Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 26 Juni 2016

Sikap Meremehkan Hukum-Hukum Allah


 


“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).” (TQS. al-Qalam [68]: 8)

Rabb kita telah memperingatkan kita atas tunduk (lemah)nya kita terhadap orang-orang dzalim. Firman Allah Swt:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim, yang menyebabkan kamu disentuh api Neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS. Hud [11]: 113)

Dakwah yang benar (dengan mengajak) kepada iman yang benar mampu menjadikan keterikatan seorang muslim dengan syari’atnya secara sempurna, meskipun orang tersebut baru masuk Islam atau baru saja terikat dengan hukum syara.’ Tidak ada jalan lain bagi kita, sebagai pengemban dakwah, selain dari menanamkan iman ke dalam jiwa dan menjaganya hingga memperoleh (panen) buah yang paling baik dengan menjadikan sebaik-baik iltizam dan takwa.

Daulah Islam tidak dibangun oleh orang-orang yang kosong dari pemikiran Islam, atau yang disesaki dengan pemikiran Barat, juga tidak didirikan di atas orang-orang yang tidak menjalankan aktivitas dakwah, dan orang-orang yang tidak terpengaruh oleh dakwah maupun orang-orang yang terpaksa menerima dakwah.

Daulah Khilafah Islam, wajib dibangun di atas opini umum yang terpancar dari kesadaran umum, yang menerima pemikiran Islam dan menerima ide untuk ber-tahkim kepada Islam. Dengan demikian tidak diperlukan sikap dengan mengikuti nafsu manusia atau mengikuti realitas yang menyimpang, karena Allah telah memerintahkan kita untuk merubah jiwa-jiwa (manusia) dan merubah realitas (yang ada) agar sesuai dengan Islam.

Apabila kita menengok kembali al-Qur’an, kemudian kita dalami lagi ayat-ayatnya, pasti kita akan mengetahui bahwa perintah untuk menerapkan hukum Islam bersifat qath’i.

Rasulullah Saw. dan orang-orang yang beriman kepadanya, setiap kali diturunkan ayat al-Qur’an, saat itu juga segera menerapkannya tanpa menunggu-nunggu atau memperlambatnya. Hukum yang diturunkan wajib diterapkan seiring dengan turunnya ayat.

Setelah turunnya ayat:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (TQS. al-Maidah [5]: 3)
Kaum Muslim dituntut untuk melaksanakan Islam secara keseluruhan, dengan tuntutan yang bersifat menyeluruh; baik itu terkait dengan masalah akidah, ibadah ataupun akhlaq; baik itu terkait dengan muamalat ataupun dengan aspek pemerintahan, ekonomi, sosial atau politik luar negeri; baik dalam kondisi damai maupun perang.

Firman Allah Swt:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (TQS. al-Hasyr [59]: 7)

Ambillah dan amalkanlah seluruh perkara yang dibawa oleh Rasulullah Saw., dan tinggalkanlah serta jauhilah seluruh perkara yang dilarangnya. Kata () di dalam ayat itu termasuk dalam kategori bentuk umum, yang mencakup wajibnya beramal dengan seluruh kewajiban, dan wajibnya meninggalkan atau menjauhi seluruh larangan. Tuntutan untuk melaksanakan atau meninggalkan yang terdapat di dalam ayat ini sifatnya wajib, dengan qarînah (indikasi) yang terdapat di ujung ayat, (yaitu) berupa perintah untuk bertakwa dan ancaman dengan azab yang pedih bagi yang tidak melaksanakan ayat tersebut.

Firman Allah Swt:
“(Dan) hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka. Juga, berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkanmu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (TQS. al-Maidah [5]: 49)

Ayat ini memerintahkan kepada Rasul dan kaum Muslim setelah beliau dengan perintah yang bersifat jazm (pasti), (yaitu) tentang wajibnya berhukum dengan apa yang diturunkan Allah; baik itu berupa perintah ataupun larangan.
Di dalam ayat itu juga Rasulullah Saw. dan kaum Muslim setelah beliau dilarang untuk mengikuti hawa nafsu manusia lalu cenderung pada keinginan mereka. Demikian juga terdapat peringatan bagi Rasulullah Saw. dan kaum Muslim sesudah beliau agar tidak dipalingkan oleh manusia dari penerapan hukum-hukum yang diturunkan Allah.

Allah Swt berfirman:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS. al-Maidah [5]: 44)
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang dzalim.” (TQS. al-Maidah [5]: 45)
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik.” (TQS. al-Maidah [5]: 47)

Di dalam ayat-ayat ini Allah Swt. menghukumi kafir atau dzalim atau fasik bagi orang-orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan. Lafadz () di sini berbentuk umum, mencakup seluruh hukum-hukum syara’ yang diturunkan, baik berupa perintah-perintah ataupun larangan-larangan.

Tidak ada keraguan bahwa wajib bagi kaum Muslim, baik individu, jama’ah maupun negara Khilafah Islam, untuk menerapkan hukum-hukum Islam secara sempurna, tanpa menunda-nunda, memperlambat ataupun bertahap dalam penerapan.

Islam memandang orang yang menerapkan sebagian hukum seraya meninggalkan sebagian yang lainnya, berdosa di sisi Allah, baik ia individu, jamaah ataupun negara. Maka seluruh muslim harus terus mengupayakan terpenuhinya kewajiban hukum-hukum Islam.

Sesuatu yang wajib akan tetap wajib, (yaitu) harus dilaksanakan. Dan sesuatu yang haram akan tetap haram, (yaitu) wajib dijauhi. Rasulullah Saw. tidak menerima tuntutan (yang dilontarkan) utusan bani Tsaqif agar membiarkan berhala yang mereka sembah (Lâta) selama tiga tahun; dan tidak membiarkan mereka untuk tidak menjalankan shalat jika mereka masuk Islam. Rasulullah Saw. tidak menerima (tuntutan tersebut) dan menolaknya dengan tegas. Beliau tetap bersikeras untuk menghancurkan berhala tanpa menunda-nunda waktu, dan tetap memerintahkan shalat tanpa mengulur-ulur waktu.

Allah Swt. telah menetapkan bahwa orang yang tidak menerapkan seluruh hukum-hukum Islam, atau menerapkan sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, sebagai kafir jika dia TIDAK MEYAKINI KELAYAKAN hukum-hukum Islam, atau tidak meyakini kelayakan sebagian hukum yang ditinggalkannya itu. Allah Swt. juga menganggapnya dzalim jika dia tidak menerapkan sebagian hukum Islam seraya tetap meyakini kelayakan penerapan (hukum) Islam.

Rasulullah Saw. mewajibkan untuk memerangi khalifah yang sah, dan mengangkat senjata apabila khalifah yang sah menampakkan kekufuran yang nyata, di mana kita memiliki bukti nyata di hadapan Allah. Dengan kata lain, sikap itu diberlakukan atas seorang khalifah yang menerapkan hukum kufur, yang tidak ada keraguan sedikitpun bahwa hal itu adalah hukum kufur, baik hukum itu banyak atau sedikit. Ini berdasarkan penjelasan dalam hadits Ubadah bin Shamit:
“Dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari yang berhak. (Rasulullah bersabda): ‘Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, di mana kalian memiliki burhân (bukti nyata ) di sisi Allah’.” (HR. Muslim)

Berdasarkan hal itu, tidak boleh ada (sikap) meremehkan sebagian hukum-hukum Allah. Sebab, tidak ada perbedaan antara satu kewajiban dengan kewajiban lainnya, juga antara satu perkara haram dengan perkara haram lainnya, termasuk antara satu hukum dengan hukum yang lainnya. Hukum Allah semuanya sama-sama wajib untuk dilaksanakan, tanpa ada penundaan atau sedikit demi sedikit. Jika tidak, maka kita akan dibalas Allah Swt.:
“Apakah kamu beriman kepada sebagian dari (isi) al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan dari orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat berat.” (TQS. al-Baqarah [2]: 85)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam