Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 22 Mei 2017

Dalil Arah Pandangan Dalam Shalat



Memandang Dalam Shalat

Disyariatkan bagi mushalli untuk memandang ketika dia berdiri pada tempat sujudnya, dan memandang ketika dia duduk pada dua lututnya dan sesuatu di antara keduanya. Jika dia memusatkan pandangan pada ibu jarinya yang ada di atas lututnya yang sebelah kanan maka itu lebih baik lagi. Inilah cara ideal melemparkan pandangan dalam shalat. Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai Anas lemparkan pandanganmu ke arah engkau bersujud.” (HR. Baihaqi). Dari Abdullah bin Zubair ra., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika duduk dalam tasyahud, Beliau Saw. meletakkan tangannya yang sebelah kanan di atas pahanya yang sebelah kanan, dan tangannya yang sebelah kiri di atas pahanya yang sebelah kiri. Dan Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya, dan pandangannya tidak melampaui isyaratnya itu.” (HR. Ahmad, Muslim, an-Nasai dan al-Baihaqi)

Akan halnya memalingkan muka dalam shalat, maka beberapa nash telah melarang perbuatan seperti itu. Dari Aisyah ra. ia berkata:

“Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang memalingkan muka dalam shalat, maka Beliau Saw. berkata: “Ini adalah sambaran (renggutan) sangat cepat yang dilakukan oleh syetan dari shalat seorang hamba.” (HR. Bukhari)

Terdapat pula nash-nash yang meringankan larangan dari memalingkan wajah ini dalam shalat tathawwu, walaupun larangan ini tetap keras dalam shalat fardhu. Dari Abu Darda ra. dan bersifat marfu’:

“Wahai manusia, hati-hatilah kalian dari berpaling, karena sesungguhnya tidak ada shalat bagi orang yang berpaling. Jika kalian dikalahkan dalam tathawwu, maka jangan sampai kalian dikalahkan dalam shalat fardhu.” (HR. Ahmad)

Berpaling yang dilarang itu adalah si mushalli memutar dan membengkokkan lehernya ke kiri dan ke kanan, sehingga pandangannya menghadap ke arah selain kiblat; seperti melihat ke arah Barat atau ke arah Timur. Inilah tindakan berpaling yang dicakup oleh larangan keras tersebut.

Dari Abu Dzar ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Allah senantiasa menghadap ke arah hamba selama dia tidak berpaling. Jika dia memalingkan wajahnya maka Allah pergi darinya.” (HR. al-Hakim)

Ahmad meriwayatkan dengan lafadz:

“Allah azza wa jalla terus-menerus menghadap ke arah hamba-Nya dalam shalatnya selama dia tidak berpaling. Jika dia memalingkan wajahnya maka Allah pergi darinya.”

Berpaling yang mengeluarkannya dari menghadapkan wajah ke arah Ka’bah, inilah yang sangat dilarang, dan tidak ragu lagi bahwa perbuatan semacam ini diharamkan. Memandang dengan dua mata saja ke kiri dan kanan, dengan tetapnya posisi leher adalah tidak menjadi masalah.

Meski demikian, ada juga berpaling jenis lain yang dilakukan dengan cara menggerakkan wajah atau dengan melirikkan dua mata saja, tetapi keduanya ini tetap diharamkan, yakni mengangkat pandangan ke arah langit dalam shalat. Mengangkat pandangan seperti ini sangat dilarang. Sebab, si mushalli harus menundukkan kepala dan pandangannya, dan lebih bagus lagi dengan meluruskan pandangannya ke arah tempat sujudnya ketika dia berdiri, seraya melihat jari telunjuknya atau dua lututnya dan antara kedua lututnya itu ketika dia duduk. Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah Saw.:

"(Apabila) Beliau shalat, maka Beliau mengangkat pandangannya ke langit. Lalu turunlah ayat: “(Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (TQS. al-Mu'minun:2). Kemudian Beliau Saw. menundukkan kepalanya.” (HR. al-Hakim)

Dari Jabir bin Samurrah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Hendaknya orang-orang itu menghentikan tindakan mengangkat pandangan mereka ketika berdoa dalam shalatnya ke arah langit, atau pandangan mata itu tidak akan kembali pada mereka.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

"Hendaknya orang-orang itu berhenti dari mengangkat pandangan mereka ketika berdoa dalam shalat ke arah langit, atau pandangan mata mereka niscaya akan dirampas.” (HR. Muslim)

Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah Saw. bertanya:

“Apakah orang-orang itu terus saja mengangkat pandangan mereka ke langit dalam shalat mereka?” Ucapan beliau semakin keras ketika itu hingga beliau berkata: “Sungguh mereka sangat dilarang dari tindakan itu, atau pandangan mereka niscaya akan dirampas.” (HR. Bukhari, Ahmad, an-Nasai dan Ibnu Hibban)

Larangan ini disebutkan dalam bentuk yang keras, maka kalimat Beliau: “sungguh sangat dilarang” dengan menggunakan lam dan nun taukid (lam dan nun yang berfaidah menegaskan), dan ucapan “atau tidak kembali pada mereka”, dan ucapan “atau pandangan mereka niscaya akan dirampas”, semuanya merupakan indikasi (qarinah) yang menjadikan larangan ini sebagai satu pengharaman (at-tahrim) atau larangan yang bersifat pasti (an-nahyu al-jazim).

Jadi, barangsiapa yang berpaling ke arah selain arah kiblat, baik ke kiri atau ke kanan, atau berpaling dengan mengarahkan pandangan naik ke langit, maka dengan hal itu telah meninggalkan kewajiban menghadap kiblat. Dia telah jatuh dalam dosa. Walaupun begitu dia tidak wajib mengulang shalatnya. Shalatnya tetap diterima, dan tentu saja dalam kondisi yang kurang, dengan melihat dilalah ucapan Beliau Saw.: “sambaran atau renggutan cepat yang dilakukan oleh setan dari shalat seorang hamba”, yang disebutkan sebelumnya dalam hadits di atas.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa tulisan arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam