Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 11 Maret 2017

Kebohongan Sejarawan Barat Terhadap Tentara Inkisyariyah Khilafah



Sebagian besar sejarawan Barat menuduh, bahwa tentara AI Inkisyariyah ini berasal dari anak-anak orang Nasrani yang dirampas dari keluarganya dan dipaksa untuk memeluk Islam, sesuai ketentuan yang -menurut mereka tertera dalam aturan Dafsyariyah. Mereka juga menuduh, bahwa aturan itu diadopsi dari kewajiban membayar khumus dalam Islam. Mereka menyangka, dengan aturan itu kaum muslimin Utsmani diperbolehkan mengambil seperlima dari jumlah anak-anak orang Nasrani di setiap kota atau desa, sebagai pembayaran upeti. Mereka menyebut hal itu sebagai “upeti anak"; disamakan dengan ketentuan khumus (1/5) hasil rampasan perang yang harus diserahkan kepada Baitul Mal. Di antara sejarawan Barat yang berpendapat demikian antara lain Karl Brocklman, Gibbon dan Gibb. (Jawanib Mudhi'ah, hlm. 122.)

Apa yang dikatakan para sejarawan itu, pada hakikatnya hanyalah kebohongan besar yang dimasukkan untuk mengotori kemuliaan sejarah Sultan Orkhan bin Utsman dan Sultan Murad bin Orkhan. Kebohongan tersebut terus mereka lekatkan terhadap seluruh penguasa Khilafah Utsmani setelah mereka. Padahal, sistem rekrutmen itu muncul dari kepedulian pemerintahan Utsmani kepada anak-anak kaum Nasrani yang terlantar dan yatim, di mana mereka menjadi korban peperangan yang berlangsung terus-menerus. Islam yang menjadi agama para penguasa Utsmani, jelas-jelas tidak membenarkan adanya "upeti anak” seperti yang dituduhkan para sejarawan non-Muslim asal Barat tersebut.

Demikian banyak anak-anak yang kehilangan ayah dan ibunya, akibat perang. Para penguasa Utsmani terdorong untuk memelihara mereka yang terlantar di jalanan kota-kota yang yang telah ditaklukkan itu. Ini dilakukan oleh penguasa Utsmani untuk menjamin masa depan mereka. Lalu adakah jaminan seperti itu dalam agama-agama lain? Maka tatkala kaum muslimin memberi kepedulian yang besar, lalu anak-anak terlantar itu kemudian masuk Islam atas kesadaran mereka; apakah kenyataan itu layak disebut, bahwa kaum muslimin sudah merampas anak-anak itu dari orangtuanya, dan memaksa mereka masuk Islam?

Ironisnya, tuduhan penuh kedengkian, provokasi, dan kebohongan besar itu, justru ditelan begitu saja oleh beberapa sejarawan muslim yang belajar di universitas-universitas Barat. Bahkan, mereka menetapkan bahwa propaganda dusta itu merupakan kebenaran yang pantas diterima. Beberapa sejarawan muslim telah terpengaruh kebohongan sejarawan Barat itu. Tidak jarang mereka termasuk penulis muslim yang memiliki ghirah keislaman tinggi. Sayangnya, mereka terus mengulang-ulang kebohongan sejarawan Barat dalam buku-bukunya. Misalnya tulisan seorang sejarawan sekaligus advokat, Muhammad Farid Baek dalam buku Ad Daulatil 'Aliyah Al-Utsmaniyyah, juga Dr. Ali Hasun dalam bukunya Tarikhud Daulatil Utsmaniyah, atau sejarawan Muhammad Kurd dalam bukunya Khithathus Syam, juga Dr. Umar Abdul Aziz dalam bukunya Muhadharat fi Tarikhis Syu'ubil Islamiyah serta Dr. Abdul Karim Gharibah dalam bukunya Al Arab Wal Atrak.

Realitas mengatakan, bahwa apa yang mereka sebut sebagai “upeti anak" atau bahwa anak-anak itu katanya dirampas secara paksa dari tengah-tengah keluarga mereka, semua itu tidak memiliki dalil apapun kecuali apa yang ada di dalam buku-buku orientalis, seperti Gibb, sejarawan Nasrani Soumuvile, atau Brocklman. Sedangkan mereka tidak bisa dijadikan sandaran dalam penulisan sejarah Islam, sebab tidak memiliki niat ikhlas dalam mengkaji sejarah Islam.

Sesungguhnya orang-orang yang terdidik secara khusus untuk berjihad, bukanlah orang-orang Nasrani. Mereka tak lain adalah anak-anak kaum muslimin yang telah melepaskan diri dari agama Nasrani dan mendapat hidayah untuk masuk Islam. Mereka melakukannya dengan kesadaran yang muncul dari dalam hati sendiri dan bukan karena dipaksa. Anak-anak itu oleh orangtuanya diserahkan kepada Sultan untuk dididik dengan pendidikan Islam yang baik. Sedangkan sisanya, adalah anak-anak yatim dan terlantar korban peperangan, yang kemudian dipelihara dengan baik oleh pemerintahan Utsmani.

Sesungguhnya hakikat dari pembentukan tentara baru oleh Orkhan bin Utsman, tak lain merupakan pembentukan struktur angkatan militer yang terorganisir, yang selalu siaga baik dalam kondisi perang maupun aman. Maka dia membentuk pasukan kavaleri dari keluarganya dan para mujahid siap tempur yang selalu bergelora untuk menyambut seruan jihad; sebagaimana dia juga telah mengangkat pasukan dari kalangan orang-orang Romawi yang telah menjadi muslim dan cukup baik kualitas keislamannya.

Belum usai membentuk organisasi militer, Orkhan segera menemui seorang ulama yang takwa yaitu Haji Baktasy. Orkhan meminta doa kepadanya, agar Allah Swt. senantiasa melimpahkan kebaikan kepada pasukannya. Haji Baktasy melihat pasukan dengan penuh antusias, lalu meletakkan tangannya di atas kepala seorang tentara, kemudian berdoa kepada Allah agar mukanya menjadi bersih bersinar dan menjadikan pedangnya demikian tajam dan semoga Allah memenangkan mereka dalam setiap kali peperangan. Kemudian dia melihat pada Orkhan dan bertanya, “Sudahkan kau beri nama tentara ini?”
Orkhan menjawab, "Belum!"
Haji Baktasy pun berkata, “jika belum, namailah Yani Tasyri yang berarti tentara baru'.”

Bendera pasukan saat itu, berwarna merah dengan bulan sabit di tengahnya; di bawah bulan sabit, terdapat gambar pedang yang mereka sebut Dzul Fiqar, yaitu nama untuk pedang legendaris Ali bin Abi Thalib. (Jawanib Mudhi'ah, hlm. 147.) Alauddin bin Utsman, saudara Orkhan adalah orang yang memiliki ide itu. Dia dikenal sebagai seorang alim dalam bidang Syariah, selain terkenal sebagai sosok zuhud. (Jawanib Mudhi'ah,144.)

Orkhan terus berusaha menambah jumlah pasukan barunya, setelah gerakan jihad semakin meluas dalam rangka menaklukkan kerajaan Byzantium. Oleh karena itu, dia memilih beberapa pasukan anak muda yang berasal dari Turki, dan sebagian yang lain dari kalangan Byzantium yang telah masuk Islam dan memiliki komitmen tinggi dalam Islam. Mereka digabungkan dalam pasukan Islam sehingga jumlah mereka semakin besar, sehingga terbentuklah pasukan dalam jumlah ribuan mujahidin Islam.

Orkhan dan Alauddin sepakat, bahwa tujuan utama pembentukan tentara baru itu adalah untuk melanjutkan jihad di jalan Allah, melawan orang-orang (militer) Byzantium, menaklukkan wilayah-wilayah mereka, menyebarkan agama Islam dan mengambil faidah dari masuknya orang-orang Byzantium ke dalam Islam.

Ringkasnya, Sultan Orkhan sama sekali tidak pernah merampas anak-anak orang Nasrani dari rumah bapak mereka. Dia tidak pernah memaksa seorang anak atau remaja Nasrani pun untuk memeluk Islam. Apa yang dituduhkan Brockleman, Gibb, atau Gibbon hanyalah kebohongan yang nyata. Oleh sebab itulah pengaruhnya harus dihapuskan dan dihilangkan dari buku-buku sejarah Islam kita. (Jawanib Mudhi'ah,155.)



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam