Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 25 Juni 2016

Kompromi Pentahapan Taddaruj Sistem Kufur




Sesungguhnya tadarruj (pentahapan) tidak terkait dengan tahapan-tahapan tertentu. Juga tidak tunduk kepada kaidah-kaidah yang mengikat -menurut orang-orang yang membolehkannya-.

Konsep kompromistis tadarruj (bertahap) bisa mencakup juga pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan akidah, seperti ‘Sesungguhnya sosialisme itu bagian dari Islam’ atau ‘Sesungguhnya demokrasi adalah bagian dari Islam’. Bisa pula mencakup hukum-hukum syara’. Bisa tadarruj berkaitan dengan sistem, seperti tuntutan agar turut serta sebagai penguasa di dalam sistem pemerintahan non-Syariah, meskipun hal itu haram secara syar’i sesuai dengan pengakuan para pendukung tadarruj itu sendiri. Namun, menurut mereka bukan tuntutan itu yang menjadi tujuan sebenarnya. Bergabungnya dalam kekuasaan di pemerintahan kufur itu dalam rangka menuju pemerintahan Islam yang merupakan pokok dan kewajiban pada tahap berikutnya. Tadarruj juga bisa berarti usaha-usaha untuk mewujudkan sebagian hukum Islam dengan membiarkan hukum-hukum kuur, dengan harapan akan semakin banyak hukum Islam yang diterapkan, kemudian diasumsikan bisa menjadi mayoritas dan seterusnya. Orang yang meyakini tadarruj bersikukuh dengan cara-caranya ini dan berusaha mengajak orang lain untuk mengikutinya. Kadang-kadang kita jumpai bahwa orang yang melontarkan ide ini adalah orang yang takwa, yang jika berkaitan dengan dirinya sendiri dia tidak menerima adanya tahapan-tahapan, akan tetapi jika berkaitan dengan orang lain dia menerima adanya tadarruj karena dia menghendaki agar orang lain dapat menjalankan hukum syara’, di samping agar mereka tidak menolak dakwah kepada hukum-hukum Islam. Jadi, menurutnya, keadaan mereka yang turut melestarikan hukum-hukum kufur dan mengupayakan sebagian dari hukum-hukum Islam adalah lebih baik daripada tidak melaksanakannya sama sekali.
Para pendukung ide ini menggunakan pembenaran yang memperkuat pemahaman mereka dalam pemikiran dan dakwah Islam. Dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapainya mereka telah mempergunakan alasan-alasan itu sebagai dalil terhadap apa yang mereka inginkan. Mereka tidak tunduk kepada nash dan dalalah (penunjukannya)-nya. Mereka malah mempergunakankan nash agar sesuai dengan keinginan mereka.

Dahulu, jihad futuhât (penaklukan/pembebasan) oleh Islam melalui Negara Islam dilakukan hanya dengan berjalan kaki. Saat itu banyak negeri-negeri dibuka. Pada waktu itu manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Kaum Muslim yang membuka negeri itu tidak mempedulikan masih barunya ke-Islaman saudara-saudara mereka, dan tidak membiarkan mereka minum khamar melalui tahapan sebagaimana asumsi “tahapan” yang telah dilalui dalam pengharaman khamar. Padahal bisa diasumsikan kondisi saat itu menuntut mereka dan sangat dibutuhkan seandainya asumsi pentahapan bisa dijadikan sebagai patokan.
Wajar saja para ulama kita terdahulu tidak pernah membahas masalah tadarruj. Kiranya benarlah sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang menjumpai perbedaan yang banyak, maka berhati-hatilah kalian dari segala perkara yang menambah-nambah sesuatu yang baru (dalam masalah agama), karena yang demikian itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah (tempatnya) di dalam Neraka.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

Hukum Syariah telah lengkap, yang secara syar’i tidak boleh kembali kepada hukum kufur. Jika kita melaksanakan hukum jahiliyah, berarti kita telah melaksanakan apa yang tidak diperintahkan Allah Swt. kepada kita. Inilah pendapat orang-orang terdahulu dan kemudian.

Allah ‘azza wa jalla telah menurunkan hukum-hukum berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk memperkuat hati. Yang pertama kali turun adalah masalah iman, kemudian tentang Surga dan Neraka. Setelah itu halal dan haram. Hal ini bukan berarti mengambil sebagian Islam dan meninggalkan sebagian yang lain.
Saat itu kaum Muslim bertanggung jawab sebatas (ayat-ayat) al-Qur’an yang diturunkan, tidak lebih dari itu.
Ketika ayat-ayat tentang keimanan turun, sedangkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum banyak belum turun, maka kaum Muslim –saat itu- bertanggung jawab terhadap Islam seluruhnya, akan tetapi sampai pada batas-batas yang telah dijelaskan nash-nash syara’ yang telah turun.

Kaum Muslim selalu harus bertanggungjawab terhadap hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan individu muslim dalam setiap keadaan, baik daulah Islam telah eksis ataupun belum ada. Sedangkan hukum-hukum Islam yang disandarkan pembebanannya kepada negara maka tetap berkaitan dengan negara yang harus dipastikan terpenuhinya. Inilah perincian yang mengikat kaum Muslim, bukan yang lainnya. Tidak ada yang namanya kembali ke belakang.

Ide tentang tadarruj (pentahapan) bukan berasal dari syara’ dan tidak boleh menisbahkannya kepada syara’. Permasalahan ini terkait dengan metode berpikir yang tidak sesuai dengan syara’ dalam kondisi apapun.

Islam memiliki sifat-sifat pokok yang berbeda dengan agama lainnya. Dan tabi’at sistem Islam itu adalah tegak dengan mengikuti wahyu semata.

Tatkala seorang muslim terikat dengan hukum syara’ maka dia harus menjadikan keterikatannya itu berdasarkan keimanan kepada Allah Swt. Jika tidak demikian maka konsistensinya itu tidak akan diterima. Demikian juga ketika dia mengajak orang lain kepada Islam maka dia wajib menjadkan iman kepada Allah Swt. sebagai asas dakwahnya.
Akidah Islam serta tauhid mengandung pengertian wajibnya berpasrah untuk menerima seluruh syariah Islam, jika TIDAK MAU MENERIMA Syariah Islam sebagai wujud KETUNDUKAN HATI kepada Allah berarti akidahnya, tauhidnya rusak.

Agar seorang muslim berubah dan sistem juga berubah dengan perubahan yang benar dan lurus maka wajib memperhatikan asas ruhiyahnya, yaitu dengan mewujudkannya kemudian memupuknya. Apabila seorang muslim tidak bersandar kepada asas ruhiyah ketika melaksanakan syariat, maka hal itu dapat menjerumuskannya pada dosa, bahkan bisa menggelincirkannya kepada syirik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam