Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 23 Mei 2017

Dalil Doa Istiftah Dalam Shalat


Doa Istiftah

Ini adalah dzikir dan doa yang diucapkan oleh mushalli sebagai pembuka shalatnya setelah dia bertakbiratul ihram dan sebelum membaca al-Fatihah. Hukumnya sunat yang sangat dianjurkan. Beberapa bentuk do’a ini telah disebutkan oleh sejumlah riwayat, di mana yang paling shahih sanadnya dan mudah menghafalnya adalah sebagai berikut: “Ya Allah, jauhkan antara aku dengan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan Timur dengan Barat. Ya Allah, bersihkan aku dari kesalahanku sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku dengan salju, air dan embun."

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata:
[gambar-gambar klik untuk perbesar]

“Adalah Rasulullah Saw. setelah bertakbir (takbiratul ihram) dalam shalat maka Beliau Saw. diam sejenak sebelum Beliau membaca. Lalu aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang engkau ucapkan ketika engkau diam antara takbir dengan membaca itu?’ Beliau Saw. berkata: “Aku mengucapkan: ‘Ya Allah, jauhkan antara aku dengan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan Timur dengan Barat. Ya Allah, bersihkan aku dari kesalahanku sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku dengan salju, air dan embun." (HR. Muslim)

Jika memulai shalatnya dengan dzikir berikut, maka baik juga: “Maha suci Engkau ya Allah, pujian hanya untuk-Mu, maha sucilah nama-Mu, dan maha luhurlah keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau." Dari Abu Said al-Khudri ra. ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika memulai shalat Beliau mengucapkan: “Maha suci Engkau ya Allah, pujian hanya untuk-Mu, maha sucilah nama-Mu dan maha luhurlah keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau.” (HR. Thabrani dalam kitab ad-Du’a)

‘Abdah ra. telah meriwayatkan:

“Bahwasanya Umar bin Khaththab menjahrkan kalimat-kalimat berikut. Dia mengucapkan: “Maha suci Engkau ya Allah, pujian hanya untuk-Mu, maha sucilah nama-Mu dan maha luhurlah keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau…” (Riwayat Muslim)

Dan jika beristiftah dengan kalimat berikut: “Allah Mahabesar, dan sungguh Mahabesar, dan pujian bagi Allah dengan pujian yang banyak, dan Mahasuci Allah di waktu pagi dan petang,” maka itu baik juga. Dari Ibnu Umar ra. ia berkata:


“Ketika kami shalat bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba seseorang dari kaum itu mengucapkan: ‘Allah Maha Besar, dan sungguh Maha Besar, dan pujian bagi Allah dengan pujian yang banyak, dan Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang.' Maka Rasulullah Saw. bertanya: ”Siapakah yang mengucapkan kalimat begini dan begini?” Seorang laki-laki dari kaum itu berkata: ‘Aku wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda: “Aku sangat kagum dengan kalimat itu, di mana pintu-pintu langit dibukakan untuknya.” Ibnu Umar berkata: ‘Maka aku tidak meninggalkan kalimat tersebut sejak aku mendengar Rasulullah Saw. mengucapkan hal itu.” (HR. Muslim)

Jika beristiftah dengan kalimat berikut ini, maka bagus juga: “Ya Allah, penguasa Jibril, Mikail, dan Israfil, yang menciptakan langit dan bumi, yang mengetahui yang tersembunyi dan yang nyata, Engkau berkuasa atas hamba-Mu dalam apa yang mereka perselisihkan, maka tunjukilah aku kebenaran yang mereka perselisihkan itu dengan idzin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk pada siapa saja ke jalan yang lurus.” Dari Aisyah ra. ia berkata:


“Adalah Nabi Saw. jika bangun malam Beliau memulai shalatnya dengan: “Ya Allah, penguasa Jibril, Mikail, dan Israfil, yang menciptakan langit dan bumi, yang mengetahui yang tersembunyi dan yang nyata, Engkau berkuasa atas hamba-Mu dalam apa yang mereka perselisihkan, maka tunjukilah aku kebenaran yang mereka perselisihkan itu dengan idzin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk pada siapa saja ke jalan yang lurus.” (HR. Muslim)

Dan jika seseorang yang shalat secara munfarid memiliki banyak waktu atau imam jamaah yang tidak khawatir terlalu lama dalam shalatnya, maka dia memiliki kesempatan beristiftah dengan doa yang lebih panjang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib ra. dari Rasulullah Saw., bahwa jika Beliau Saw. berdiri shalat, Beliau mengucapkan:


“Aku hadapkan wajahku pada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenarnya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah milik Allah penguasa semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan untuk itulah aku diperintah dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ya Allah, Engkau-lah sang penguasa, tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau tuhanku dan aku adalah hamba-Mu, sungguh aku telah mendzalimi diriku dan aku akui segala dosaku, maka ampunilah aku dari seluruh dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Dan tunjukilah aku pada akhlaq terbaik, di mana tidak ada yang bisa menunjukkan pada akhlaq terbaik selain Engkau, dan palingkan aku dari akhlaq yang buruk di mana tidak ada yang bisa memalingkan aku dari akhlaq yang buruk selain Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, dan aku patuhi perintah-Mu. Kebaikan seluruhnya berada dalam genggaman-Mu, dan keburukan tidak bisa dialamatkan kepada-Mu. Aku hanya dapat hidup dengan-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Maha Suci Engkau, maha luhur Engkau, aku memohon ampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu." (HR. Muslim)

Doa istiftah itu disunahkan bagi imam, makmum, dan orang yang shalat secara munfarid, baik dalam shalat fardhu ataupun dalam shalat nafilah. Adapun imam dan yang munfarid, maka mereka berdoa istiftah setelah takbiratui ihram dan sebelum membaca al-Fatihah. Bagi makmum, maka dia berdoa pula pada waktu tersebut, tetapi dia harus memilih waktu diamnya imam dalam shalat jahriyah sebelum imam memulai membaca al-Fatihah. Makmum tidak boleh beristiftah ketika imam sedang membaca al-Fatihah. Seandainya imam tidak diam sejenak di mana dia membaca al-Fatihah secara langsung setelah takbir, atau makmum sampai di tempat shalat ketika imam sedang membaca al-Fatihah atau surat setelahnya, maka waktu itu makmum tidak boleh melafalkan doa istiftah, karena ketika imam membaca adalah wajib bagi makmum untuk diam dan mendengarkannya. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, jika dia bertakbir maka kalian bertakbirlah, dan jika dia membaca maka kalian diamlah…" (HR. Ahmad)

Dari Abu Hurairah ra.:

“Bahwasanya Rasulullah Saw. melaksanakan shalat dan Beliau menjahrkan bacaan di dalamnya, kemudian Beliau menghadap orang-orang setelah selesai bersalam, Beliau bertanya: “Apakah tadi salah seorang dari kalian ikut membaca bersamaku?” Mereka berkata: ‘Ya wahai Rasulullah.’ Maka Beliau berkata: “Sungguh aku katakan mengapa aku sampai harus tarik-menarik (direcoki) dalam membaca aI-Qur’an?” Lalu orang-orang berhenti dari membaca al-Qur'an bersamaan dengan Rasulullah Saw. dalam bacaan yang dijahrkan, ketika mereka mendengar hal itu dari Rasulullah Saw.” (HR. Ahmad)

Allah Swt. berfirman:

“Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al-A’raf [7]: 204)

Sebagian besar sahabat Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang shalat (yang harus mendengar) bacaan imam mereka. Di antara mereka adalah Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Mughaffal; semoga Allah meridhai mereka semua.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa sebagian tulisan arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam