Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 20 Mei 2017

Utang Besar Paradoks Janji Jokowi



Paradok Janji Jokowi

Pernahkah Anda membuka kembali agenda prioritas pemerintahan Jokowi-JK yang dikenal sebagai Nawacita? Coba search kembali di mesin pencari di internet dan bandingkan dengan fakta yang ada saat ini.

Di butir ketujuh agenda Jokowi tertulis dengan sangat jelas: “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.”

Dan ini kemudian ditegaskan oleh Ketua Tim Sukses Jokowi-JK Tjahjo Kumolo dua tahun yang lalu. "Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. (Jokowi-JK) menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun," kata Tjahjo di Gedung DPR/MPR, Selasa (3/6/2014).

Selanjutnya, Tjahjo menjelaskan, pasangan Jokowi-JK akan menggenjot pembiayaan untuk program-program pembangunan ekonomi, antara lain pembangunan jalan, infrastruktur laut, bandara dan sebagainya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara.

“Penerimaan dari pajak kita tingkatkan, mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp1.800 triliun, di samping terus membuka pintu investasi lokal maupun asing masuk ke sini,” papar Tjahjo.

Dalam janji kampanyenya yang sudah kadung disampaikan juga jelas-jelas menyatakan tidak akan mengimpor daging alias menghentikan impor daging. Mantan Walikota Solo itupun dengan tegas menyatakan tidak akan menambah utang luar negeri. Ia pun dengan entengnya mengatakan akan menurunkan harga sembako. Termasuk mengobral janji untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan swasembada pangan.

Namun fakta menunjukkan yang sebaliknya alias paradok. Harga-harga kian hari kian meningkat. Masyarakat sulit menjangkau kenaikan harga ini. Akibatnya, daya beli masyarakat terus menurun. Ditambah lagi janji meningkatkan kesejahteraan mereka sampai sekarang belum kesampaian.

Ironisnya dalam kondisi demikian, pemerintah justru membuka kran impor berbagai komoditas pertanian dengan lebih terbuka dibandingkan sebelumnya. Beras yang katanya telah memenuhi stok nasional ternyata tidak membuat rezim Jokowi menghentikan impor. Justru impor pun dilanjutkan.

Tak hanya beras, rezim Jokowi pun mendatangkan bawang merah dari luar negeri. Padahal, kondisi stok bawang merah lokal masih lumayan banyak. Ini menyebabkan para petani bawang merah berteriak. Bagaimana tidak, bawang merah impor ini menghancurkan harga bawang merah lokal. Dapat diduga ini bisa mengakibatkan nantinya para petani bawang enggan menanam kembali komoditas tersebut.

Demikian pula daging sapi. Impor daging sapi semakin gila-gilaan. Kalau sebelumnya hanya mengimpor sapi hidup dari Australia, kini rezim Jokowi mengimpor daging sapi beku. Tidak hanya itu, rezim inipun membuka impor daging sapi dari India. Padahal selama ini India dikenal menjadi endemik penyakit kuku dan mulut pada sapi sehingga Indonesia tak mengimpor daging dari sana.

Yang menarik, impor daging sapi yang sebelumnya dilakukan oleh BUMN, kini terbuka lebar bagi pengusaha swasta. Sayangnya, swasta yang ikut mengimpor daging sapi ini ditunjuk oleh pemerintah, bukan lelang secara terbuka. Ini menjadikan para pengusaha yang lain menyayangkannya. Siapa pengusaha itu? Sudah dapat diduga, yang dekat dengan kekuasaan.

Pertumbuhan ekonomi pun kian hari kian seret. Target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 pun berada pada angka 5,3 persen. Sangat jauh dari optimisme Jokowi yang berjanji akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Dalam kondisi sekarang, rezim ini beralasan ekonomi global sedang lesu dan menghibur diri bahwa pertumbuhan Indonesia masih tergolong baik di antara negara-negara di kawasan Asia.

Tahun lalu ia pernah menyatakan bahwa di akhir 2015 ekonomi Indonesia akan meroket. Namun kenyataannya, bukannya meroket tapi justru menukik. Rupiah terus melemah terhadap dolar hingga beberapa bulan lalu mencapai lebih dari Rp14.000 per dolar Amerika. Ini adalah nilai terendah sejak krisis ekonomi 1998. Dan rezim ini tak bisa mengembalikan ke posisi semula di mana rupiah berada pada kisaran Rp12.000.

Berbagai proyek pembangunan yang dicanangkan Jokowi belum menunjukkan hasil. Semua baru pencitraan. Kereta cepat Jakarta-Bandung misalnya, sampai sekarang tak ada kabar beritanya. Konon memang persyaratan belum dipenuhi.

Yang paling parah adalah janji Jokowi untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu Megawatt. Sudah hampir 2 tahun masa pemerintahannya, proyek ini belum menunjukkan hasilnya. Kalaupun Jokowi meresmikan beberapa pembangkit yang ada, kapasitasnya sangat kecil. Dan beberapa di antaranya adalah proyek dari rezim sebelumnya.

Demikian pula soal utang luar negeri, Jokowi tergolong jagoan utang. Menurut pengamat ekonomi Salamuddin Daeng, dalam RAPBN 2016, pemerintah berencana mencetak Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp326,27 trilyun dan pinjaman langsung luar negeri senilai Rp72,83 trilyun. Sehingga total utang yang akan dicetak Jokowi tahun 2016 senilai Rp399,10 trilyun.

Menurutnya, sepanjang sejarah RI, ini adalah utang dalam jumlah paling besar yang dibuat oleh pemerintah dalam setahun. Padahal di tahun sebelumnya, Jokowi pun telah mencatatkan kelihaiannya dalam soal utang ini karena telah utang sebesar Rp181 trilyun.

Lho, katanya nggak mau ngutang? []

PNS pun Mau Dipangkas

Bukti bahwa rezim Jokowi lagi bingung mengelola keuangan negara adalah munculnya niat untuk memangkas pegawai negeri sipil. Tak tanggung-tanggung, pemerintah akan memecat sekitar 1 juta orang. Alasan efisiensi berada di balik rencana itu.

Rencana itu dilontarkan oleh pejabat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Pemangkasan jumlah PNS sebanyak 1 juta orang ini akan dimulai 2017-2019. Itu artinya sekitar 330 ribu PNS akan dirumahkan setiap tahunnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menyatakan sedang menghitung dampak dari pemangkasan tersebut. Ia belum bisa menyampaikan penghematan anggaran belanja pegawai dari pemecatan 1 juta PNS tersebut.

Tak tanggung-tanggung, PNS yang masuk radar penataan bisa 'dipecat', yakni diberhentikan sebelum masa kerjanya berakhir alias pensiun dini. Berdasarkan catatan Kementerian PANRB jumlah PNS di Indonesia saat ini mencapai 4,517 juta yang terdiri atas guru 32 persen, medis 0,7 persen, paramedis 6 persen, dan yang paling banyak adalah pejabat fungsional mencapai 42 persen. “Kelompok ini 42 persen dari 4,517 juta atau sekitar 1,9 juta (PNS fungsional) yang akan kami rapikan. Kami akan melakukan pemetaan kompetensi kualifikasi kinerja. Ini dimasukkan ke dalam kuadran-kuadran menjadi 4 kuadran,” terang Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB. Setiawan Wangsaatrnadjas seperti dikutip detikFinance, Selasa (31/5/2016).

Jumlah tersebut adalah roadmap awal yang disusun pemerintah. Dalam praktiknya nanti, jumlah yang ‘dipecat’ bisa lebih sedikit atau lebih besar dari angka tersebut. “Tergantung hasil pemetaan yang kita lakukan,” jelasnya. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 176, Juni-Juli 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam