Aliansi
Safawid dengan Portugis
Setelah kekalahan pasukan Syiah di
Jaladayaran, kaum Syiah bermaksud melakukan aliansi dengan orang-orang
Portugal. Persiapan menjalin hubungan ini dirasakan sangat penting, setelah Bokerk
menguasai Hurmuz. Tatkala utusan dari Syah Ismail datang, kesepakatan terbatas
telah terjadi antara orang-orang Portugal dan Safawid syiah. Dalam kesepakatan
itu tertulis:
"Hendaknya orang-orang Portugal
mengirimkan armada lautnya untuk membantu Persia dalam perang Bahrain dan
Al-Qathif, sebagaimana Portugal hendaknya mengirimkan bantuan untuk memadamkan
pemberontakan di Makran dan Baluchistan dan hendaknya pasukan Portugis dan
Persia bersatu melawan pasukan Utsmani.” Hanya saja kematian Bokerk yang datang
mendadak setelah kesepakatan itu, menjadi sandungan bagi terjadinya aliansi
tersebut. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, hlm. 437.)
Sebelum meletusnya perang Jaladarayan, pihak
Portugal pandai mengambil hati para pengikut Syah Ismail dengan menampakkan
kecintaan kepada mereka. Di balik semua itu, tersembunyi ambisi Portugal agar
kaum Safawid memberi kesempatan mereka membangun markas militer di Teluk Arab.
Portugal sadar sepenuhnya, tanpa dukungan kaum Safawid, mereka sulit menjalin
aliansi dengan kekuatan-kekuatan lokal di Teluk Arab. Hal itu bisa saja
menggagalkan tujuan mereka untuk menggolkan ambisi-ambisi politiknya. Apalagi
proyek mereka untuk membuat kekuatan di Teluk Merah mengalami kegagalan besar.
(Qiraat jadidah fi Tarikh AI-Utsmaniyyin, hlm. 63.)
Pihak Portugis tampaknya tertarik dengan
tawaran aliansi itu. Dalam surat yang dikirim Bokerk kepada Syah Ismail, di
sana disebutkan:
“Sesungguhnya saya menghormatimu sebagaimana
kamu telah menghormati orang-orang Nasrani yang berada di negerimu. Saya akan
kirimkan armada laut, pasukan dan senjata untuk bisa kamu gunakan dalam perang
melawan benteng-benteng Turki yang berada di India. Dan jika kamu ingin
menghancurkan negeri Arab atau ingin menyerang Makkah, maka ketahuilah bahwa
saya akan berada di sisimu di Laut Merah, di depan jeddah, atau di 'Adn, atau
di Bahrain, atau Qathif, ataupun Bashrah. Syah akan mendapatkan saya berada di
sisinya di sepanjang Persia dan akan saya lakukan apa yang menjadi
keinginannya." (Qiraat jadidah fi Tarikh AI-Utsmaniyyin, hlm.63.)
Kekalahan Syah Ismail di hadapan pasukan
Khilafah Utsmani, membuatnya berkeinginan keras beraliansi dengan orang-orang
Nasrani dan memerangi pemerintahan Utsmani. Maka dia beraliansi dengan
orang-orang Portugis dan mendukung pendudukan di Hurmuz dengan imbalan mendapat
bantuan untuk memerangi pemerintahan Bahrain, Qathif, di samping dia juga
sepakat membantu mereka melawan orang-orang Utsmani. Proyek aliansi Portugis
dan Safawid ini di dalamnya mengandung kesepakatan untuk membagi
wilayah-wilayah bagi kedua belah pihak. Di dalamnya diusulkan agar orang-orang
Safawid menduduki Mesir, sedangkan orang-orang Portugis akan menguasai
Palestina. (Qiraat jadidah fi Tarikh AI-Utsmaniyyin, hlm. 64.)
Dr. Abdul Aziz Sulaiman Nawaz berkata,
"Sesungguhnya Syah Ismail tidak hanya terhenti sampai di sana untuk
mencari sekutu dalam melawan pemerintahan Utsmani yang telah menjadi kekuatan
terbesar dan menjadi penghambat dirinya di Laut Tengah. Dia selalu siap
bersekutu dengan siapa saja sehingga dengan orang-orang Portugis yang merupakan
kekuatan paling berbahaya terhadap dunia Islam kala itu. Demikianlah, tatkala
orang-orang Portugis merasa khawatir akan ancaman serangan kekuatan Islam,
tiba-tiba mereka mendapatkan seseorang yang mau bekerja sama dengan mereka.
Walaupun Raja Hurmuz menderita secara ekonomi
setelah kedatangan Portugis, namun kebencian dan rasa dengki yang ada di dada
Ismail Syah terhadap orang-orang Utsmani, membuatnya tidak lagi peduli terhadap
nasib raja dan penduduk di sana. Tidak heran jika dia setuju Hurmuz menjadi
koloni Portugis dengan imbalan dia mendapatkan Ihsa' (salah satu wilayah di
Najd).
Namun anehnya, pihak kolonial Portugis tidak
juga segera mewujudkan janjinya kepada Syah Ismail. Akibatnya, posisi Portugis
di Teluk semakin kuat. (AI Syu'ub Al Islamiyyah, hlm.226.)
Sultan Salim I mencukupkan diri dengan
kemenangan di perang Jaladarayan. Dia segera pulang ke negerinya dan tidak
mengusir Syah Ismail. Hal itu dilakukan karena beberapa faktor:
1. Adanya pembangkangan di barisan petinggi
militer Utsmani untuk meneruskan peperangan di Persia. Mereka tidak mau terus
berperang setelah Sultan mencapai tujuannya dan berhasil melemahkan kekuasaan
Syah Ismail.
2. Ada kekhawatiran dari Sultan Salim I,
kalau tentara mereka terjerat ke dalam pengaruh pemerintahan Safawid jika
mereka berhasil masuk ke negerinya.
3. Sultan melihat, sudah saatnya untuk
menaklukkan Mamalik, sebab menurut informasi mata-mata telah terjadi
surat-menyurat antara pemerintahan Mamalik dengan Safawid. Hal itu merupakan
indikasi telah terjadi kerjasama antara mereka untuk melawan pemerintahan
Utsmani. (AI Syu'ub Al Islamiyyah, hlm. 225.)
Dampak
Kekalahan Kaum Safawid Iran
Setelah kaum Safawid pimpinan Syah Ismail
berhasil dikalahkan, wilayah Irak bagian Utara dan Diyar Bakir akhirnya masuk
ke wilayah pemerintahan Utsmani. Pemerintahan Utsmani sendiri merasa aman dari
serbuan yang datang dari arah timur. Madzhab Sunni kemudian menjadi madzhab
yang dominan di Asia Kecil setelah dilakukannya pembersihan terhadap para
pengikut dan pendukung Syah Ismail. Semua ini menunjukkan rasa tanggung-jawab
pemerintahan Utsmani terhadap dunia Islam. (Tarikh AI-Daulah AI-Utsmaniyyah,
Ali Hasun, hlm. 56-57.) Selain itu, timbul kesadaran pemerintahan Utsmani akan
pentingnya penaklukkan pemerintahan Mamalik. (Tarikh Al-Arab, ditulis oleh
sekelompok Ulama, hlm. 3.)
Pertempuran antara pemerintahan Utsmani dan
Safawid telah menurunkan pendapatan dari bea cukai jalan-jalan di Anatolia.
Pendapatan negara menjadi turun drastis setelah tahun 918 H/ 1512 M. Saat itu
jalur-jalur perdagangan banyak yang ditutup karena kondisi tidak aman. Akibat
perdagangan bilateral antara wilayah Iran dan Utsmani menjadi terbatas,
pemasukan kain sutera Iran ke wilayah pemerintahan Utsmani menurun. (Juhud
Al-Utsmaniyyin IiI Inqadzi AI-Andalus, hlm. 437.)
Orang-orang Portugal mengambil kesempatan
dari adanya pertarungan antara pemerintahan Utsmani dengan Safawid. Mereka
berusaha memblokade lautan-lautan di sebelah timur dan menutup jalan-jalan lama
yang menghubungkan Barat dan Timur. Orang-orang Eropa sangat gembira melihat
pertarungan antara pemerintahan Utsmani dan Safawid. Mereka mengambil sikap
mendukung orang-orang Safawid, untuk menahan semua gerakan Turki Utsmani,
sehingga dia tidak bisa meneruskan serangan-serangan ke wilayah Eropa.
(AI-Quwwah Al-Utsmaniyyah Baina AI-Barrwa AI-Bahr, Dr. Nabil Ridhwan, hlm. 111)
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar