Meluruskan
Jajaran (Shaf)
Meluruskan barisan
(shaf) shalat merupakan satu kewajiban dalam shalat jamaah. Shalat jamaah
menjadi tidak boleh, ketika barisan dalam kondisi tidak lurus atau terputus di
sana-sini. Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Luruskanlah barisan
kalian, karena sesungguhnya lurusnya barisan itu termasuk menegakkan shalat.”
(HR. Bukhari)
Dari Anas bin Malik
ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Luruskanlah barisan
kalian, karena sesungguhnya lurusnya barisan itu termasuk kesempurnaan shalat.”
(HR. Muslim, Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Baihaqi)
Sabda Beliau Saw.:
“karena sesungguhnya lurusnya barisan itu termasuk menegakkan shalat”, dan
“karena sesungguhnya lurusnya barisan itu termasuk kesempurnaan shalat”,
merupakan dalil wajibnya meluruskan barisan. Sebab, menegakkan shalat dan
menyempurnakan shalat merupakan sebuah kewajiban. Tanggung jawab untuk
meluruskan barisan dipikul bersama oleh imam dan makmum. Jika barisan shalat
telah diluruskan, maka imam maju ke shaf pertama dan berdiri di depan bagian
tengah barisan, kemudian dia bertakbir memulai shalat. Imam tidak bertakbir
untuk shalat, kecuali barisan telah benar-benar diluruskan. Dari Abu Mas ’ud
ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. menepuk pundak kami dalam shalat sambil berkata: “Luruskanlah barisan, dan
janganlah kalian berbeda-beda (tidak berbaris dengan lurus), sehingga hati
kalian pun nanti berbeda-beda (tidak sepaham)…” (HR. Muslim)
Dari Nu'man bin Basyir
ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. meluruskan barisan sebagaimana Beliau Saw. meluruskan anak-anak panah.
Lalu Beliau melihat seseorang, dadanya keluar dari barisan, maka sungguh aku
melihat Nabi Saw. berkata: “Kalian luruskan barisan kalian atau Allah Swt. akan
memperlain-lainkan wajah kalian (yakni kalian akan selalu dalam silang
sengketa).” (HR. an-Nasai, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad)
Imam harus merasa
yakin bahwa barisan telah lurus, setelah itu dia bertakbir shalat. Dia tidak
boleh bertakbir hingga barisan benar-benar lurus. Dari Nu'man bin Basyir ra.,
ia berkata:
“Adalah Rasululllah
Saw. meluruskan barisan kami jika kami melaksanakan shalat. Jika kami telah
lurus maka Beliau Saw. bertakbir.” (HR. Abu Dawud)
Termasuk keutamaan
yang diberikan pada umat ini ketika Allah Swt. menjadikan shalatnya itu serupa
dengan barisan malaikat di hadapan Tuhan mereka, yakni barisan demi barisan
lurus dan sempurna. Dari Jabir bin Samurah ra., ia berkata:
“Rasulullah Saw.
menegur kami, Beliau Saw. berkata: “Mengapa aku melihat kalian mengangkat
tangan-tangan kalian seperti ekor unta yang tidak mau diam? Tenanglah ketika
kalian dalam shalat.” Dia berkata: Kemudian Beliau Saw. keluar menemui kami,
lalu melihat kami berkelompok-kelompok, maka Beliau berkata: “Mengapa aku
melihat kalian terpencar-pencar dalam beberapa kelompok?” Dia berkata: Kemudian
Beliau keluar menemui kami, seraya berkata: “Mengapa kalian tidak berbaris
seperti berbarisnya malaikat di hadapan Tuhannya?” Kami bertanya: 'Wahai
Rasulullah, bagaimanakah malaikat berbaris di hadapan Tuhannya?’ Beliau
berkata: “Mereka menyempurnakan barisan yang pertama dan merapatkan barisan
tersebut.” (HR. Muslim)
Ibnu Umar ra.
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Luruskanlah
barisan-barisan, semata-mata kalian harus berbaris seperti barisan-barisan
malaikat, pertemukan antar bahu-bahu, dan mengisi celah yang kosong. Lunakkan
kedua tangan, berdampingan dengan saudara-saudara kalian, dan jangan biarkan
ada celah untuk setan. Barangsiapa yang menyambung barisan maka Allah Swt. akan
menyambungnya, dan barangsiapa yang memutuskan barisan maka Allah Swt. akan
memutuskannya.” (HR. Ahmad)
Ucapan: “dan jangan
biarkan ada celah untuk setan” telah ditafsirkan oleh hadits yang diriwayatkan
Anas bin Malik ra., bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Rapatkan
barisan-barisan kalian dan saling mendekatlah di antaranya. Pertemukanlah di
antara bahu-bahu kalian. Maka demi Dzat yang mana jiwa Muhammad ada di
tangan-Nya, sesungguhnya aku melihat setan-setan akan masuk dalam sela-sela
barisan bagaikan al-hadzaf.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi)
Al-Hadzaf adalah kambing kecil yang berwarna
hitam yang tidak berbulu dan tidak memiliki ekor, adanya di negeri Yaman.
Apa yang diucapkan
oleh imam ketika meluruskan barisan maka terdapat beberapa bentuk (redaksi
kalimat) yang disebutkan dalam beberapa hadits. Lafadz itu sendiri bukan yang
menjadi tujuan, tetapi yang penting sebenarnya adalah bagaimana merealisasikan
barisan yang lurus, sehingga redaksi kalimat tersebut bisa diucapkan
seluruhnya, bisa pula diucapkan sebagiannya, atau mungkin juga dengan
menggunakan redaksi kalimat selainnya, di mana perkara ini sangat luas dan imam
diberi kebebasan dalam hal itu, sehingga cukup baginya untuk mengucapkan
semisal: luruskanlah, pertemukan antara bahu kalian dan janganlah berlainan
alias tidak lurus dalam barisan, mungkin pula mengucapkan: luruskan dan
rapikan, dan mungkin pula untuk mengucapkan: luruskan, saling mempertemukan
antar bahu, dan isilah celah yang kosong. Yang terpenting dalam hal ini adalah
maksud yang sama, bukan bentuk redaksi kalimat yang dilafalkannya.
Ketika membentuk
barisan seperti ini, kaum Muslim harus bersegera membentuk barisan pertama.
Jika telah sempurna, maka mereka membentuk barisan kedua di belakangnya,
kemudian ketiga, hingga sempurna barisan-barisan tersebut. Bagi orang yang
menginginkan tambahan keutamaan dan pahala, maka hendaklah dia berusaha untuk
maju ke barisan pertama, karena barisan pertama adalah barisan yang paling
utama. Keutamaan berikutnya diikuti oleh barisan kedua. Sebaliknya dari hal itu
adalah barisan terakhir. Abu Hurairah ra. telah meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw. bersabda:
“Seandainya
orang-orang mengetahui pahala yang ada di dalam adzan dan barisan pertama,
kemudian mereka tidak mendapatinya kecuali dengan cara melakukan undian,
niscaya mereka akan saling mengundi…” (HR. Muslim)
Imam Muslim juga
meriwayatkan dengan redaksi
“Seandainya kalian
mengetahui -atau mereka mengetahui- pahala yang ada di barisan terdepan niscaya
akan dilakukan undian.”
Anas bin Malik ra.
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. berkata:
“Sempurnakanlah
barisan pertama, kemudian barisan berikutnya. Jika ada barisan yang belum penuh
maka hendaknya itu pada barisan yang paling belakang.” (HR. Ahmad)
Dari al-Barra bin Azib
ra., ia berkata: Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah
dan para malaikat-Nya memberi shalawat pada barisan-barisan yang pertama.” (HR.
Ahmad)
Dalam riwayat Ahmad
yang lain dari jalur Nu'man bin Basyir ra., Nabi Saw. berkata:
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla dan para malaikat-Nya
bershalawat pada barisan yang pertama atau barisan-barisan yang pertama.”
Jadi, terdapat
keutamaan yang sangat besar untuk barisan yang pertama. Ini diperkuat oleh
hadits al-‘lrbadh bin Sariyah ra.:
“Bahwa Rasulullah Saw.
memohonkan ampunan untuk barisan yang pertama tiga kali, dan barisan yang kedua
satu kali.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, an-Nasai, Ibnu Hibban dan ad-Darimi)
Hadits yang
diriwayatkan dari Abu Umamah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda,
“Sesungguhnya Allah
dan para malaikat-Nya bershalawat untuk barisan yang pertama. Mereka bertanya:
'Wahai Rasulullah, untuk barisan yang kedua?’ Beliau Saw. berkata:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk barisan yang
pertama.” Mereka bertanya lagi: ‘Wahai Rasulullah, untuk barisan yang kedua?’
Beliau berkata: “Untuk barisan yang kedua…” (HR. Ahmad)
Barisan yang pertama
memiliki keutamaan paling besar, kemudian diikuti oleh barisan yang kedua. Dan
saya tidak mendapati untuk barisan yang lain ada keutamaan yang disebutkan oleh
nash.
Saya ulangi untuk
kedua kalinya, bahwa bagi orang yang menginginkan tambahan keutamaan dan
pahala, maka hendaklah dia berusaha untuk maju ke barisan pertama. Rasulullah
Saw. berusaha untuk menyemangati para sahabat agar segera masuk pada barisan
yang pertama: Dari Abu Said ra. ia berkata: Nabi Saw. melihat di kalangan
sahabatnya ada sikap sedikit berlambat-lambat, maka Beliau berkata:
“Majulah dan ikutilah
aku, dan nanti orang yang ada di belakang kalian akan mengikuti kalian. Jika
suatu kaum terus saja berlambat-lambat niscaya Allah akan mengakhirkannya kelak
pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad)
Hadits ini memiliki
arti yang sangat besar, bahkan sejumlah arti yang sangat besar. Yang paling
jelas adalah bahwa seluruh shaf itu
mengikuti imam, sehingga imam memiliki keutamaan paling besar dari mereka
seluruhnya. Barisan berikutnya yang berada langsung di belakang shaf pertama
harus mengikuti shaf pertama, sehingga shaf pertama memiliki keutamaan “diikuti
oleh barisan-barisan berikutnya.” Karena itulah para sahabat Rasulullah Saw.
berlomba menjadi barisan pertama. Rasulullah Saw. telah memilih mereka sebagai
para imam bagi kaum Muslim yang harus diikuti oleh mereka. Dari Ibnu Mas’ud ra.
ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya yang
mengikutiku dari kalian kalian adalah golongan yang berakal, kemudian orang
yang mengikuti mereka (diucapkan sebanyak) tiga kali...” (HR. Muslim, Ahmad,
Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Sumber: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(artikel blog ini
tanpa tulisan arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar