BAB
KEEMPAT
HAL
IHWAL MUSHALLI
Bersuci
Untuk Shalat
Adalah termasuk
perkara agama yang pasti diketahui (ma'lum min
ad-din bi ad-dharurah) bahwa untuk melaksanakan shalat disyaratkan
bersuci terlebih dahulu dari dua hadats, baik hadats besar ataupun hadats
kecil. Saya belum mengetahui ada ahli fikih yang berpendapat dengan selainnya.
Hal ini telah berlaku dan dijalani oleh para sahabat Rasulullah Saw., para
tabi'in, dan seluruh kaum Muslim. Walaupun begitu, ada baiknya saya menyodorkan
sejumlah nash yang menunjukkan hal ini.
a.
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub maka mandilah,…” (TQS. Al-Maidah
[5]: 6)
b.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan. (Jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (TQS. An-Nisa
[4]: 43)
c. Dari Ali ra., ia
berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Kunci shalat adalah
wudhu, tahrimnya adalah takbir, dan
tahlilnya adalah mengucapkan salam.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
Ayat yang pertama
memerintahkan seseorang berwudhu ketika akan melaksanakan shalat, dan juga
mandi junub bagi orang yang berjunub ketika akan melaksanakan shalat. Dan ayat
yang kedua memerintahkan untuk mandi junub bagi orang yang berjunub sebelum
shalat. Sedangkan hadits yang mulia menyebutkan bahwa wudhu itu merupakan kunci
shalat, dalam arti bahwa seseorang tidak bisa memulai melaksanakan shalat tanpa
berwudhu terlebih dahulu. Dalam ketiga nash ini terdapat perintah untuk bersuci
sebelum melaksanakan shalat, sehingga seorang Muslim harus dalam keadaan suci
dari dua hadats, besar dan kecil, jika dia akan melaksanakan shalat.
Ada yang menyatakan
bahwa wajibnya bersuci (thaharah) untuk
shalat itu sudah bisa dipastikan tetapi hal ini tidak berarti bahwa bersuci (thaharah) itu merupakan syarat sah melakukan
shalat; sama seperti perintah untuk menghadapkan wajah ke kiblat, walaupun
termasuk perkara-perkara yang diwajibkan dalam shalat akan tetapi tidak ada
dalil yang menunjukkan bahwa menghadapkan wajah ke kiblat itu termasuk syarat
sah shalat, maka demikian pula dengan bersuci (tharahah).
Kami perlu katakan kepada mereka: Memang, dengan sekedar kewajiban saja bukan
berarti perkara itu menjadi syarat, karena sebuah kewajiban apabila tidak
dilaksanakan oleh si pelaku maka ia akan berdosa dan shalatnya tetap sah.
Sedangkan jika syarat sah shalat tidak ditunaikan oleh si mushalli maka shalatnya menjadi bathil dan
tidak diterima. Kami perlu tegaskan bahwa thaharah
itu merupakan syarat sahnya (shalat), dan bukan kewajiban semata. Hal ini
karena syara memandang shalat tanpa
bersuci (thaharah) maka hukumnya tidak
diterima (ghair maqbulah), dan ini
menunjukkan bahwa thaharah menjadi
syarat sah. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Allah tidak menerima
shalat orang yang berhadats hingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Imam Muslim
meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:
“Shalat salah seorang
dari kalian (adalah) jika ia berhadats (hendaknya) ia berwadhu.”
Nash ini menunjukkan
bahwa wudhu merupakan syarat sah dan syarat diterimanya shalat. Dari Ibnu Umar
ra., ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Shalat tidak diterima
tanpa bersuci, dan shadaqah (tidak diterima) dari harta yang diperoleh dengan
cara khianat (hasil kecurangan).” (HR. Muslim, Bukhari, Tirmidzi, ad-Darimi dan
Ahmad)
Teks hadits ini
menunjukkan bahwa bersuci menjadi syarat sah dan diterimanya shalat, di
dalamnya termasuk wudhu dan menghilangkan hadats besar, yakni mandi junub.
Bersuci dengan cara berwudhu dan bersuci dengan cara mandi junub, keduanya
merupakan syarat sah shalat, sebagaimana telah saya ungkapkan di awal
pembahasan, dan ini termasuk perkara agama yang pasti diketahui (al-ma'lum min ad-din bi ad-dharurah).
Bacaan: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(artikel blog ini
tanpa tulisan arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar