Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 26 Mei 2017

Aktivis Marhaenisme Pindah Ke Ideologi Islam


Saat Marhaenisme Rontok Seketika

Betapa terkejut dan terharunya Edhy Sutanto Kusumosudjono begitu mengetahui bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah mahdhah dan akhlak saja tetapi juga mengatur politik, ekonomi, sistem pemerintahan, hubungan luar negeri dan lainnya. ”Sampai umur 62 tahun saya tidak mengerti dan tidak tahu," ujar lelaki kelahiran Tulungagung, 30 Maret 1952, mengenang kejadian dua tahun lalu tatkala mengetahui bahwa ajaran Islam sekomplet itu.

Saat itu, Edhy berkunjung ke rumah adik iparnya Dr. Sutiastuti W. yang hendak mengikuti ujian terbuka doktor di Institut Pertanian Bogor. Di rumah sang adik di Bogor, Edhy membaca buletin Al-Islam dan tabloid Media Umat yang menceritakan Islam peduli pada pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang dikupas habis-habisan.

”Saya kaget campur terharu dan bangga. Dalam batin saya: Islam seperti ini yang saya cari sebab selama ini dalam benak saya hanya kaum Marhaenis yang memikirkan pengelolaan alam tidak boleh diserahkan ke asing. Kok di Islam ada juga pemikiran seperti ini," ujar peraih gelar doktor di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang kepada Media Umat Ahad (1/5/2016).

Marhaenis Sejak Kecil

Maklumlah meski lahir dari keluarga Muslim dan beragama Islam, sejak kecil alam pikir Edhy cenderung ke Marhaenisme (derivat ideologi sosialisme yang dikembangkan Soekarno untuk menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa). Edhy kecil yang suka membaca melahap berbagai buku dan bacaan utamanya adalah Di Bawah Bendera Revolusi (DBR) Jilid 1 dan 2 serta semua pidato-pidato Bung Karno setiap tanggal 17 Agustus. Ia mendapatkan buku-buku tersebut dari orangtuanya yang kala itu bekerja di Kantor Penerangan.

Walhasil peraih Satya Lencana Pembangunan dari Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2000 pun kagum dengan Bung Karno, pemikirannya dan perjuangannya. “Saya kagum dengan perjuangan beliau sejak muda yang ingin memerdekakan Indonesia, sampai beliau rela dipenjara dan diasingkan. Apalagi pidato pembelaan beliau di pengadilan kolonial Belanda yang kita kenal semua yaitu Indonesia Menggugat. Intinya di situ beliau tidak anti Belanda tapi anti pemikiran Belanda yang menjajah dan memecah belah rakyat Indonesia," ujarnya.

Makanya pada 1965 sewaktu Edhy duduk di bangku SMP dan SLTA, ia langsung masuk dan aktif sebagai anggota di organisasi yang mengusung marhaenisme yakni di Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) dan ketika kuliah sejak 1972 dilanjutkan sebagai anggota Gerakan Mahasiswa Nasional lndonesia (GMNI) di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Saat itu, Edhy berpendapat problematika umat dari golongan manapun juga adalah sama yaitu ingin mengusir penjajah dan membangun persatuan bangsa (Bhineka tunggal ika) untuk mewujudkan masyarakat adil makmur. Makanya, menurut Edhy kala itu, untuk mewujudkannya tentu saja dengan mengikuti dan mengamalkan ajaran Bung Karno agar terwujud cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur.

Agar Marhaenisme bisa eksis, ia pun berupaya agar masyarakat memahami ajaran Marhaenisme dan berpandangan sama dengan Bung Karno, ”melalui sosialisasi kepada siapa saja yang saya jumpai pada kesempatan apapun dan ketika menjadi dosen saya sampaikan juga kepada mahasiswa."

Hampir dalam seluruh hidupnya Edhy memandang kalau untuk ibadah ritual dan akhlak, ya pakai Islam tetapi untuk mengatur pemerintahan dan melawan penjajahan tentu saja pakai Marhaenisme. Maka ketika tahu ternyata Islam mengatur juga masalah pemerintahan dan perlawanan terhadap penjajahan iapun bertanya: ”Ngaji di mana kok ada pemikiran Islam yang hebat?”

Dosen Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Bachroni Said, adiknya Edhi, dengan sigap menjawab, ”Ngaji di HTI."

Adiknya dan adik iparnya pun serentak menjawab ”ada" ketika Edhy bertanya apakah di Semarang juga ada. Adiknya pun menulis nama Ustadz Muhammad Choirul Anam dan nomor kontaknya.

Rontok Seketika

Sesampainya di Semarang, kemudian Edhy menelepon Choirul Anam, yang waktu itu sedang berada di laboratorium MIPA Universitas Diponegoro. Lalu Edhy mendatanginya dan langsung meminta mengaji. Choirul Anam merasa heran kok ada orang tiba-tiba telpon dan datang mau mengaji.

Singkat cerita Choirul Anam pun bersedia memberikan tausiyah kepada Edhy. Dengan tenang dan lancar Choirul pun menjelaskan pengertian akidah Islam dan berbagai aturan yang terpancar dari akidah tersebut yang meliputi seluruh bidang termasuk pemerintahan.

”Hanya waktu 5-10 menit, habis pemikiran dan ideologi yang saya emban selama ini dan saya bersyukur kepada Allah SWT saya dipilih oleh-Nya untuk memperoleh pencerahan dan kebenaran Islam," ujar Edhy bersyukur.

Sejak itu, aktivitas Edhy adalah membantu dakwah Islam. "Semangat serta tingkah laku dan perjuangan saya pantang surut seperti semula, hanya pondasi pemikiran dan dakwah berbeda, bukan Marhenisme lagi tapi Islam. Syukur alhamdulillah,” ujarnya dengan riang.

Pandangan hidupnya pun berubah drastis. "Saya sekarang berpandangan paham sosialis keliru besar sebab hanya andalkan kebenaran dari logika manusia tidak merujuk pada kebenaran wahyu dari Allah SWT, astaghfirullah hal adzim," akunya.

Dan sekarang, ia berpandangan konsepsi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil makmur tidak akan terwujud tanpa melaksanakan syariah Islam secara kaffah di bawah Daulah Khilafah yang mengikuti langkah-langkah Nabi Muhammad SAW. "Itu satu-satunya cara, tidak ada yang lain,” tegasnya.

Sebagai dosen dan ketua harian yayasan pendidikan, maka ia pun memanfaatkan posisinya untuk berdakwah menyampaikan kepada warga kampus. "Mahasiswa yang saya kasih kuliah dan teman-teman kolega dosen untuk memberikan pemahaman yang benar tentang akidah Islam dan sebagian dari mereka ada yang sudah masuk pembinaan intensif, mereka saya fasilitasi satu ruang di rumah saya lengkap dengan proyektornya. Sekarang sudah ada tiga angkatan. Dan bila ada even-even pertemuan untuk Kajian Islam Peradaban dan Pertemuan Tokoh Umat teman-teman dan mahasiswa-mahasiswa saya, insya Allah, selalu saya libatkan,” terangnya.

Dalam waktu yang bersamaan, teman-teman sosialis dan Marhaenis banyak yang kecewa begitu mengetahui Edhy berganti ideologi. ”Ya pasti saya dianggap 'murtad' oleh mereka-mereka. Dan saya tidak takut secuilpun tapi justru mereka-mereka dalam benak saya adalah ladang ibadah saya, sehingga mereka mulai saya dekati satu per satu agar meninggalkan ideologi yang keliru,” bebernya.

Meski sering dikucilkan, ia tetap berupaya agar dapat mengisi forum-forum mereka. "Dan beberapa tokoh mereka saya kirimi bukunya ustadz saya, Ustadz Choirul Anam, yang berjudul Cinta Indonesia dan Rindu Khilafah. Mohon doanya agar forum yang saya inginkan bisa terwujud apapun risikonya akan saya hadapi. Mumpung Allah SWT memberikan saya kondisi sehat," pungkasnya.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 173, Mei 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam