Kaki-Kaki
Emas Di Jalan Hijrah
Selalu ada
pribadi-pribadi berkepribadian emas dalam sejarah perjuangan islam, termasuk
dalam proses hijrah ke Yatsrib atau Madinah. Hijrah bukan perjalanan ringan,
justru amat berat. Dengan jarak tempuh lebih dari 400 km, para sahabat
melangkahkan kaki ke negeri "orang lain'. Tak ada sanak famili di sana,
tak ada rumah tinggal, dan tak ada nafkah yang dijanjikan Rasulullah SAW
kecuali ridha Allah SWT.
Keridhaan Allah itulah
yang justru menjadi bahan bakar semangat kaum Muslimin meninggalkan negeri
mereka, Mekkah, menuju negeri baru Madinah. Meski untuk itu mereka harus
meninggalkan harta, tempat tinggal, nafkah, bahkan ada sebagian dari sahabat
harus meninggalkan istri atau suami, anak-anak dan orangtua.
Salah satu sosok
sentral dalam hijrah adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Ia adalah pendamping
hijrah Rasulullah SAW. Mendampingi Rasulullah adalah kehormatan sekaligus
mengundang kematian. Karena tak ada orang yang amat diincar untuk dilenyapkan
oleh kaum Musyrik Quraisy melebihi Rasulullah SAW, tapi justru Abu Bakar amat
berharap menjadi teman hijrah beliau.
Abu Bakar telah
membeli dua ekor unta yang dipersiapkan untuk berhijrah bersama Nabi SAW. Kedua
unta itu ia persiapkan dan diberi makan selama empat bulan. Sampai suatu ketika
Rasulullah SAW mendatangi rumah Abu Bakar. Beliau meminta agar Abu Bakar untuk
keluar rumah agar bisa berbicara dengan aman. Akan tetapi Abu Bakar menjawab,
”Wahai Rasulullah, di rumah ini hanya ada dua anakku, demi ayah dan ibuku yang
menjadi tebusan untukmu." Kemudian Rasulullah berkata, "Sesungguhnya
Allah Ta'ala telah mengizinkanku hijrah dan keluar dari Mekkah.”
Abu Bakar bertanya,
”Siapa temannya, wahai Rasulullah?" Nabi SAW. berkata, ”Teman?” Perkataan
Rasulullah mengisyaratkan bahwa Abu Bakar memang orang yang dipilih untuk
mendampingi beliau. Aisyah saat menuturkan riwayat ini berkomentar, ”Demi
Allah, hingga ketika itu aku belum pernah melihat orang menangis karena
kegirangan, dan saat itu aku melihatnya pada Abu Bakar.”
Bukan hanya
menyertakan dirinya, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq ra. juga melibatkan
putra-putrinya dalam perjalanan hijrah yang berbahaya ini. Ia memerintahkan
putranya Abdullah bin Abu Bakar ra. untuk hadir di tengah-tengah orang Quraisy
untuk mencuri informasi-informasi penting. Kemudian sore harinya ia
memerintahkan mantan budaknya, Amir bin Fuhairah, menggembalakan kambing dan
membawanya kepada Abu Bakar dan Rasulullah SAW. Kambing itu diperah susunya dan
disembelih untuk bekal makanan.
Putrinya Asma binti
Abu Bakar ra. juga diperintahkan untuk membawa makanan bagi mereka berdua.
Karena lupa tidak membawa tali pengikat makanan, maka Asma melepas ikat
pinggangnya dan membelahnya menjadi dua sebagai pengikat makanan, hingga ia
dijuluki dzatu an-nithaqaini (wanita yang punya dua ikat pinggang).
Abu Bakar menghabiskan
banyak hartanya untuk perbekalan hijrah, selain untuk membeli dua ekor unta dan
menyewa penunjuk jalan. Kabar ini sampai kepada ayahnya, Abu Quhafah. Ia yang
sudah buta mencemaskan keluarga Abu Bakar lalu mendatangi keluarga tersebut.
”Demi Allah, aku berpendapat bahwa Abu Bakar berniat melaparkan kalian, karena
membawa semua kekayaannya!"
Asma binti Abu Bakar
ra. membela ayahnya, "Tidak, sesungguhnya ayah meninggalkan kekayaan yang
banyak untuk kita!" Kemudian ia mengambil batu, meletakkannya di karung
dan mengambil tangan kakeknya agar meraba karung tersebut, ”Kakek, letakkan tanganmu
di kekayaan ini.” Abu Quhafah pun meraba karung tersebut. Ia berkata, “Tidak
apa-apa. Jika ia meninggalkan kekayaan sebanyak ini, ia telah berbuat baik.”
Ya Allah berkahilah
keluarga Abu Bakar!
Pengorbanan dan ujian
di jalan hijrah juga dialami keluarga Rasulullah SAW, yakni Zainab ra. Saat
akan berangkat ke Madinah, orang-orang mengejar Zainab. Mereka berhasil
mengejarnya di Dzi Thawa lalu mulai meneror Zainab. Salah seorang di antara
mereka, yakni Habbar bin al Aswad menjulurkan tombaknya hingga Zainab yang kala
itu sedang hamil seketika mengalami keguguran.
Saat itu saudara ipar
Zainab, Kinanah bin ar-Rabi' membela Zainab. ia mengeluarkan panahnya dan
berkata, "Demi Allah, jika salah seorang di antara kalian mendekat
kepadaku, akan kulesatkan anak panahku padanya!" Orang-orang Quraisy pun
pulang kembali ke Mekkah.
Zainab binti
Rasulullah ra. baru bisa keluar meninggalkan Mekkah beberapa hari kemudian
secara diam-diam. Ia meninggalkan suaminya Abu al-Ash bin ar Rabi yang masih
bersikukuh dengan kemusyrikannya.
Abu al Ash bukan saja
enggan memeluk Islam, tapi ia pernah juga turut berperang pada medan Badar.
Saat itu ia tertangkap oleh kaum Muslimin. Mendengar suaminya tertangkap,
Zainab bermaksud menebusnya dengan kalung pemberian ibundanya, Khadijah binti
Khuwailid ra. Ia mengirim utusan untuk membawa kalung itu kepada Rasulullah SAW
di Madinah. Hal ini terjadi sebelum hijrahnya Zainab ke Madinah.
Melihat utusan membawa
kalung milik Zainab yang merupakan pemberian istrinya tercinta, Khadijah ra.,
Rasulullah SAW merasa sedih. Ia berkata kepada para sahabat, "Jika kalian
ingin membebaskan suami Zainab, dan mengembalikan hartanya kepadanya silahkan
lakukanlah!" Para sahabat berkata, "Itu akan kami lakukan wahai
Rasulullah.” Kemudian mereka membebaskan Abu al-Ash dan mengembalikan kalung
Zainab.
Masih banyak lagi
kisah-kisah keteladanan para sahabat di jalan hijrah. Semuanya memberikan
pedoman bahwa tak ada yang dapat menghentikan dakwah meski harus meninggalkan
apa yang demikian berharga di mata manusia. Harta, tempat tinggal, bahkan
keluarga pun harus terpisah manakala berhadapan dengan kalimatul haq.
Betapa banyak orang
yang dalam hatinya merasa sudah berjuang tapi masih merengkuh erat-erat dunia.
Kakinya tak mau melangkah di jalan dakwah lebih lebar lagi kecuali dengan
sekadar merayap. Mereka sebenarnya tengah bermimpi menjalankan dakwah dan dapat
meraih ridha Allah dengan kebekuan hati dan pikiran mereka.
Maka, bagaimanakah
sekarang posisi kita di hadapan Allah bila dibandingkan dengan keluarga Abu
Bakar? Saatnya pantaskan diri di hadapan ilahi agar perjalanan dakwah menjadi
ringan untuk dikayuh, dan pengorbanan pun menjadi mudah untuk dikerjakan. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 160, Oktober-Nopember 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar