Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 22 Mei 2017

Mengeraskan Bacaan (Jahr) Dalam Shalat al-Jahriyah



Mengeraskan Suara (Jahr) Dalam Shalat al-Jahriyah

Mengeraskan suara (jahr) dalam shalat dilakukan dalam shalat Maghrib, shalat Isya dan shalat Shubuh. Dan bisa juga dilakukan dalam shalat tathawwu’ di malam hari. Jahr juga dilakukan dalam shalat Jum’at, shalat dua hari raya (al-'idain), shalat istisqa, dan shalat kusuf. Adapun selain shalat-shalat di atas, maka disyariatkan untuk mensirrkannya (membaca dengan suara yang pelan).

Jahr itu dilakukan ketika membaca al-fatihah dan ayat/surat al-Qur’an setelahnya dalam dua rakaat pertama saja, dilakukan juga ketika bertakbiratul ihram dan takbir-takbir yang lain. Juga dilakukan ketika mengucapkan sami'allahu liman hamidah ketika bangkit dari ruku’, dan ketika mengucap salam ke kanan dan ke kiri. Semua itu telah diketahui dan dimaklumi.

Ukuran jahr dalam shalat jahriyah itu disebutkan dalam dua hadits berikut:

a. Dari Abdullah bin Abbas ra., ia berkata:

“Adalah bacaan Rasulullah Saw. kira-kira bisa didengar oleh orang yang berada di al-hujrah, dan Beliau Saw. berada di al-bait.” (HR. Abu Dawud)

Al-Bait di sini artinya tempat tidur atau ruang tidur, sedangkan al-hujrah di sini adalah ruang tengah atau halaman rumah.

b. Dari Abu Qatadah:

“Bahwasanya Nabi Saw. keluar di suatu malam, kemudian Beliau Saw. melewati Abu Bakar yang sedang shalat dengan merendahkan suaranya. Dia berkata: Beliau melewati Umar bin Khaththab yang sedang shalat dengan mengeraskan suaranya. Dia berkata: Ketika keduanya berkumpul di sisi Nabi Saw., Beliau Saw. berkata: “Wahai Abu Bakar, aku lewat di sampingmu dan engkau sedang shalat dengan merendahkan suaramu.” Dia berkata: ‘Sungguh aku telah memperdengarkan pihak yang menjadi tempatku bermunajat (Allah-pen), wahai Rasulullah.’ Dia berkata: Dan Beliau berkata kepada Umar: “Aku lewat di sampingmu dan engkau sedang shalat dengan mengeraskan suaramu.” Dia berkata: Umar berkata: 'Wahai Rasulullah, aku membangunkan orang yang mengantuk dan mengusir setan.’ Al-Hasan menambahkan dalam haditsnya: Maka Nabi Saw. berkata: “Wahai Abu Bakar, keraskan suaramu sedikit.” Dan Beliau berkata kepada Umar: “Rendahkan suaramu sedikit.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, al-Hakim dan dia menshahihkannya)

Dua hadits ini menerangkan bahwa jahr yang disyariatkan itu adalah pertengahan antara sangat keras dan pelan dalam bersuara, sehingga jahr tidak sama dengan dikeraskan dan tidak juga dipelankan atau dibisikkan. Kalimat dalam hadits ini: “dengan merendahkan suaranya”, dan “dengan mengeraskan suaranya”, kemudian memberi jalan keluar dari dua keadaan tersebut dengan ucapannya: “keraskan suaramu sedikit” dan dengan ucapannya: “rendahkan suaramu sedikit”, menjadi dilalah yang jelas disyariatkannya pertengahan, dan ditolaknya suara sangat keras dan suara sangat rendah. Hadits yang pertama menetapkan ukuran jahr dalam bentuk yang sangat lembut, yakni suara yang jika keluar dari dalam kamar tidur bisa didengar oleh orang yang berada di ruang tengah. Inilah jahr yang disyariatkan dalam shalat.

Adapun hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dari Abu Hurairah ia berkata:

“Adalah bacaan Nabi Saw. di waktu malam: Beliau Saw. mengeraskan sekali-kali dan kadang merendahkan sekali-kali.”

Hadits yang diriwayatkan Ahmad dari Yahma bin Yaimur dari Aisyah ra. ia berkata:

“Aku bertanya: Apakah Rasulullah mengeraskan suaranya ketika membaca? Aisyah berkata: “Kadangkala Beliau Saw. mengeraskan, dan kadangkala merendahkan,”

adalah salah jika kedua hadits ini digunakan sebagai dalil ukuran jahr dalam shalat. Alasannya karena kedua hadits ini membahas masalah bolehnya jahr dalam shalat, dan tidak membahas kadar jahr tersebut. Maka kalimat dalam hadits pertama: “Beliau Saw. mengeraskan sekali-kali, dan merendahkan sekali-kali”, dan kalimat dalam hadits kedua: “kadangkala Beliau Saw. mengeraskan dan kadangkala merendahkan”, keduanya datang untuk menjelaskan hukum jahr dalam shalat, yakni boleh dilakukan, dengan dilalah perbuatan Rasulullah Saw. dalam shalat, di mana Beliau Saw. sekali-kali menjahrkan dan sekali-kali mensirrkan. Seandainya jahr itu diwajibkan, tentu Rasulullah Saw. tidak akan meninggalkannya sekali-kali dalam shalat jahriyah-nya. Pembahasan hukum jahr dalam shalat adalah berbeda dengan pembahasan ukuran jahr dalam shalat.

Yang menguatkan pemahaman ini adalah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abi Qais, ia berkata:

”Aku bertanya kepada Aisyah… bagaimanakah bacaan Rasululah Saw. di waktu malam, apakah beliau menjahrkan ataukah mensirrkan?’ Dia berkata: “Beliau Saw. kadangkala melakukan setiap dari keduanya itu, kadangkala Beliau menjahrkan, dan kadang pula mensirrkan.” (HR. Ahmad, an-Nasai, Tirmidzi dan dia menshahihkannya)

Ucapan Aisyah: “kadangkala beliau menjahrkan, dan kadang pula mensirrkan”, ini menjadi dilalah yang jelas atas pernyataan kami ini. Ditemukan pula dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, dari Ghudhaif bin al-Harits ia berkata:

“Aku bertanya kepada Aisyah… apakah engkau pernah melihat Rasulullah Saw. menjahrkan bacaan al-Qur'an ataukah membisikkannya?’ Dia berkata: “Kadangkala Beliau menjahrkannya dan kadangkala membisikkannya… Maka Aisyah menjawab: “Kadangkala Beliau menjahrkannya dan kadangkala merendahkannya”

Menjadi dilalah yang jelas atas pernyataan kami. Aisyah ra. telah membedakan bisikan dari jahr dan memasukkannya dalam kategori sirr. Dengan demikian, maka kalimat dalam dua hadits sebelumnya “merendahkan sekali-kali” dan “kadangkala merendahkan” berarti meninggalkan jahr dan membacanya dengan sirr. Dan sungguh ini merupakan penjelasan hukum jahr, bukan penjelasan tentang ukuran atau kadar jahr.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa tulisan arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam