Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 28 Mei 2017

Gencatan Senjata Di Suriah Cara Amerika Dan Rusia Pertahankan Bashar



Dengan disponsori Amerika dan Rusia, gencatan senjata sementara berlaku di Suriah. Genjata senjata yang didukung Dewan Keamanan PBB ini, mulai berlaku Sabtu dini hari (27/2/2016) waktu setempat. Rezim Bashar menyetujui gencatan senjata ini dengan syarat pengecualian terhadap ISIS dan Jabhah an-Nusrah.

Sementara itu, sebagian pihak oposisi menyetujui gencatan senjata ini. Komisi Tinggi untuk Negoisasi -oposisi Suriah yang bergerak dalam politik- mengumumkan setuju dan berkomitmen dengan gencatan senjata tersebut. Termasuk menyetujui pengecualian terhadap ISIS, Jabhah an-Nusrah dan cabang Al-Qaidah.

”Komisi melihat gencatan senjata sementara selama dua pekan menjadi kesempatan untuk membuktikan keseriusan pihak lain berkomitmen dengan kesepakatan," kata pernyataan Komisi Tinggi untuk Negoisasi Suriah yang dipimpin mantan PM Suriah Riyad Hijab, seperti dilansir AI-Jazeera, Rabu (24/02/2016). Sikap ini diambil setelah menggelar pertemuan di Saudi menyikapi gencatan senjata tersebut.

Namun baru dua hari berjalan, gencatan senjata ini terancam menghadapi kegagalan. Pasalnya, rezim Suriah dan Rusia tetap saja membombardir bukan hanya kelompok yang mereka tuding teroris, tapi juga basis pemberontak yang sering disebut moderat.

Menurut kepala delegasi oposisi Suriah untuk negosiasi damai, Asaad al-Zoubi, hal ini dikarenakan masih terus dilakukannya serangan terhadap basis pemberontak moderat oleh pemerintah Suriah dan juga Rusia. Ia menyebut, pihaknya sudah menduga bahwa gencatan senjata ini tidak akan berlangsung lama. “Gencatan senjata yang mulai berlaku awal pada hari Sabtu telah runtuh sebelum dimulai," ucapnya, seperti dilansir Al Arabiya pada Senin (29/2/2016).

Sejak awal banyak pihak yang memperkirakan, gencatan senjata ini upaya Amerika dan Rusia untuk mempertahankan rezim Bashar Assad. Sampai negara-negara itu mendapatkan penggantinya yang tetap bisa dikontrol. Perjanjian ini cukup menjadi penekan bagi kelompok-kelompok oposisi untuk bergabung dengan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat. Dengan syarat menerima sepenuhnya cara-cara Amerika untuk menyelesaikan persoalan Suriah.

Hal ini tampak dari persyaratannya yang mengecualikan ISIS dan Jabhah an-Nushrah. Tidak hanya itu, siapa saja yang tidak setuju terhadap rekonsiliasi dengan rezim diktator dicap sebagai teroris, yang artinya sah untuk diperangi dan dibombardir. Hal ini juga berlaku bagi mayoritas rakyat Suriah yang tidak setuju akan dicap sebagai pendukung teroris. Tidaklah mengherankan kalau selama ini Amerika, Rusia dan rezim buas Bashar menjatuhkan bom-bom mereka membunuhi rakyat sipil.

Terorisme Sebagai Sandaran

Memerangi teroris, inilah alasan yang kerap dipakai Amerika dan sekutunya untuk mempertahankan penjajahan, sekaligus melegalkan pembantaian terhadap umat Islam. Sederhananya, tuding saja satu kelompok teroris, pendukungnya teroris, maka mereka berhak diperlakukan apapun. Membunuh, membantai, bahkan dengan cara-cara yang sangat keji sekalipun seolah menjadi sah.

Hal yang sama digunakan Amerika terhadap umat Islam Suriah. Dengan cap memerangi teroris Amerika dan Suriah membombardir penduduk Suriah. Meskipun tampak saling berseberangan, sesungguhnya semua tindakan Rusia di bawah koordinasi Amerika. Serangan Rusia terhadap Suriah, tidak bisa dilepaskan dari pertemuan penting Obama dan Putin di New York (29/9/2015). Meskipun secara permukaan kedua belah pihak membahas soal Ukraina, namun keputusan yang penting justru terkait dengan Suriah.

Dalam konferensi persnya saat itu, Putin menyatakan pertemuan itu konstruktif dan serius. Saat itu ia mengumumkan adanya kemungkinan serangan udara Rusia di Suriah untuk melawan dan memerangi terorisme. Menteri luar negeri Amerika John Kerry mengumumkan, negaranya dan Rusia sepakat atas “beberapa doktrin asasi" tentang Suriah. Termasuk melakukan koordinasi dengan Rusia untuk menghindari terjadinya kemungkinan konflik apapun selama operasi di Suriah. (Russia today, AFR Reurers,AP, 30/9/2015)

Tidak lama setelah pertemuan itu, pada siang (30/9/2015), Rusia memasuki Suriah dengan rudal-rudal dan pesawatnya. Rusia secara terbuka menggunakan kekuatan militernya. Sejalan dengan Amerika, negara yang menjadi musuh umat Islam inipun menggunakan alasan memerangi teroris. Rusia memperluas makna teroris, terhadap siapapun yang melakukan perlawanan senjata terhadap rezim Bashar, Sekarang ini Amerika lebih memperluas lagi tuduhan teroris bagi siapapun, yang tidak mendukung rekonsiliasi dicap teroris.

Terkait masalah ini, Hizbut Tahrir dengan tegas mengecam kejahatan Amerika dan Rusia di balik gencatan senjata ini. Dalam selebarannya (15 Jumadul Ula 1437 H/24 Februari 2016) Hizbut Tahrir mengingatkan kaum MusIimin bahwa Amerika dan Rusialah yang merajut benang-benang kejahatan terhadap warga Syam (Suriah), bahkan seluruh kaum Muslimin.

”Mereka adalah musuh Islam dan kaum Muslim. Namun yang lebih aneh dan mengherankan, ikut bergabung pula orang-orang atas nama oposisi rezim dan atas nama warga Syam, bahkan dengan nama-nama Islami, lalu mereka bersegera menyetujui gencatan senjata yang menyedihkan dan menghinakan itu melalui persetujuan dari Hijab dan selain Hijab!" tegas Hizbut Tahrir dalam pernyataan persnya.

Hizbut Tahrir juga mengingatkan, gencatan senjata tidak lain untuk melindungi rezim Bashar sampai batas waktunya. Amerika tidak ingin Bashar tumbang sebelum Amerika menemukan pengganti khianat semisal Bashar. Pengganti yang bisa melayani kepentingan-kepentingan Amerika dan menjaga pengaruh Amerika seperti yang dilakukan Bashar. Karena itu Amerika memperpanjang rezim Bashar dengan sarana-sarana busuk dan dengan dukungan antek-anteknya, dengan tipu daya dan penyesatan. []

Timeline Penyelesaian Suriah ala Amerika

Skenario terbaik pemerintahan Obama untuk transisi politik di Suriah bukanlah meramalkan Bashar Al Assad akan mengundurkan diri sebagai pemimpin negara itu sebelum Maret 2017 -lebih lama dari masa jabatan Presiden Barack Obama setidaknya dua bulan- menurut sebuah dokumen yang diperoleh The Associated Press Suriah, sesuai dengan strategi itu, akan mengadakan pemilihan presiden dan parlemen baru pada bulan Agustus 2017 sekitar 19 bulan dari sekarang. Untuk sementara, Suriah akan diperintah oleh badan transisi. Namun, prioritas utama sekarang adalah membasmi Daesh (ISIS) dari markasnya di Suriah utara.

Utusan khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, telah menetapkan tanggal 25 Januari untuk memulai pembicaraan bagi perdamaian antara pemerintah dan oposisi di Jenewa. Ini termasuk reformasi politik besar, pencalonan legislatif sementara dan konferensi donor internasional untuk membiayai masa transisi dan rekonstruksi Suriah.

Pada bulan Maret 2017, timeline itu berbunyi: “Asad melepaskan jabatan presiden dan orang dalam lingkarannya harus hengkang.” Dokumen itu menggunakan ejaan nama yang disukai oleh pemerintah AS, Al Assad. Pemerintah baru Suriah akan mengambil kekuasaan penuh dari badan transisi setelah pemilihan parlemen dan presiden pada bulan Agustus 2017. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam