Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 14 Mei 2017

Sumber Petaka Muslim Rohingya


Sumber Petaka Rohingya

Perkembangan Islam di anak benua Asia, India, menggeser dominasi agama Hindu dan Budha yang terlebih dahulu ada di wilayah tersebut. Penganut agama Hindu tergeser ke wilayah tengah dan selatan India, sedangkan penganut agama Budha tergeser ke wilayah timur.

Kedua agama yang tersisihkan oleh Islam pada masa keemasan Islam di kawasan tersebut, berusaha terus bertahan dan mengambil kesempatan untuk kembali berkuasa sebagaimana masa-masa sebelumnya. Ketika Islam surut akibat kemunduran dan kolonialisme Barat, kaum Muslimin yang minoritas mulai menjadi korban diskriminasi penguasa mayoritas non-Islam yang memiliki dendam kesumat terhadap Islam. Itulah yang terjadi di Rohingya Myanmar.

Penderitaan

Penderitaan Muslim Rohingya sebenarnya terjadi sejak lama. Tahun 1784, wilayah Arakan, tempat mereka tinggal, pernah diserang kerajaan Budha. Arakan kemudian dimasukkan ke wilayah Burma (kini Myanmar) dan masjid, madrasah dihancurkan. Ulama dan para da’i dibunuhi.

Ketika inggris menduduki Burma, termasuk Arakan pada tahun 1824, Inggris tetap memasukkan wilayah Muslim ini ke Burma dan mengintegrasikannya dengan pemerintah kolonial Inggris Hindia. Muslim dan umat Budha yang sudah berkonflik sejak lama, dimanfaatkan oleh Inggris untuk mengadu-domba satu sama lain, sehingga Inggris bisa dengan leluasa mendominasi keduanya. Adakalanya Inggris mempersenjatai umat Budha untuk menyerang Muslim atau sebaliknya.

Pemisahan Burma dari India oleh pemerintah kolonial Inggris melalui Home Rule 1937, semakin memuluskan peluang untuk menghapuskan umat Islam Rohingya dari tanah Burma. Mereka menjadi minoritas, karena terlepas dari mayoritas Muslim di Bengali India (kini Bangladesh).

Ketika Inggris meninggalkan Burma pada Perang Dunia II, tahun 1942, kaum Budha mengambil kesempatan untuk menindas umat Islam di Rohingya. Terjadi pembantaian lebih dari 100 ribu umat Islam oleh orang-orang Budha, dan ratusan ribu lainnya mengungsi meninggalkan Arakan menuju Bengali.

Inggris yang kembali ke Burma pasca Perang Dunia II kemudian melakukan dekolonialisasi, maka berdirilah negara Burma pada 4 Januari 1948. Semua etnis yang ada di Burma mendapatkan kemerdekaan, mereka mendapatkan status otonom dalam negara federal yang baru dibentuk. Namun nasib kaum Muslim Rohingya diserahkan kepada pemerintah Burma yang mayoritas Budha, sehingga walaupun mereka mayoritas di daerah Arakan, namun mereka tidak mendapatkan posisi apapun.

Kudeta militer tahun 1962 yang melahirkan pemerintahan junta militer di Burma, memastikan penindasan terhadap kaum Muslim Rohingya semakin menjadi. Pada tahun itu, lebih dari 300 ribu Muslim Rohingya diusir ke Bangladesh. Diskriminasi ini terjadi karena militer didominasi oleh etnis Burma atau Bama yang merupakan etnis mayoritas dengan 68 persen dari jumlah penduduk.

Pengusiran terus berlanjut, dikombinasi dengan konflik sosial yang direkayasa. Akibatnya tahun 1978 rezim militer mengusir lagi lebih dari setengah juta Muslim Rohingya. Pembasmian Muslim Rohingya dilakukan secara sistematis di bawah kontrol State Council of Burma dengan merestui the 20 year Rohingya Extermination Plan yang dikeluarkan oleh Arakan State Council dengan kode operasi King Dragon Operation (Nagamin). Operasi yang dimulai 6 Februari 1978 ini merupakan operasi terkejam yang pernah dilakukan di Burma yang dimulai pembantaian terhadap perkampungan Muslim Sakkipara di Akyab Arakan. Pemenjaraan, pembunuhan, pemerkosaan terjadi di berbagai penjuru kampung Muslim Arakan Utara seperti di Bnthidaung dan Maungdaw.

Dalam catatan Amnesty International, sekitar 200 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat Operasi Nagamin oleh junta militer ini. Operasi ini ditargetkan secara langsung kepada etnis Rohingya.

Tahun 1982, pemerintah junta militer mengeluarkan Burma Citizenship Law of 1982. Undang-undang ini bersifat sentimen keagamaan dan penuh diskriminasi. Rohingya dinyatakan sebagai bukan dari warga negara asli Myanmar dan disebut sebagai pendatang. Secara sistematis, junta militer mendiskriminasi mereka terhadap akses pendidikan, bahkan terus berusaha menekan perkembangan populasi Muslim Rohingya.

Tahun 1988, lebih dari 150 ribu Muslim Rohingya kembali diusir. Puncaknya, junta militer mengubah Burma menjadi Myanmar pada 18 Juni 1989, dengan tujuan untuk melindungi multietnis yang ada di sana karena Burma adalah nama etnis mayoritas yang datang dari Tibet padahal sudah ada etnis lain seperti etnis Shan yang mendiami daerah itu.

Tahun 1991, lebih dari setengah juta Muslim Rohingya harus mengungsi akibat penindasan terhadap mereka yang tak kunjung reda. Kampanye pembasmian etnis Muslim dilancarkan dengan kode Pyi Thaya yang dimulai pada 18 Juli 1991. Pembunuhan dan pemerkosaan, pemusnahan tempat tinggal termasuk masjid-masjid terjadi di mana-mana. Masjid yang dirobohkan diganti dengan pagoda-pagoda umat Budha. Gelombang pengungsi baru ini terjadi akibat akumulasi dari kekerasan yang dialami etnis Rohingya yang tak kunjung reda. Pada tahun 1999 tidak kurang ada 20 operasi besar yang dilakukan junta militer terhadap Muslim Rohingya.

Tahun 2001, ratusan masjid dirobohkan sebagai balasan atas pemusnahan patung Budha di lembah Bamiyan oleh Taliban di Afghanistan, Pada tahun 2003, buku-buku dan rekaman yang berisi hinaan terhadap Islam dan kaum Muslimin tersebar di seluruh Myanmar bahkan dibagi-bagikan secara gratis, dalam rangka mendiskreditkan Muslim di Arakan. Bahkan pada tahun 2004, Muslim Rohingya dipaksa untuk mengamalkan ajaran Budha dan dipaksa untuk mengikuti upacara Budha.

Dalam laporan Amnesty International bentuk-bentuk kekejaman Junta militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya antara lain; (1) penolakan pemberian kewarganegaraan (2) pembatasan untuk berpindah, (3) pembatasan dalam kegiatan ekonomi (4) pembatasan dalam bidang pendidikan (5) pembunuhan, penahanan dan penyiksaan (6) pelecehan terhadap kaum wanita dan pembatasan pernikahan (7) kerusuhan anti Rohingya.

AkarMasalah

Setidaknya ada tiga hal yang menjadi akar masalah Rohingya. Pertama adalah kolonialisme. Hadirnya Inggris yang menjajah anak benua Asia yang terbentang dari India hingga Burma (Myanmar) menjadi awal dari penderitaan Muslim di Rohingya. Ketika melakukan penjajahan, Inggris melakukan politik adu-domba antara Muslim dengan Hindu di india, dan antara Muslim, Kristen dan Budha di Burma. Maka, ketika Inggris memberikan kemerdekaan kepada Burma tahun 1948, bibit-bibit adu-domba yang dilakukan oleh lnggris telah menanamkan dendam yang mengakibatkan terjadi konflik yang berkepanjangan bahkan sampai mengarah kepada etnic cleansing.

Kedua adalah nasionalisme dan kepentingan nasional (national interest). Solidaritas sesama Muslim di dunia tidak terbangun. Kalaupun ada sifatnya hanya artifisial. Negeri Muslim yang ada di sekitar, seperti Bangladesh, Malaysia bahkan Indonesia seakan enggan membantu Muslim Rohingya yang nasibnya sangat mengenaskan ini. Ini akibat dari sekat nasionalisme.

Ketiga adalah sekulerisme. Selalu yang dikedepankan adalah masalah humanity (kemanusiaan). Tidak boleh ada solidaritas agama. Padahal umat Budha di Myanmar kadang mendiskriminasi Muslim Rohingya karena alasan solidaritas agama.

Maka sampai kapanpun bila akar masalah ini tidak diselesaikan, persoalan Muslim Rohingya akan terus berlarut. Dan pembantaian demi pembantaian terus akan mereka alami. Astaghfirullahaladzim. [] penulis: budi mulyana, lajnah khusus intelektual dpp hti, dosen ilmu hubungan internasional unikom, mahasiswa program doktor hubungan internasional unpad

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 152, Juni 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam