Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 15 Mei 2017

Semangat Dakwah Islam Kalahkan Segala Halangan


ilustrasi semangat dakwah Islam
Kala Semangat Kalahkan Segalanya

Malam masih pekat. Tapi kehidupan di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta telah dimulai. Sekitar 20 ribu peserta Rapat dan Pawai Akbar 1436 H memecah keheningan malam, sebelum waktu shalat subuh tiba.

Massa dari Banten, Karawang, Purwakarta, Cikampek, Subang, dan Sukabumi datang lebih awal untuk menghindari keterlambatan. Massa yang begitu besar tak bisa ditampung oleh Masjid Al Bina di luar stadion. Jadilah, stadion terbesar di Indonesia itu menjadi tempat shalat subuh berjamaah.

Mungkin ini baru pertama kali dalam sejarah stadion itu sebagai tempat shalat. Shalat yang diimami oleh KH Yasin Muthahar, Pimpinan Ponpes Al Abqary, Serang, Banten, begitu khusu' di bawah sorot lampu stadion yang biasa menyorot pertandingan sepak bola.

”Semoga shalat shubuh pertama di GBK ini sebagai awal turunnya nashrullah, karena itulah yang dibutuhkan untuk tegaknya khilafah,” ujar Yasin yang juga sebagai anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia memberi tausiyah usai shalat subuh, Sabtu (30/5/2015).

Pantang Menyerah

Rapat dan Pawai Akbar bukannya tanpa hambatan dan rintangan. Ada pihak-pihak yang sengaja ingin menjegal acara ini dengan berbagai alasan. Ada yang mendatangi kepolisian dan meminta aparat kepolisian agar tidak memberikan izin terselenggaranya acara ini. Ada yang mengancam-ancam akan membubarkan.

Di Ternate, pelaksanaan RPA pada Sabtu (16/5/2015) nyaris batal. Pasalnya, proses perizinan yang diurus tiga bulan sebelumnya tidak juga turun. Ketika ditanyakan, polisi menjanjikan akan mengeluarkannya sepekan sebelum hari H. Namun ketika panitia mengonfirmasi perihal perizinan, panitia diminta untuk memindahkan tempat kegiatan dari rencana awal di Taman Nukila.

Maka acarapun dipindahkan ke halaman Masjid Al Munawar, namun pihak masjid tidak mengizinkan tanpa ada izin kegiatan dari pihak kepolisian. Di sisi lain polisi tak mengeluarkan izin tanpa ada izin tempat dari pihak masjid. Sampai hari H minus satu, izin tersebut belum didapat. Tapi mereka memang pantang menyerah. "RPA tidak boleh batal,” begitu tekad panitia.

Kendala lain juga adalah permintaan dari pihak masjid dan polisi untuk mengubah rundown tak boleh ada teatrikal, tak ada orasi, sehingga kata 'orasi' diubah menjadi ceramah agama, juga persyaratan 'aneh' lainnya tak boleh berbicara politik, menyinggung agama lain. Kelistrikan juga harus menggunakan genset karena tak mendapat pasokan listrik dari pihak masjid.

Beberapa pihak termasuk polisi menyangka, kegiatan RPA di Ternate dibatalkan karena sejak Jum’at sore hingga malam terjadi hujan lebat dan tak ada aktivitas persiapan di lokasi kegiatan.

Keesokan harinya banyak yang tersentak, karena pagi harinya, sekitar 2.000 massa pawai dari Tapak 3, Jalan Reklamasi melewati pasar dan terminal menuju lapangan parkir Masjid Al-Munawar. Peserta berjalan kaki membawa poster dan spanduk sambil berorasi dan membagikan flyer dan siaran pers tentang bahaya neoliberalisme dan neoimperialisme. “Alhamdulillah atas izin dan pertolongan Allah, RPA Ternate berjalan dengan lancar,” ungkap panitia.

Semangat

Rapat dan Pawai Akbar 1436 H ini bak magnet bagi kaum Muslim yang telah sadar akan kewajiban menerapkan syariah Islam secara kaffah. Mereka rela berkorban untuk menghadiri acara yang langka ini.

Kecintaan terhadap Islam dan kerinduan akan segera tegaknya khilafah membuat warga dari Pulau Sapeken dan pulau-pulau kecil lainnya di Kepulauan Kangean -kepulauan paling timur Madura lurus utara ke Bali- dengan sukarela menempuh perjalanan jauh hingga 12 hari untuk mengikuti RPA di Surabaya pada Ahad, 10 Mei 2015 lalu. Jika yang lain umumnya pulang pada hari itu juga, sedangkan sebagian dari sekitar 50 peserta dari Kepulauan Kangean baru sampai rumah pada 22 Mei.

Memang perjalanan lautnya hanya 15 jam dari Pulau Kangean menuju Pulau Madura. Perjalanan menjadi lama karena menggunakan kapal laut yang jadwalnya sepekan sekali. Jadwal berlayar dari Madura ke Kangean 12 Mei. Namun kapal perintis yang mereka tumpangi urung berangkat karena cuaca buruk. Barulah pada 17 Mei kapal pun berlayar hingga sampai Kangean keesokan harinya.

”Itupun sebagian masih harus melanjutkan perjalanan ke pulau masing-masing di KepuIauan Kangean menggunakan perahu penduduk,” ujar Rosyid, peserta dari Sapeken. Karena para peserta lainnya kehabisan bekal, mereka menginap dahulu di rumah peserta dari pulau itu.

"Luar biasa RPA Surabaya, meskipun panas yang sangat menyengat dengan pawai sekitar 4 km ditambah lagi rombongan kami harus menunggu jadwal kapal yang terus tertunda, tidak menyurutkan semangat kami untuk terus mendukung perjuangan HTI," ujar Moh Salim, peserta dari Sapeken. Pernyataan tersebut diamini pula oleh peserta Sapeken lainya yakni H Ali dan Sandrek yang mengajak anak, istri, serta menantunya.

Sedangkan peserta RPA dari Depok, Septia Marnie (istri almarhum Abu Hassan, marketing tabloid Media Umat), awalnya agak pesimis untuk mengikuti RPA Jakarta karena kondisi Fisik yang tidak memungkinkan. Serangan antibodi hebat karena penyakit lupus membuatnya sulit untuk beraktivitas. Namun Septia berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan fisik untuk melangkah.

Alhamdulillah, walaupun orangtua agak keberatan, melihat semangat saya, akhirnya mereka mengizinkan dan saya berhasil menaiki tribun 23 paling atas. Persendian saya yang dulunya pernah bermasalah karena serangan antibodi, ternyata tidak apa-apa. Sempat hampir pingsan, namun setelah segera minum suplemen, saya bisa mengikuti acara hingga selesai,” ujarnya.

Di awal acara, air mata tak tertahan. ”Selain karena teringat almarhum suami, saya sangat terharu dan rindu dengan kejayaan umat,” ujarnya. Selesai acara, perjuangan belum selesai, Septia harus berjalan kira-kira sejauh 1 km lebih. "Perjalanan yang menurut dokter sangat mustahil bagi pengidap lupus seperti saya," jelasnya. Ia pun tak ada masalah ketika sampai di rumah.

Gadaikan THR

Kegigihan para aktivis HTI Leuwiliang, Kabupaten Bogor untuk mengajak warga mengikuti RPA Jakarta membuahkan hasil sehingga diperlukan sebelas bus untuk mengangkutnya. Namun yang jadi kendala adalah dana, jangankan untuk membeli tiket dan urunan membayar bus sekadar untuk membeli air minum pun mereka juga tidak punya uang.

“Panitia yang mendampingi mereka menceritakan banyak jama’ah yang untuk beli air minum pun tidak punya uang, panitia lalu merogoh kantongiya untuk membelikan air minum,” ujar penanggung jawab RPA Jakarta dari Leuwiliang, Ahmad Soim.

Maka, selain waktu, tenaga dan pikiran, pengorbanan harta para aktivispun teruji ketika diminta lagi pengorbanan hartanya. Pada 25 Mei, Ahmad Soim pun meng-SMS para aktivis untuk menambah infaknya lagi.

"Harta yang kita infakkan untuk itulah harta yang kekal buat kita, selainnya, hanya milik atau titipan Allah hingga kematian kita tiba. Yang itu bisa terjadi hanya sampai esok hari. Setelah ajal tiba, harta itu bukanlah milik kita lagi.”

Tak lama SMS balasan pun berdatangan. ”Aamiin, saya lagi menggadaikan sebagian hak THR saya, Tadz. Untuk nambah infak sebesar Rp 1 juta. Minta doanya juga semoga Ustadz X yang kini kerja di Brunei, mau bayar utangnya, saya akan tambahkan semua ke RPA,” jawab seorang aktivis.

Sekitar dua jam kemudian, yang lain menjawab. ”Ustadz insya Allah, malam ini saya lunasi sisa dari infak dan untuk tambahan bantu saya jualin motor sport Pulsar merah 135 cc saya, yang biasa saya pakai sehari-hari sama notebook Acer, kalau ada yang minat silakan hubungi saya. Ada yang bantu jualin saya kasih 5 persen dari harga jual. Sisanya saya infakkan semua. Mohon do’a dan bantuannya.” Subhanallah.

Barakallahu fii 'amalikum yaa akhi wa ukhti...[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 152, Juni 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam