Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 22 Mei 2017

Dalil Barisan Shalat Wanita Di Belakang Laki-Laki



Kaum Wanita Dibariskan Di belakang Laki-laki

Kaum Muslim yang shalat di zaman Rasulullah Saw. di masjid-masjid itu adalah dari golongan laki-laki dan wanita. Kaum lelaki berada di barisan depan, dan kaum wanita di belakang mereka secara langsung. Di antara kedua kelompok ini tidak ada penghalang yang menghalangi pandangan satu sama lain, sebagaimana hal itu dilakukan di masjid-masjid kita pada masa sekarang ini. Kaum lelaki yang berada di shaf terakhir, ketika mereka bersujud bisa melihat kaum wanita yang berada di shaf wanita paling depan. Begitu pula kaum wanita bisa melihat kaum lelaki ketika laki-laki itu bersujud, dan mungkin saja kaum wanita ini bisa melihat sebagian aurat mereka (kaum lelaki), sehingga hal ini bisa saja melalaikan mereka, bahkan kadangkala itu mengakibatkan mereka terjerumus pada keharaman. Karena itulah Rasulullah Saw. mencela shaf terakhir kaum lelaki dan mencela shaf pertama kaum wanita. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Shaf lelaki yang paling baik adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang paling belakang. Dan shaf kaum wanita yang paling baik adalah yang paling belakang dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Ibnu Hibban)

Hadits kedua berikut ini menjelaskan ‘illat hadits di atas, yakni hadits yang diriwayatkan dari Sahl bin Saad ra., ia berkata:

“Aku melihat kaum lelaki mengikatkan baju-baju pada leher-leher mereka seperti anak-anak karena sempitnya kain sarung mereka di belakang Nabi Saw. Maka seseorang berkata: 'Wahai kaum wanita, janganlah kalian mengangkat kepala kalian hingga kaum lelaki bangkit.” (HR. Muslim, Bukhari, Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah)

Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:

“Adalah kaum wanita diperintah di zaman Rasulullah Saw. pada waktu shalat untuk tidak mengangkat kepala mereka hingga kaum lelaki sudah duduk di atas tanah, karena sempitnya baju-baju mereka.”

Ahmad meriwayatkan satu hadits yang lebih tegas dan menjelaskan ‘illatnya, dari jalur Abu Said al-Khudri ra. bahwa Rasulullah Saw. berkata:

“…Sesungguhnya shaf tarbaik kaum lelaki adalah paling depan, dan yang paling buruk adalah yang paling belakang. Dan shaf terbaik kaum wanita adalah paling belakang dan yang paling buruk adalah paling depan. Wahai kaum wanita, jika kaum lelaki sujud maka tundukkanlah pandangan kalian agar kalian tidak melihat aurat kaum lelaki karena sempitnya kain sarung.”

Maka ‘illat di sini adalah kaum lelaki melihat kaum wanita, dan kaum wanita melihat kaum lelaki. Oleh karena itu, keburukan tersebut terletak pada kaum lelaki yang mundur ke barisan belakang dan kaum wanita yang maju ke barisan depan.

Salah satu ayat al-Qur'an telah turun terkait hal itu. Ibnu Abbas berkata:

“Ada seorang wanita yang shalat di belakang Rasulullah Saw. yang memiliki paras paling cantik dari semua orang. Dia (perawi) berkata: ‘Maka sebagian orang maju ke barisan depan agar mereka tidak memandangnya, dan sebagian mereka malah mundur ke barisan paling belakang. Dan jika sedang ruku', sebagian mereka itu bisa melihat dari bawah ketiaknya. Lalu Allah Swt. menurunkan ayat, “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu (shaf paling depan) daripada kalian, dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (shaf paling belakang).” (TQS. al-Hijr: 24) (HR. an-Nasai dan Ibnu Khuzaimah)

Seperti sudah diketahui bahwa ‘illat itu beredar bersama hukum yang di’illatinya, ada dan tidak adanya, sehingga jika ada ‘illat berarti ada hukum, dan jika tidak ada ‘illat maka tidak ada hukum. Dengan menerapkan kaidah ushul ini terhadap realita masjid-masjid yang ada di zaman kita sekarang ini, maka kita mendapati bahwa kaum lelaki tidak bisa lagi melihat kaum wanita di sepanjang shalatnya, dan kaum wanita pun tidak akan bisa lagi melihat kaum lelaki di sepanjang shalatnya, hingga seandainya mereka melirik kaum lelaki dari lubang atau sela-sela tirai pemisah, niscaya mereka tidak akan bisa melihat aurat kaum lelaki, karena mereka telah berpakaian dengan kain yang panjang dan lebar yang menghalangi agar tidak tersingkap auratnya.

Hal ini berbeda dengan kondisi kaum Muslim pada masa turunnya ayat tersebut. Karena itu, tidak ada masalah bagi kaum wanita di masjid-masjid zaman kita ini jika mereka maju ke barisan paling depan, dan dengan maju ke depan itu mereka tidak dipandang telah berbuat keburukan dan melakukan keharaman. Berdasarkan kondisi yang ada sekarang dan terkait dengan keberadaan mereka, maka barisan pertama, kedua, ketiga dan terakhir adalah memiliki hukum yang sama, yakni dibolehkan dan tidak dimakruhkan, sehingga kaum wanita bisa shalat di barisan yang dipilihnya tanpa masalah.

Khusus untuk kaum lelaki, maka keutamaan shaf paling depan, dan keutamaan shaf kedua tetap pada kondisinya. Ini karena ada ‘illat lain yang telah kami tunjukkan sebelumnya. Sehingga kaum lelaki harus tetap berusaha berdiri di shaf paling depan, kemudian di shaf berikutnya. Ketika ‘illat itu muncul lagi maka hukumnya pun ada lagi. Jika shalat di masjid yang tidak memiliki penghalang di dalamnya, atau shalat dilaksanakan di tanah terbuka sebagaimana terjadi di tempat shalat hari raya, atau shalat dilakukan dalam perjalanan di padang sahara, maka ‘illatnya muncul lagi, sehingga hukumnya pun menjadi ada lagi, yakni bahwa ada keburukan bagi kaum wanita maju ke shaf paling depan, dan bagi kaum lelaki yang mundur ke barisan paling belakang.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa tulisan arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam