“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang
datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka,
dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah
golongan yang beruntung.” (QS. Al Mujaadilah:
22)
Yang
akan kita jumpai adalah bahwa Amerika dan sekutu-sekutunya telah menentukan
agenda kebijakan luar negeri mereka terhadap negara-negara lainnya di seluruh
dunia. Negara-negara lain tidak memiki visi atau ambisi seperti itu; dan oleh
sebab itulah kita tidak akan menemukan agenda kebijakan luar negeri di
negara-negara tersebut sehingga mereka kehilangan pandangan yang mendunia.
Kebijakan internasional, ambisi, atau visi yang menjadi landasan bagi
negara-negara pemimpin untuk merumuskan bentuk hubungannya dengan negara lain
disebut dengan agenda kebijakan luar negeri. Atas dasar agenda kebijakan luar
negeri inilah ditentukan hubungan dengan negara dan bangsa lain di dunia.
“Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak
sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan
menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir.” (QS. Al
Mumtahanah: 2)
Ini
merupakan poin penting yang harus diingat ketika berusaha mengelompokkan
negara-negara yang ada di dunia saat ini. Dapat dikatakan bahwa negara-negara
yang memiliki agenda kebijakan luar negeri yang terdefinisi dengan jelas
merupakan negara yang kuat, berkuasa, dan berpengaruh. Sedangkan negara-negara
yang tidak memiliki agenda kebijakan luar negeri yang jelas merupakan negara
yang lemah dan tidak independen, yang tidak dapat menentukan nasibnya sendiri,
apalagi menentukan nasib negara lain. Urusan-urusan negara dan rakyatnya berada
di tangan negara-negara lain yang lebih kuat dan lebih berkuasa. Persengketaan
tanah Palestina sekarang ini, misalnya, kita akan melihat bahwa rancangan
kebijakan penyelesaian yang digunakan, negosiasi perdamaian yang harus diawasi,
perun- dingan damai yang diadakan, serta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya
tidak secara eksklusif diatur dan dilaksanakan oleh bangsa-bangsa yang terkait
langsung dengan permasalahan itu.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al
Baqarah: 168)
Kita
justru melihat bahwa rencana dan kebijakan pendirian negara otonomi Palestina
dan 'internasionalisasi' al-Quds (Jerusalem) — yang memisahkan kaum Muslim dan
orang-orang Yahudi- secara praktis justru dirancang dan diarahkan oleh Amerika.
Campur tangan itu tampak jelas jika kita mengamati secara seksama kunjungan
diplomatik tingkat tinggi para wakil negara asing dan penasihat mereka ke
wilayah tersebut. Seorang pengamat yang teliti akan bertanya-tanya, apa
sesungguhnya kaitan masalah tersebut dengan bangsa Amerika atau bangsa- bangsa
lainnya? Apakah Amerika juga akan mengundang bangsa- bangsa lain untuk
menyelesaikan persoalannya sendiri? Akankah Amerika mengundang bangsa-bangsa
lain untuk merancang penyelesaian serta mengadakan berbagai konferensi dan
perundingan terhadap persoalan pemisahan Washington DC, New York, California,
atau negara-negara bagian lainnya - misalnya- atau masalah dalam negeri mereka
lainnya? Mengapa Amerika tidak mengundang bangsa-bangsa lain untuk
menyelesaikan urusannya sendiri, jika bukan karena ia telah menduduki posisi
kepemimpinan di antara negara-negara lainnya?
“Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan;
sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Az Zukhruf: 62)
Tidak
ada penjelasan lain, kecuali hal ini menunjukkan bahwa Amerika adalah arsitek
dan pemimpin yang efektif dalam masalah Palestina; hal ini bukan sesuatu yang
samar-samar atau diperselisihkan. Inilah bukti bahwa Amerika jelas-jelas
memiliki visi mengenai wilayah Palestina, maupun tempat-tempat lain di bagian
manapun di bumi ini, sepanjang wilayah tersebut masuk dalam agenda kebijakan
luar negeri Amerika Serikat. Inilah yang menyebabkan Amerika bersikap aktif
terhadap permasalahan yang sesungguhnya bukan bagian dari persoalannya. Agenda
kebijakan luar negeri inilah yang mengakibatkan Amerika merasa perlu ikut
campur tangan dalam urusan negara-negara lain di seluruh dunia. Ini berarti
bahwa Amerika mempunyai rancangan dan kebijakan untuk seluruh dunia.
“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang,”
(QS. Ash Shaaffaat: 173)
Jadi
tidaklah mengherankan, apabila seseorang berjalan menyusuri koridor gedung
Kementrian Luar Negeri Amerika, ia akan menemukan berbagai pintu yang
masing-masing bertuliskan nama-nama wilayah dari berbagai bagian dunia. Amerika
telah mengelompokkan negara-negara di dunia berdasarkan visi yang telah
ditetapkan, dan menentukan lembaga-lembaga dan kebijakan luar negeri untuk
mewujudkan visi tersebut. Ada lembaga urusan Afrika, urusan Asia Timur dan
Pasifik, urusan Eropa, urusan Timur Dekat, urusan Negara-negara Baru Merdeka
Bekas Uni Soviet, urusan Asia Selatan, dan urusan Belahan Bumi bagian Barat.
Dengan demikian, agenda kebijakan luar negeri terhadap negara-negara dan
bangsa-bangsa lain di dunia hendaknya sudah ditentukan, sehingga akan dapat
mendorong dan mengarahkan suatu bangsa pada pandangan yang mendunia. Agenda
kebijakan luar negeri suatu bangsa mencerminkan pandangan mereka terhadap dunia
dari sudut pandang tertentu.
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar