Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 04 April 2016

Ushul fiqih terkait dalil dan cara istinbath hukum



PENDAHULUAN

Ushul fiqih tersusun dari dua kata, yaitu ushul dan fiqih.
Al-Ushul merupakan jamak dari kata al-ashlu yang secara bahasa berarti setiap perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik (bersifat) indrawi, seperti dibangunnya dinding di atas pondasi, atau (bersifat) aqli, seperti dibangunnya ma’lul di atas ‘illat dan madlul di atas dalil.
Adapun fiqih, secara bahasa berarti pemahaman, sebagaimana firman Allah:

Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu. (TQS. Hud [11]: 91)
Secara syar’i bermakna pengetahuan terhadap hukum-hukum syara' yang bersifat praktis, yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci, dan topiknya menyangkut perbuatan hamba; seperti: halal, haram, sah, batal, fasad, dan lain-lain.
Dengan demikian ushul fiqih adalah kaidah-kaidah yang diatasnya berdiri ilmu atas hukum-hukum syara yang bersifat praktis, yang digali dari dalil-dalil yang rinci. Ushul fiqih terkait dengan dalil-dalil sam’i dan tata cara istinbath hukum syara dari dalil-dalil tersebut, termasuk berbagai perkara yang berkaitan dengannya. Fiqih tidak membahas perkara–perkara tentang akidah.    Fiqih membahas hukum-hukum syara dari sisi asas yang dibangunnya, bukan dari sisi persoalan-persoalan yang dikandung oleh hukum.
Seperti diketahui bahwa ushul fiqih membahas dua perkara mendasar:
  1. Hukum syara dan yang berkaitan dengannya.
  2. Dalil dan yang berkaitan dengannya.
Ditambahkan kepada dua perkara tersebut, yaitu perkara-perkara cabang yang merupakan implikasi dari dua perkara tadi, yaitu istinbath hukum syara dari dalil, termasuk perkara yang berkaitan dengannya. Disebut juga sebagai ijtihad, termasuk yang berkaitan dengannya.

Perkara-perkara ini dibahas dalam empat bagian:
Bagian Pertama: Hukum syara dan yang berkaitan dengannya. Saya menjadikan bab ini dalam empat pasal yaitu:
Pasal pertama, pembahasan Hakim
Pasal kedua, khitab taklifi
Pasal ketiga, khitab wadl’i
Pasal keempat, kaidah kulliyah
Bagian Kedua: Dalil dan yang berkaitan dengannya. Saya menjadikannya tiga bab:
Bab I: Dalil
Pasal pertama: Dalil syar’i
Pasal kedua: Apa yang disangka sebagai dalil padahal bukan dalil.
Bab II: Memahami dalil
Pasal pertama: Pembahasan tentang tata bahasa
Pasal kedua: dilalah al-alfâdz
Bab III: Pembagian al-Kitab dan as-Sunnah
Pasal pertama: al-Amru dan an-nahyu
Pasal kedua: al-‘Aam dan al-khas
Pasal ketiga: al-Muthlaq dan al-muqayad
Pasal ke empat: al-Mujmal, al-bayan dan al-mubayyan
Pasal ke lima: an-Nasakh, an-nasikh dan al-mansukh
Bagian ketiga: Ijtihad dan yang berkaitan dengannya. Saya menjadikannya tiga pasal.
Pasal pertama: Ijtihad
Pasal kedua: Taqlid
Pasal ketiga: Tarjih diantara dalil

Saya akan menjelaskannya dengan izin Allah Swt secara terperinci. Dan kepada Allah tempat meminta pertolongan.




PENDAHULUAN

Hukum syara’ menurut istilah pakar ushul fiqih adalah seruan (khithab) Syâri’ yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia), berupa tuntutan (al-iqtidla), penetapan (al-wadl’i) dan pemberian pilihan (at-takhyir).
Dalam definisi tersebut dikatakan as-Syâri’, tidak dikatakan Allah agar bisa mencakup juga Sunnah dan Ijma’, sehingga tidak ada dugaan bahwa yang dimaksud dengan khithab itu hanya al-Qur’an saja.
Disebutkan pula (dalam definisi) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia), tidak menggunakan kata mukallaf; agar bisa mencakup hukum-hukum yang berkaitan dengan anak kecil dan orang gila. Seperti hukum tentang zakat atas harta yang dimiliki anak kecil dan orang gila.
Dari definisi tersebut jelas sekali bahwa hukum syara terbagi dua bagian:
Pertama: Seruan Syâri’ yang berkaitan dengan penjelasan hukum atas perbuatan manusia; berupa tuntutan dan pemberian pilihan. Ini disebut dengan khithab taklifi, yaitu seruan yang berarti tuntutan, baik tuntutannya pasti (jazm) atau tidak pasti (ghair jazm), atau yang dimaksudkan seruannya berupa pilihan antara megerjakan atau tidak.
Kedua: Seruan Syâri’ yang menjelaskan perkara-perkara yang dituntut oleh hukum atas perbuatan manusia, yaitu perkara–perkara yang menentukan terwujudnya suatu hukum atau kesempurnaannya. Ini disebut dengan khithab wadl’i.
Berdasarkan penjelasaan di atas maka bagian pertama menjelaskan tentang hukum-hukum atas perbuatan hamba. Sedangkan bagian kedua menjelaskan hukum-hukum itu sendiri.
Bagian pertama kita bisa melihatnya dengan jelas bahwa ia berkaitan dengan perbuatan hamba (manusia). Begitu pula bagian yang kedua bisa dilihat dengan jelas keterkaitannya dengan perbuatan hamba.(meski tidak secara langsung). Karena perkara yang terkait dengan perkara lain yang berhubungan dengan sesuatu berarti terkait pula dengan sesuatu tersebut.
Dengan demikian, hukum syara adalah seruan Syâri’ yang berkaitan dengan perbuatan hamba (manusia), baik berupa iqtidla (tuntutan), takhyir (pilihan) ataupun wadl’i.
Sebelum menjelaskan kedua bagian hukum syara tersebut kita mesti mengetahui terlebih dahulu siapa yang berhak mengeluarkan hukum atas perbuatan ataupun benda; atau biasa disebut dengan istilah al-Hâkim. Inilah yang akan kami jelaskan pada pasal pertama dari bab ini.

dari Tasir al-Wushul-ila al-Ushul, Syaikh 'Atho' bin Khalil Abu ar-Rasythah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam