrinya Ustadz Abu Bakar Ba'asyir
juga dulunya mondok di sini dan sekarang ada santri ikhwan dan akhwat dari
keluarga besar MMI dan HTI. "Artinya, pesantren ini diharapkan jadi rumah
seluruh kaum Muslimin untuk mendidik putra-putrinya,” ungkap kyai alumnus
Ponpes Lasem Rembang dari Fakultas Pertanian UNS tersebut.
Para pengasuh
pesantren NDM ini juga aktif pada organisasi dan kelompok yang berbeda-beda dan
hal itu bukanlah menjadi masalah yang serius bagi manajemen pesantren sebab
pesantren adalah lembaga "ilmiah” yang mempunyai tujuan dan target
spesifik yang sangat dapat disinergikan kepada aktivitas dakwah Islam yang
diusung oleh siapapun.
Saat ini, santri
ikhwan dan akhwatnya sekitar 400 orang dari unit MTs dan KMI (setingkat
Madrasah Aliyah). Di tingkat MTs santri diharapkan hafal 3 juz, Arbain Nawawi,
hadits hukum Umdatul Ahkam, fiqh Syafii,
Nahwu Alwadhih dan itu dilanjutkan di tingkat KMI. Di tingkat MTs santri
mendapat pelajaran formal dan mengikuti Ujian Nasional. Adapun di tingkat KMI
santri mengikuti paket C agar bisa meneruskan ke perguruan tinggi.
”Jadi keunggulannya
memberikan dasar pendidikan agama yang baik dan terbukti alumninya tidak
kesulitan jika meneruskan ke Mesir, LIPIA, UIN, pondok di jenjang yang lebih
tinggi dan bagi yang ingin "nyeberang"
ke perguruan tinggi umum jika bisa, atau jika mengabdi mengajar di
sekolah-sekolah Islam juga banyak,” ungkapnya berpromosi.
Selain
konsentrasi di NDM, para kyai dan ustadznya pun berkiprah di tengah masyarakat
dengan memberikan pengajian-pengajian umum. []joko prasetyo
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 166
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar