PEMAHAMAN ISLAM MERUPAKAN PATOKAN TINGKAH LAKU MANUSIA
DALAM KEHIDUPAN
• Pemikiran
Islam adalah mafahim (bukan sekedar ma'lumat) yang memiliki makna
di kehidupan nyata. Misal: keterangan logis, makna inderawi, fakta inderawi
(solusi atas masalah, opini umum), hal ghaib yang bisa dipastikan kebenaran
keberadaannya (Malaikat, Sorga, Neraka).
• Yaasiin
(36):38. dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Al-Humazah (104):7. yang (membakar) sampai ke hati.
• Pemahaman
ini menjadi patokan /petunjuk yang membawa rahmat, peringatan dan nasehat. Juga untuk memecahkan problema hidup yang
timbul dari perbuatan manusia serta menentukan bentuk tingkah lakunya.
• Contoh:
mafahim Islam: nash-nash Al Qur'an dan Sunnah, baik dari segi manthuq-nya
(apa yang ditunjuk oleh lafadz), atau dari segi mafhum-nya (apa yang
ditunjuk oleh makna lafadz), ataupun dari segi dilalah-nya, seluruhnya
terbatas dalam satu cakupan, yaitu aqidah dan hukum-hukum yang terpancar dari
aqidah, termasuk pemikiran-pemikiran yang dibangun di atas aqidah tersebut.
Tidak ada pembahasan selain itu.
• Oleh
karena itu setiap muslim diwajibkan memahami bahwa nash-nash syari'ah, yaitu Al
Qur'an dan Sunnah, datang untuk diamalkan, dan khusus ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam
kehidupan. Dengan kata lain, setiap muslim wajib menyadari dua hal dalam Islam,
yaitu:
• Pertama:
Islam datang sebagai patokan untuk mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan
dunia ini, dan menuju kehidupan akhirat. Yang menonjol adalah amaliyah
(praktis), bukan teori. Jika Islam diambil dari segi teori semata, tentu akan
kehilangan shibghah (warna) aslinya (sebagai patokan untuk mengontrol tingkah laku manusia) hingga
Islam hanya sekedar pengetahuan belaka. Hingga Islam akan kehilangan daya hidup
(power) yang ada padanya, tidak akan menjadi Islam yang murni, hingga menjadi
dapat ditandingi oleh kaum orientalis kafir (yang tidak mengimani tapi
mempelajarinya hanya untuk menghantam Islam dan pemeluknya). Orientalis = orang yang mempelajari Islam
tapi tidak mengamalkannya/ menjadikannya patokan tingkah laku dalam kehidupan
(karena mensifatinya sekedar pengetahuan atau kepuasan intelektual). Ini adalah
penyakit yang menjadikan Islam tidak mempunyai pengaruh di dunia saat ini.
• Kedua
:Wajib disadari bahwa seluruh isi Al Qur'an dan Sunnah diturunkan tidak
lain sebagai aturan tingkah laku serta petunjuk jalan menuju kehidupan akhirat.
SYAKHSIYAH (KEPRIBADIAN)
• Kepribadian
yaitu pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Tidak ada
hubungannya dengan wajah, bentuk tubuh, keserasian, dll. Sebab, manusia dapat
dibedakan melalui akal dan tingkah lakunya, dan inilah yang akan menunjukkan
tinggi rendahnya derajat seseorang. Oleh karena tingkah laku manusia dalam
kehidupan ini tergantung (terkait erat dengan) mafahim-nya.
• Tingkah
laku (suluk) adalah perbuatan-perbuatan manusia yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan jasmaninya.
• Mafahim
= makna-makna pemikiran, bukan makna-makna lafadz. Pemikiran yaitu makna yang
terindra/ tergambar dalam benak (difahami).
• Mafahim
yaitu makna yang bisa dijangkau yang memiliki fakta dalam benak, bukan makna
lafadz atau kalimat saja. Kalau makna lafaz tidak disebut mafahim, tapi
maklumat.
• Dengan
adanya landasan (sekaligus tolak ukur) aqidah dalam berfikir, mafahim akan semakin
jelas maka terbentuk pola pikir (yang khas) dalam memahami kata-kata, kalimat
serta makna-maknanya sehingga menghasilkan pola sikap yaitu bisa berjenis
Islami, komunis, atau kapitalis.
• Mafahim
menjadi penentu sikap seseorang terhadap suatu ide/fakta, apakah menerima atau
menolak.
• Kecenderungan
(muyul-dalam memenuhi kebutuhan) senantiasa terikat dengan mafahim yang
dimiliki seseorang yang menjadi cikal bakal pola sikap (cara memenuhi kebutuhan
naluri dan jasmani). Jadi pola sikap hasil dari gabungan antara keinginan dan
mafahim (yang terikat dengan aqidah).
• Aqliyah
dan nafsiyah membentuk syakhshiyah (kepribadian manusia). Walau akal dan
pemikiran adalah fitrah akan tetapi pembentukan aqliyah terjadi dari hasil
usaha manusia sendiri. Walau kecenderungan adalah fitrah, tetapi pembentukan
nafsiyah terjadi dari hasil usaha manusia itu sendiri.
• Adanya
aqidah (yang menjadi landasan dan tolok ukur) mempunyai pengaruh yang terbesar
dalam membentuk aqliyah dan nafsiyah (syakhsiyah). Jika aqidah yang mendasari
pola pikirnya dan aqidah itu yang mendasari pola sikapnya maka kepribadiannya 1
warna. Tapi jika tidak, maka pola pikirnya akan berbeda dengan pola sikapnya
sehingga kepribadiannya kacau, yang tidak memiliki corak dan warna tertentu,
sehingga pemikirannya berbeda dengan kecenderungannya. Hal ini disebabkan karena ia memahami
kata-kata, kalimat-kalimat dan kejadian-kejadian dengan cara yang bertentangan
dengan kecenderungannya terhadap apa yang ada di sekitarnya.
• Maka
usaha memperbaiki/ membentuk kepribadian manusia adalah dengan cara mewujudkan
satu landasan (ideologi) tertentu yang digunakan secara bersamaan bagi aqliyah
maupun nafsiyahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar