Banyak janji yang
telah diumbar oleh Jokowi dan JK. Keduanya pun telah membentuk Kabinet Kerja.
Akankah janji-janji mereka bisa terwujud dan kabinetnya bisa melepaskan dari
kebijakan neoliberal pemerintahan sebelumnya? Akankah umat Islam bisa meraih
cita-citanya di era kepemimpinan Jokowi-JK? Untuk mengupasnya, wartawan Media
Umat Joko Prasetyo mewawancarai Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M.
Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Bagaimana
tanggapan Anda dengan susunan Kabinet Kerja?
Seperti sudah
dijanjikan, Jokowi lebih banyak menyertakan kaum profesional. Tapi tentu saja
kaum profesional yang mempunyai linkage
atau kaitan dengan partai koalisi pendukung Jokowi. Dan di antara kaum
profesional itu, kebanyakan berasal dari kaum pebisnis.
Ini tentu patut
mendapatkan catatan sendiri mengingat menteri adalah pimpinan lembaga
kementerian yang dalam mencapai visi dan misi semestinya menggunakan kacamata
layanan ketimbang pertimbangan bisnis.
Di samping itu,
Jokowi-JK menempatkan figur dari partai di kementerian kunci seperti
Kemenkumham, Kemendagri dan Kemeneg BUMN. Dua yang pertama tentu terkait dengan
penangangan masalah-masalah hukum dan soal daerah, pilkada, pemekaran wilayah
dan sebagainya.
Sedang yang terakhir
terkait dengan sumberdaya ekonomi yang tentu akan dijadikan sebagai sumberdana
partai untuk pemilu mendatang. Lalu ada juga figur kontroversial seperti Susi
yang berpenampilan eksentrik.
Juga Rini Soemarno,
yang tercatat memiliki sejumlah masalah hukum di masa lalu, juga Arief Yahya
mendapat sorotan tajam terkait korupsi. Ia sudah berulang kali dipanggil
Kejagung tapi mangkir.
Apakah
pemerintahan Jokowi-JK dengan Kabinet Kerja-nya tersebut akan membawa perubahan
ke arah yang lebih baik?
Perubahan ke arah yang
lebih baik hanya bisa kita harap bila negara ini diatur dengan sistem yang baik
dan dipimpin oleh orang yang baik. Sistem yang baik itu adalah sistem yang berasal dari Dzat Yang Maha
Baik, itulah syariah Allah SWT. Dan pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang amanah dan mau tunduk pada sistem yang baik tadi.
Apakah
rezim Jokowi-JK dengan Kabinet Kerja-nya itu memenuhi kedua syarat itu?
Dari sini, kita bisa
pastikan bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak akan membawa perubahan ke arah yang
lebih baik. Mungkin akan banyak perubahan, tapi perubahan itu tidak akan
menghasilkan perubahan yang lebih baik secara signifikan.
Mengapa?
Karena, meski
pemerintahan Jokowi JK telah merencanakan banyak hal, khususnya terkait
kesejahteraan rakyat, tapi itu semua masih dalam kerangka sistem lama, yakni sistem sekuler-kapitalis-liberal.
Sebagaimana terjadi
sepanjang rezim pemerintahan sebelumnya, meski banyak hal dilakukan, tapi
indeks gini yang menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat malah
terus meningkat. Dari sebelumnya sekitar 0.31 menjadi 0.41.
Itu artinya, sekian
banyak program bidang ekonomi selama sekian belas tahun itu tidak memberikan
pengaruh positif terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat. Kalaupun memberi
efek, tapi efek peningkatan kesejahteraan itu hanya dinikmati segelintir orang
saja. Akibatnya kesenjangan makin melebar.
Nah, keadaan serupa
diyakini akan terjadi lagi di sepanjang pemerintahan Jokowi-JK karena kerangka sistem dan ideologi yang dipakai
tidaklah berbeda dengan sebelumnya. Apalagi sejumlah menteri dalam
kabinet Jokowi-JK adalah pengusaha. Sudah lama diketahui, banyak program di
bidang industrialisasi di negeri ini, misalnya di bidang otomotif, tidak
berjalan bagus karena dikalahkan oleh kepentingan kaum pedagang.
Mereka lebih suka
berperan sebagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) ketimbang memproduksi
kendaraan sendiri yang memang memerlukan usaha yang lebih keras untuk melakukan
disain, riset pengembangan teknologi dan sebagainya. Dengan menjadi ATPM saja
mereka sudah untung besar.
Begitu juga soal
korupsi. Bila diharap akan ada usaha pemberantasan korupsi, mungkin harapan itu
akan sia-sia mengingat para menteri yang ditunjuk, bahkan juga Jokowi-JK itu
sendiri, bukanlah figur-figur yang benar-benar bersih.
Kalau
begitu, kabinet ini kerja untuk siapa?
Itulah yang menjadi
pertanyaan besar. Untuk siapa sebenarnya kabinet ini bekerja. Bila hal ini
ditanyakan pada Jokowi -JK dan para pendukungnya, tentu mereka akan menjawab,
untuk rakyat. Tapi seiring dengan waktu, kita bisa melihat kenyataan
sebenarnya.
Misalnya, bila benar
setelah ini Jokowi-JK menaikkan harga BBM, apalagi pada tingkat harga yang
tinggi, maka kita bisa menduga keras hal itu dilakukan untuk memenuhi
kepentingan perusahaan migas asing yang memang sudah lama berharap tidak ada
lagi BBM murah sehingga mereka bisa ikut jualan BBM eceran lewat SPBU yang
mereka dirikan.
Contoh
lain?
Tahun 2017 Blok
Mahakam yang selama lebih dari 30 tahun dikelola oleh Total akan berakhir masa
kontraknya. Kita akan lihat, beranikah Jokowi-JK menarik Blok yang kaya gas itu
untuk dikelola sendiri?
Selain Blok Mahakam,
kontrak tambang emas Freeportjuga akan berakhir 2021. Mereka telah mengajukan
perpanjangan kontrak hingga 2041. Nah, beranikah Jokowi-JK tidak memperpanjang
kontrak Freeport itu dan mengambilnya untuk dikelola sendiri?
Yang pasti, rezim
JokowiJK punya beban untuk memenuhi janji-janji sebagai kompensasi atas
dukungan sejumlah konglomerat. Kwik Kian Gie menyebut sembilan taipan yang
telah mendukungnya. Dari sini, kita bisa melihat, rezim Jokowi bekerja untuk
siapa.
Lantas,
penyelenggara negara dan sistemnya harus seperti apa agar dapat membuat bangsa
ini sejahtera dunia akhirat?
Dengan sistem Islam. Inilah
satu-satunya sistem yang akan membawa rahmatan lil 'alamin atau kebaikan bagi negeri ini,
sekarang dan yang akan datang. Dengan syariat Islam, seluruh aspek
kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan diatur dengan cara yang benar.
Ekonomi akan tumbuh,
stabil dan akan memberikan keadilan dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat.
SDA yang melimpah itu akan dikelola oleh negara untuk rakyat. Dengan syariat,
akan terwujud sistem pendidikan dan budaya yang akan membentuk SDM yang beriman
dan bertakwa serta mampu menjawab tantangan kemajuan zaman. Dan dengan kekuatan
khilafah, penjajahan baru dalam segala bentuknya bisa dihentikan dengan segera.
Bagaimana
langkah praktisnya agar kedua hal itu terwujud? Mengingat sekularisme,
demokrasi, kapitalisme dan isme lainnya telah meracuni bangsa ini.
Dengan dakwah politis (dakwah siyasiyah). Yakni dakwah yang digerakkan
untuk terjadinya perubahan politik ke arah Islam berupa tegaknya kehidupan
Islam, yakni menegakkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
Dakwah seperti ini
diawali dengan pembinaan dan pengkaderan, dilanjutkan dengan interaksi dengan
umat agar opini dan kesadaran umat tentang Islam terus meningkat dan
berkembang. Pada
puncaknya, didukung oleh ahlun nushrah (pihak pemegang kekuatan/militer), umat bergerak
menuntut perubahan ke arah Islam, maka dengan izin Allah SWT tegaklah kehidupan
Islam yang dicita-citakan. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 138, Nopember 2014
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar