Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 03 Maret 2017

Kemenangan Khilafah di Wadil Makhazin Melawan Pasukan Nasrani Bersatu



Faktor Kemenangan di Wadil Makhazin

Jika dianalisis, kemenangan pasukan Utsmani dalam perang di Wadil Makhazin tercapai dengan faktor-faktor kemenangan, antara lain:

1. Kepemimpinan bijak yang tergambar dalam kepemimpinan Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah dan saudaranya Abul Abbas, serta pengawalnya Al-Manshur. Selain itu, muncul beberapa pemimpin yang memiliki pemikiran cemerlang seperti Abu Ali Al-Quri, Hasan Al-Alaj, Muhammad Abu Thaybah, Ali bin Musa yang menjadi penguasa Al-Araisy.

2. Bersatunya seluruh penduduk muslim Maghrib di bawah kepemimpinan Abdul Malik, disebabkan adanya Abu Al-Mahasin Yusuf Al-Fasi yang mampu mengobarkan semangat jihad di kalangan rakyat.

(Yakni dengan kemampuannya melawan serangan pasukan Nasrani dan kemenangan gemilang yang diraihnya dalam perang Waad AI Makhazin.)

3. Keinginan kaum muslimin untuk membela agama, akidah dan kehormatan mereka, serta keinginan kuat mereka untuk mengobati luka yang demikian pedih akibat jatuhnya Granada dan lepasnya Andalusia. Selain itu ingin membalas terhadap pasukan Nasrani yang telah menyiksa kaum muslimin yang eksodus besar-besaran dan berada di bawah kekuasaan Nasrani di Andalusia.

4. Ikut sertanya para tenaga ahli berpengalaman dari pemerintahan Utsmani dalam hal melempar peluru dan meriam. Di samping ikut sertanya beberapa pasukan ahli yang berasal dari Andalusia yang memiliki kelebihan dalam melempar senjata dan terkenal tepat sasaran, sehingga membuat meriam-meriam Maghrib unggul atas meriam-meriam Portugis Nasrani.

5. Strategi yang demikian baik yang dilakukan Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah bersama-sama komandan perangnya, di mana dia mampu memancing musuhnya untuk berperang dalam kondisi kuda-kuda terisolasi, karena diputusnya semua jalur bantuan, kemudian diambrukkannya jembatan satu-satunya yang berada di atas sungai Wadil Makhazin.

6. Adanya contoh dan tauladan yang baik yang ditampilkan, baik oleh Abdul Malik dan saudaranya Ahmad Al-Manshur, di mana keduanya ikut terjun langsung ke medan perang. Maka tindakan mereka berdua memiliki dampak yang demikian hebat, melebihi hebatnya ucapan mereka.

7. Keunggulan kekuatan pasukan Maghrib yang memiliki banyak kuda. Dengan pasukan kuda yang ada, mereka bisa memetik kemenangan atas pasukan Nasrani dan membekuk mereka. Kuda-kuda kaum muslimin yang gerakannya ringan itu sangat memungkinkan untuk mencegah setiap usaha musuh untuk melarikan diri.

8. Tindakan otoriter Sebastian dalam pengambilan pendapat dan keengganan dia untuk bermusyawarah dengan para penasehat dan orang-orang terhormat, sehingga membuat mereka terpecah-belah hatinya.

9. Kesadaran penduduk Maghrib akan bahaya penyerbuan pasukan Nasrani Portugis, serta kuatnya keyakinan mereka bahwa apa yang mereka lakukan adalah jihad di jalan Allah melawan pasukan Salibis, musuh Islam.

10. Berkat doa dan kerendahan hati kaum muslimin terhadap Allah, dengan selalu meminta pertolongan dan kemenangan atas mereka, serta kehancuran dan kehinaan atas musuh-musuh mereka. Dan sebab-sebab lain.

Hasil Peperangan

Perang Wadil Makhazin memberikan efek besar dalam kehidupan kaum muslimin di Maghrib, dan juga bagi musuh-musuhnya. Di antara efek itu adalah:

1. Kesultanan Maghrib setelah Abdul Malik dipegang oleh Ahmad Al-Manshur yang bergelar Adz-Dzahabi. Dia dilantik langsung seusai perang, yakni pada hari Senin tanggal 30 Jumadil Akhir tahun 986 H.

2. Kabar kemenangan yang dicapai oleh kesultanan Maghrib sampai kepada Sultan Utsmani, melalui utusan-utusan Ahmad Adz-Dzahabi. Ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Murad Khan III. Kabar ini juga sampai ke negeri-negeri Islam yang berbatasan dengan Maghrib. Kemenangan ini membuat kaum muslimin bersuka-ria. Kegembiraan meliputi rumah-rumah mereka. Dan surat-surat berdatangan dari berbagai pelosok mengucapkan selamat atas kemenangan yang dicapai penduduk Maghrib.

3. Pamor pemerintahan Sa'di kini menjulang di ufuk dunia yang membuat negeri-negeri Eropa mengakui eksistensinya. Peristiwa ini memaksa Raja Portugis yang baru dan Raja Spanyol untuk mengirimkan delegasi yang membawa hadiah-hadiah yang sangat mahal dan berharga. Kemudian setelah itu datang utusan Sultan Utsmani memberikan ucapan selamat dan mereka juga membawa hadiah-hadiah berharga. Kemudian menyusul utusan Raja Perancis. Demikianlah utusan demi utusan datang silih berganti ke istana Sultan. (AI-Istiqsha', hlm. 5/92. Dinukil dari Waad AI Makhazin. hlm.70.)

4. jatuhnya pamor pemerintahan Nasrani Portugis di laut-laut Maghrib dan pemerintahan mereka bergolak. Pengaruh mereka melemah dan kekuatan mereka juga ikut melorot. Seorang sejarawan Portugis yang bernama Louis Marie mengatakan tentang akibat perang ini: "Kami tidak tahu apa yang terkandung di masa-masa depan. Sebuah masa yang andaikata aku sifati -dan sebagaimana disifati oleh para sejarawan yang lain- maka akan aku katakan, 'Zaman itu adalah zaman yang sangat naas. Di mana telah terhenti zaman kemenangan, kesuksesan dan kemenangan. Telah sirna masa kebahagiaan yang ada pada Portugis. Lentera-lentera mereka kini telah padam di antara bangsa-bangsa. Keelokannya menjadi sirna, wibawanya menjadi lumer dan ditimpa kegagalan yang sangat menyedihkan. Kini harapan itu telah sirna dan sirnalah masa keberuntungan. inilah zaman di mana Sebastian mengalami kekalahan di Istana Besar di negeri Maghrib.” (AI-Istiqsha', hlm. 5/92. Dinukil dari Waad AI Makhazin, hlm.71.)

5. Pada saat itu meninggal tiga raja. Pertama, Raja Salibis Portugis, Sebastian. Kedua, Raja Maghrib yang dicopot yaitu Muhammad Al-Mutawakkil (munafik). Ketiga, sang mujahid yang mendapat syahid, Raja Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah. Karena itu, perang ini kerap disebut "Perang Tiga Raja”.

6. Pasukan Portugis dengan cepat membebaskan para tawanannya dan mereka membayar uang tebusan dalam jumlah sangat besar.

7. Timbul kemajuan dalam ilmu pengetahuan, budaya dan industri di negeri Maghrib.

8. Terjadi pergeseran pemikiran yang sangat mendasar pada level Eropa, di mana mereka melihat perlunya perang pemikiran (al-ghazwu al-fikri). Sebab kebijakan dengan menggunakan besi dan api akan senantiasa berhadapan dengan kemauan kuat kaum muslimin yang berada di Timur dan Barat untuk melawan. (Waadi Al-Makhazin, hlm. 76.)

Ahmad Al-Manshur melanjutkan langkah saudaranya membangun lembaga-lembaga. Dia juga melakukan usaha-usaha penemuan ilmiah, peningkatan administrasi dan kehakiman, penertiban dalam bidang militer, dan penertiban wilayah. Ahmad Al-Manshur selalu mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh menterinya dan para pejabat tinggi di lingkungannya. Dia tidak akan segan-segan melakukan koreksi terhadap mereka yang tidak melaksanakan tugas dalam jam-jam kerja yang telah diwajibkan, atau keterlambatan mereka dalam menjawab surat-surat kenegaraan dan kebijakan politik.

Dia melakukan inovasi dengan menciptakan sandi-sandi khusus untuk surat-surat yang sifatnya rahasia, sehingga tidak bisa ditangkap apa maksudnya jika ternyata surat itu jatuh ke tangan musuh. Ini sekali lagi menunjukkan, bahwa dia memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap sarana keamanan serta spionase yang sekiranya bisa melindungi negara dari bahaya yang datang dari luar maupun dari dalam. Dia juga sangat peduli dengan masalah kehakiman. Sehingga dia memisahkan lembaga yudikatif dari lembaga eksekutif. Dia melarang lembaga eksekutif melakukan intervensi ke wilayah yudikatif.

Seorang sejarawan asal Perancis telah melakukan perbandingan antara lembaga kehakiman di Eropa dan Maghrib, pada abad ke-11 Hijriyah (abad ke-16 Masehi). Dia berkata: "Pada saat sistem kehakiman Eropa di zaman Sa'di, beberapa raja Eropa masih memegang otoritas untuk melakukan keputusan hukum dalam berbagai masalah. Namun Raja-raja Bani Sa'di tidak melakukan hal itu, kecuali dalam masalah yang diadukan berkenaan dengan pelanggaran oleh para pejabat negara. Inilah yang disebut dengan Qadha' Al-Mazhalim.” (Waadi Al-Makhazin, hlm.41)

Ahmad sendiri menjadi pimpinan qadha' ini dan dilakukan di Masjid jami' Al-Qashabah di Marakiys yang terletak bersebelahan dengan istananya. Dia membentuk sebuah panitia pengawas terhadap proses hukum di berbagai wilayah. Dia akan selalu menelaah keputusan-keputusan yang diambil para hakim dengan penuh serius. Dia sangat peduli terhadap administrasi negara serta tegaknya keadilan bagi rakyat. Dia membangun pos-pos di seluruh penjuru negeri yang dijaga tentara. jarak antara pos tidak lebih dari sekitar 20 km. Sehingga para musafir dan kafilah-kafilah bisa dengan aman melintasi desa-desa dan lembah-lembah di tempat itu.

Dia mengembangkan lembaga penasehat dan membentuk dewan atau majelis untuk pertemuan-pertemuan yang mengkhususkan diri dalam masalah politik, hukum, dan militer. Dia dianggap rujukan utama dalam masalah hukum di dalam negeri. Hanya saja dewan ini tidak bisa melampaui wilayah otoritas lembaga yudikatif. Walaupun itu bertentangan dengan kepentingan majelis itu secara keseluruhan atau sebagian anggotanya. Majelis di dewan ini bersifat sangat fleksibel dan terbuka. Di mana untuk majelis ini bisa dimasukkan para pakar atau perwakilan kota-kota dan pusat-pusat desa, tatkala dibutuhkan pertimbangan dalam level negara. (Waadi AI-Makhazin, hlm. 42-43.)

Sultan Ahmad Al-Manshur juga meningkatkan pola kerja dan tata tertib pasukan negerinya. Dia mengikuti struktur yang ada pada pemerintahan Utsmani dalam hal persenjataan, kepangkatan dan pakaian. Dia sangat memperhatikan siapa saja yang sekiranya pantas untuk menjadi pemimpin sesuai dengan kadar dan kapasitas kemiliterannya, serta telah teruji dalam masa-masa yang lama. Beberapa orang sangat penting dalam kepemimpinan ini adalah lbrahim Muhammad As-Sufyani, komandan pasukan di front terdepan di Waadil Makhazin, Ahmad bin Barakah, dan Ahmad Al-Umari Al-Ma'qali.

Dia selalu melengkapi pasukannya dengan unit-unit kesehatan, seperti ahli bedah, pengobatan, dan lainnya. Dia membentuk “rumah sakit berjalan" yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, untuk menerima pasukan yang terluka atau sakit di medan perang. Pada saat yang sama, perhatiannya juga tak luput untuk mempersiapkan para ahli dan teknisi di dalam pasukan. Bani Sa'di membangun pabrik pembuatan meriam dan sangat peduli terhadap pengembangan armada laut, khususnya di pelabuhan Al-'Araisy dan Sala. (Waadi AI-Makhazin, hlm.44.)

Pengaruh pemerintahan Sa'di menyebar ke wilayah selatan hingga mencapai Sudan bagian barat. Pemerintahan ini memiliki peran penting dalam memainkan pendulum kekuasaan antara Spanyol, lnggris, dan Utsmani. Dari dirinya muncul satu bakat politik yang sangat cemerlang. Dia berhasil merealisasikan keamanan, ketentraman, dan kemajuan di negerinya. (Tarikh An-Nahdhah AI-Urubiyyah, Nuruddin Hassam, hlm. 456-1)



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam