Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 08 Mei 2017

Mengqadha Shalat yang Terlewat

Mengqadha Shalat yang Luput

Jika shalat telah keluar dari waktunya, maka shalat tersebut dipandang luput. Luputnya shalat ini bisa karena lupa atau tertidur, atau bisa jadi karena sengaja melalaikannya. Jika shalat telah luput karena tertidur atau lupa, maka wajib melaksanakannya sesuai contoh berikut ini:

1) Shalat orang yang tertidur atau lupa dilaksanakan secara langsung ketika dia bangun atau ketika dia ingat. ltulah waktu shalatnya, yang tidak boleh lagi diakhirkan. Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian tertidur atau lupa dari shalat, maka sholatlah ketika dia ingat, karena Allah Swt. berfirman: “Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (HR. Muslim dan Ahmad)

2) Jika seorang Muslim hendak melaksanakan shalat yang terlupa dan telah luput karena suatu kesibukan atau tertidur di satu waktu shalat wajib yang belum sempat dia laksanakan kemudian, maka hendaklah dia mendahulukan shalat yang luput, kemudian dia laksanakan shalat wajibnya. Jabir bin Abdillah ra. telah meriwayatkan:

“Bahwasanya Umar bin Khattab pada Perang Khandaq tetah mencaci orang kafir Quraisy dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak sempat shalat Ashar hingga matahari hampir terbenam.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Demi Allah, akupun tidak sempat shalat.” Lalu kami singgah di Bath-ha, kemudian Rasulullah Saw. berwudhu dan kami pun berwudhu. Kemudian Rasulullah Saw. shalat ashar setelah matahari terbenam, dan sesudahnya lalu beliau shalat maghrib.” (HR. Muslim)

Shalat yang luput karena tertidur atau lupa atau kesibukan ini jika dilaksanakan berdasarkan contoh di atas maka pelakunya tidak terkena dosa, karena dengan melaksanakan shalat seperti itu sang pelaku telah berkafarat dari shalatnya yang luput. Anas ra. telah meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang lupa melaksanakan shalat, maka hendaklah dia shalat ketika ingat, tidak ada kafarat atas hal itu kecuali dengan melakukannya. Qatadah berkata “dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (HR. Muslim, Bukhari dan Ahmad)

Namun, jika dia kehilangan shalat karena sengaja melalaikannya tanpa udzur syar’iy, maka dia telah menanggung dosa yang sangat besar. Saat itu dia harus bertaubat dengan taubat yang sebenarnya. Shalat yang luput tidak ada kafarat atasnya, karena kafarat diperuntukkan hanya untuk shalat yang luput dengan sebab syar'iy, seperti tertidur, lupa atau alpa, bukan yang lain. Jika orang yang melalaikan ini mengqadha shalat yang luput tersebut, maka dosa yang harus dia tanggung tidak akan gugur darinya. Saya berharap dia bisa memanfaatkan qadha tersebut, dan mudah-mudahan hal itu menunjukkan pada keseriusan taubatnya.

Dan apabila qadha-nya seorang Muslim atas shalat-shalatnya yang luput karena ditinggalkan secara sengaja itu tidak menggugurkan dosanya, maka apatah lagi dengan qadha yang dilakukan orang lain ketika si pelaku telah wafat sedangkan dia harus menanggung dosa dari shalat yang ditinggalkannya. Artinya, qadha yang dilakukan orang lain tidak akan menggugurkan dosa darinya. Dengan demikian, maka shalat yang diterima adalah shalat yang dilakukan oleh orang yang terkena kewajibannya dan dilaksanakan pada waktunya. Allah Swt. berfirman:

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (TQS. an-Nisa [4]: 103)

Tidak pernah ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan agar seorang Muslim mengqadha shalat yang luput dari seseorang yang lain, dan tidak ada cerita bahwa seseorang telah mengqadha shalat yang luput seorang Muslim yang lain itu kemudian Rasulullah Saw. mengakui perbuatannya tersebut. ingatlah, bahwa ibadah itu bersifat tauqifiy, sehingga tidak sah dilakukan qiyas di dalamnya, kecuali jika ada 'ilat yang benar-benar disebutkan dalam nash.

Adapun tentang tata cara shalat yang luput adalah sebagai berikut: barangsiapa yang melaksanakan shalat yang luput itu, hendaknya dia melaksanakan shalat tersebut sesuai keadaan sebenarnya dan menurut bentuknya sebagaimana shalat yang dilaksanakan pada waktunya. Hendaklah dia melaksanakan shalat itu apa adanya, dari sisi jahr ataupun sirr-nya, iqamat dan jamaahnya. Seandainya dia kehilangan shalat subuh, maka hendaklah dia melaksanakannya di waktu siang setelah matahari terbit, di mana disyariatkan baginya untuk beriqamat, kemudian melaksanakan shalat tersebut secara jahr dan dalam satu jamaah. Jika dia kehilangan shalat ashar dan ingat kembali pada waktu malam maka hendaklah dia melaksanakan shalat tersebut dengan cara sirriyah, dan melaksanakan shalatnya dalam satu jamaah. Dari Abu Qatadah ra. yang bercerita tentang tertidurnya mereka dari shalat fajar, dia berkata:

“…kemudian Bilal mengumandangkan adzan untuk shalat, lalu Rasulullah Saw. shalat dua rakaat, kemudian shalat al-ghadat. Beliau melakukannya sebagaimana beliau lakukan (seperti biasa) setiap hari.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan dua rakaat di sini adalah dua rakat shalat sunat sebelum shalat fajar, dan yang dimaksud dengan al-ghadat di sini adalah shalat fajar.

Dari Abu Said ra., ia berkata:

“Kami tertahan pada Perang Khandaq dari beberapa shalat hingga terlewatlah sebagian waktu setelah maghrib, dan ini sebelum turun firman Allah Swt. seputar perang, ketika berperang telah dicukupkan dari kami. Hal ini ketika sudah turun firman-Nya: “Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” Nabi Saw. memerintahkan Bilal, maka Bilal beriqamat shalat dhuhur, kemudian beliau Saw. shalat dhuhur sebagaimana shalat pada waktunya. Setelah itu Bilal beriqamat untuk shalat Ashar, lalu Nabi melaksanakan shalat ashar sebagaimana shalat pada waktunya. Dan Bilal kemudian beriqamat untuk shalat maghrib dan Nabi Saw. melaksanakan shalat maghrib sebagaimana shalat pada waktunya." (HR. Ahmad, anNasai dan Ibnu Khuzaimah)

Dalam kondisi ini adzan disyariatkan ketika jamaah penduduk kota disibukkan dari adzan pada waktunya, seperti terjadinya peperangan. Seperti kejadian yang menimpa Rasulullah Saw. dan jamaah kaum Muslim di kota Madinah pada Perang Khandak, atau penduduk negeri disibukkan dari adzan sebagai akibat terjadinya bencana gempa bumi yang dahsyat atau badai topan misalnya, maka hendaklah dikumandangkan adzan ketika akan menegakkan shalat yang luput. Namun, jika jamaah telah beradzan di suatu negeri, sedang orang yang kehilangan shalat akan melaksanakan shalat pada selain waktunya maka tidak diperlukan lagi adzan, cukup dengan iqamat saja.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa tulisan arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam