Inikah
yang Ingin Dipertahankan?
Kerusuhan demi
kerusuhan melanda beberapa penjara di Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan itu
bukannya menghasilkan orang baik, justru melahirkan orang-orang ganas dan
beringas. Bukannya insyaf, tapi makin kalap.
Ditjen Pemasyarakatan
melansir bahwa hampir semua Lembaga Pemasyarakatan (LP) dan Rumah Tahanan
(Rutan) penghuninya melebihi daya tampung penjara tersebut. Ada rutan yang
kapasitasnya hanya untuk 100 orang tapi dihuni 800 orang. Kondisinya hampir
sama seperti itu.
Penuhnya penjara ini
menjadi indikasi perkembangan jumlah penjahat di Indonesia. Ini membuktikan,
penjara tak mampu menjerakan orang. Artinya, hukum yang ada tidak kuasa
mencegah kejahatan baru muncul. Di layar kaca, para pejabat dan pengamat
sendiri bingung memberikan solusi.
Di tahun 2013, BPS
menghitung, setiap 1 menit 32 detik terjadi satu tindak kriminal di Indonesia.
Sementara itu dari 100 ribu orang di Indonesia, 140 orang di antaranya berisiko
terkena tindak kejahatan. Angka ini didasarkan pada laporan yang masuk ke kepolisian.
Besaran angka kriminalitas ini akan bertambah bila ditambah angka kejahatan
yanq tidak dilaporkan ke kepolisian.
Polda Metro Jaya
misalnya, mencatat 3.000 kejahatan setiap bulan atau ratusan setiap hari
terjadi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2015. Bentuknya antara
lain kejahatan konvensional, kejahatan jalanan, pencurian dengan kekerasan,
pencurian dengan pemberatan, dan pencurian kendaraan bermotor.
Itu baru yang
kecil-kecil. Maling-maling berdasi pun terus bertambah. Meski sudah banyak
koruptor ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata korupsi terus
terjadi. Ada 439 kasus yang ditangangi KPK sejak tahun 2004 hingga Juli 2015.
Pelakunya birokrat di daerah hingga pejabat di pusat, sampai level menteri.
Miskin
Peningkatan angka
kriminalitas di Indonesia sebagian tak lepas dari faktor kesejahteraan kecuali
para koruptor. Meski Indonesia telah merdeka lebih dari setengah abad,
kemiskinan tak pernah terselesaikan. Catatan Biro Pusat Statistik di tahun 2015
lalu, kemiskinan masih mencapai angka sekitar 29 juta jiwa. Tapi kalau
menggunakan data Penerima Bantuan Iuran (PBI) -yang berarti mereka ini juga
orang yang tidak mampu- angkanya bisa lebih besar lagi. Data menunjukkan mereka
berjumlah lebih dari 90 juta orang.
Ini berarti hampir
setengah penduduk Indonesia dalam kondisi miskin. Artinya, pembangunan selama
ini bukannya mengentaskan kemiskinan rakyat tapi malah menambah jumlah orang
yang menderita. Hanya sebagian kecil orang -yaitu orang-orang kaya saja- yang
menikmati pembangunan. Indeks Gini -parameter yang digunakan untuk menunjukkan
kesenjangan antara si kaya dan si miskin- menunjukkan peningkatan. Sebelum
tahun 2010, rasio Gini Indonesia berada di kisaran 0,33-0,38. Setelah itu terus
naik sampai pada angka 0,41 (2016). Ini menunjukkan ketimpangan yang kian
lebar.
Sudah begitu lapangan
kerja tidak tumbuh. Sebaliknya pengangguran meningkat. Badan Pusat Statistik
(BPS) mengumumkan pada akhir Januari 2016 lalu, angka pengangguran di Indonesia
meningkat 320 ribu jiwa pada Agustus 2015. Hal itu disebabkan maraknya pemutusan
hubungan kerja (PHK) akibat perlambatan ekonomi. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) pada bulan kedelapan tahun 2015 sebanyak 7,56 juta orang atau 6,18
persen. Angka tersebut naik dari periode yang sama 2014 sebesar 5,94 persen
atau 7,24 juta orang.
Bisa dibayangkan, apa
yang akan terjadi dengan kian banyaknya orang miskin dan pengangguran? Korelasi
bisa ke mana-mana. Selain masalah kriminalitas, juga masalah sosial termasuk
masalah agama.
Kebebasan
Paham kebebasan yang
dianut oleh negara bernama Indonesia ini melahirkan pola hidup bebas di
mana-mana. Sudah menjadi rahasia umum, seks bebas telah membudaya di kalangan
remaja di indonesia. Mau cari kondom tinggal mendatangi mesin ATM Kondom, juga
gerai-gerai swalayan secara bebas. Berbagai survei membuktikan kebejatan remaja
dalam hal seks bebas ini. Gaya hidup hedonis telah menjadi tren dan digandrungi
para remaja.
Sumber-sumber
kerusakan masyarakat pun bebas diperoleh. Minuman keras (miras), narkoba hingga
gambar-gambar porno seperti makanan yang disuguhkan. Negara tak pernah melarang
kaum Muslim menenggak miras. Malah negara membiarkan pabrik-pabrik miras
berproduksi.
Demikian pula narkoba,
peredarannya merajalela. Sampai ke kampung-kampung dan pelosok gunung. Hingga
akhirnya saat ini negeri ini darurat narkoba. Betapa tidak, jumlah pengguna
narkoba mencapai 4 juta orang lebih. Angka meninggal dunia tercatat 30-50 orang
setiap hari.
Tak hanya itu, paham
kebebasan itu telah melahirkan pemurtadan di mana-mana. Juga munculnya aliran
sesat yang merusak agama mayoritas penduduk negeri ini.
Dan yang paling tragis
dari paham kebebasan yang ditanamkan kepada masyarakat adalah kebebasan untuk
tidak berhukum kepada hukum Allah SWT. Rakyat dicekoki sistem demokrasi. Dengan
sistem itu, rakyat diajari untuk menyaIurkan hawa nafsunya melalui lembaga
perwakilan. Di sana mereka diberi kewenangan membuat hukum. Dalam kondisi buta
hukum ini, mereka kemudian disuguhi berbagai draft
peraturan oleh asing sebagai 'tuan' mereka ditambah uang pelicin. Maka jadilah
berbagai produk perundang-undangan yang lahir adalah undang-undang yang pro
kepada asing. Ini fakta yang tak bisa ditolak, bahkan sudah diakui sendiri oleh
wakil rakyat.
Ideologi kapitalisme
telah menjadikan negeri ini kembali masuk dalam jerat penjajahan gaya baru.
Utang terus bertambah. Sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak
jatuh kepada asing. Walhasil, mayoritas Muslim ini dikuasai oleh asing melalui
kaki tangan mereka. Tidak hanya dalam hal kekuasaan tapi juga sistem hukum dan
tata nilai yang diterapkan di tengah masyarakat. []
Ketakutan
Stephen Hawking
Fisikawan terkenal
Stephen Hawking-melontarkan ketakutan terbarunya. Ia mengatakan lebih takut
terhadap kapitalisme dibanding ancaman robot atas manusia. Dalam pernyataannya
dalam forum Reddit Ask Me Anything,
Hawking mengungkapkan, mesin robot tidak akan membuat kiamat ekonomi, tapi
justru manusia serakahlah yang akhirnya membawa pada kiamat ekonomi.
Ini pula yang
dikemukakan oleh pakar ekonomi Richard Wolff. Ia menyebut, kapitalisme sebagai
akar persoalan ketidakadilan ekonomi yang sekarang dirasakan ralwat AS.
Bertambahnya pengangguran, tuna wisma, ketidakamanan dan gejolak sosial adalah
dampak dari sistem perekonomian kapitalis yang membuka peluang pada perusahaan
korporasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan memicu munculnya
sebuah sistem politik yang korup.
"Orang yang
mengkritik atau mempertanyakan sistem kapitalisme akan dicap pengkhianat, tidak
loyal bahkan dicap lebih buruk dari itu. Dan karena dianggap tabu, banyak yang
tak sadar ketika kapitalisme sudah tidak efektif lagi, tidak adil dan merosot menjadi
sebuah krisis dan bencana sosial yang sekarang hampir tidak bisa kita tanggung
lagi akibatnya," sambung Profesor Wolff yang juga ikut berunjuk rasa
bersama para demonstran anti-Wall Street di Zuccotti Park, New York.
Dalam bab Capitalist Crisis and Threat to US Hegemony,
Hurry Shutt mengungkap berbagai krisis yang kini menimpa dunia pasca Perang
Dingin berakhir. Krisis ekonomi, runtuhnya kekuasaan sipil di berbagai negara,
meningkatnya angka pengangguran, dan kemiskinan, telah menjungkirkan optimisme
yang sempat merebak beberapa tahun pada awal dekade 1990-an.
Kapitalisme global ini
mempromosikan nilai-nilai individualisme, materialisme, konsumerisme, dan
hedonisme. Sistem yang dikembangkan ideologi kapitalisme mengakibatkan
ketidakadilan (kezaliman), kemiskinan, ketimpangan, kesenjangan menjadi bagian
yang tak terpisahkan.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 173, Mei 2016
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar