Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 15 Januari 2015

Wilayah kepemimpinan laki-laki dalam keluarga

 

II. Batas kepemimpinan dalam menentukan sikap dan pembelanjaan harta:
Wilayah kepemimpinan yang didapatkan oleh kaum laki-laki merupakan salah satu ajaran Islam yang akan menjaga dan menjamin kelangsungan sebuah keluarga. Wilayah kepemimpinan itu sendiri dalam Islam terbagi ke dalam dua bagian:
·         Wilayah kepemimpinan atas individu-individu anggota keluarga
·         Wilayah kepemimpinan dalam membelanjakan harta.
Dan bagi tiap-tiap wilayah kepemimpinan dalam dua bagian ini memiliki undang-undang dan hukum masing-masing yang disusun berdasarkan al Quran, as Sunnah dan sumber hukum Islam yang lainnya.

Maka, wilayah kepemimpinan seorang laki-laki terhadap individu-individu yang ada dalam kalangan keluarganya tidak lain bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup sebuah keluarga dalam keamanan dan kenyamanan. Wilayah kepemimpinan tersebut akan berlaku pada anak kecil karena orang yang sudah besar tidak memerlukan orang yang harus mengaturnya. Kecuali orang tersebut gila, idiot atau beberapa unsur yang tidak memperbolehkan dirinya untuk mengambil tanggung jawab hidupnya sendiri.

Yang dimaksud dengan anak kecil adalah anak yang masih berada dalam masa menyusui, masa kanak-kanak dan masa bermain. Dan ajaran Islam telah menentukan dengan tegas bahwa wilayah pendidikan anak tersebut akan diserahkan kepada ibu. Karena Allah telah menciptakan jiwa seorang ibu secara khusus. Sehingga, ia akan lebih siap untuk mendidik dan mengasuh putra-putrinya dibanding sang ayah.

Diriwayatkan dari Abu Dawud dengan sandanya dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra. berkata: “Seorang perempuan berkata: ‘Wahai Rasulullah, perutku ini adalah tempat awal bagi putraku, dan payudaraku ini adalah tempat air minumnya dan pembaringanku adalah tempat di mana anak itu melewati malam-malamnya. Akan tetapi, suamiku menceraikanku dan ingin merampas anak itu dariku.” Maka, ketika itu Rasulullah Saw. bersabda: “Engkau lebih berhak untuk mendidik anak tersebut selama engkau belum menikah.”
Dan diriwayatkan dari Sa’id bin Mansur dalam sunnahnya bahwa Abu Bakar as Shiddiq ra. telah memberikan keputusan bagi Umar bin Khattab dan istrinya yang telah diceraikannya bahwa hak pengasuhan putranya, ‘Asim diberikan kepada istrinya. Kemudian Abu Bakar ra. berkata kepada Umar: “Wangi dan kelembutannya akan lebih dibutuhkan anak tersebut dibanding dirimu.”

Dan Islam telah meletakkan wilayah pengasuhan anak kepada sang ibu. Seandainya seorang ibu tidak dapat memenuhi syarat untuk mengasuh putranya, maka hak pengasuhan jatuh kepada ibu sang istri tadi (nenek dari pihak ibu). Seandainya tidak dapat memenuhi juga, maka hak pengasuhan jatuh kepada neneknya yang paling dekat. Seandainya tidak mampu juga barulah hak pengasuhan jatuh kepada sang ayah.

Dan ajaran Islam telah menyusun hak pengasuhan terhadap si kecil setelah ibu, nenek dan ayah sebagai berikut:
·         Saudara perempuan kandung
·         Saudara perempuan satu ayah
·         Saudara perempuan satu ibu
·         Bibi dari ibu
·         Bibi dari bapak

Dan dalam memberikan urutan hak pengasuhan bagi si kecil, para ulama memiliki pendapat yang beragam. Akan tetapi, yang dianggap paling dapat diterima adalah setelah seorang ibu tidak dapat melakukan kewajibannya, maka hak pengasuhan jatuh kepada nenek, kemudian ayah dan seterusnya keluarga yang jelas tali nasabnya dengan kedua orangtua si kecil.

Dan hak pengasuhan ini terus akan berlangsung sampai anak tersebut mencapai usia dewasa yang ditandai dengan mimpi bagi anak laki-laki dan menstruasi bagi anak perempuan. Atau dapat juga ditandai dengan terlihatnya pertumbuhan fisik si anak secara normal dan sehat. Dalam hal ini Islam telah menyinggungnya dalam al Quran: “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.” [QS. Al Anfaal: 75]

Dan setiap wali si kecil disyaratkan untuk memiliki unsur-unsur berikut:
·         Berakal (tidak gila)
·         Terpercaya
·         Mampu mengasuh, memberikan perhatian dan mendidik si anak
·         Dan bagi anak yang muslim, disyaratkan agar pendidik juga beragama Islam

Seperti halnya dalam hak mengatur anak yang masih kecil, orangtua juga memiliki hak dalam mengatur orang gila, idiot dan orang-orang yang tidak mengetahui mana yang terbaik baginya. Di samping, ia juga tidak dapat menjaga dirinya. Dan hak ini masih terus akan berlanjut sampai sifat-sifat yang disebutkan tadi, seperti: kecil, gila dan idiot hilang dari dirinya.

Ini semuanya adalah batas wilayah kekuasaan seorang kepala keluarga terhadap individu-individu yang ada dalam ruang lingkup keluarga. Karena agama telah memberikan pertolongan ini bagi orang-orang yang membutuhkannya.

Adapun kepemimpinan dalam membelanjakan harta juga tidak kalah pentingnya dengan poin sebelumnya. Maka, yang paling utama untuk dijaga hartanya adalah anak yang masih kecil, orang gila dan idiot.
Oleh karena itu, Allah berfirman dalam al Quran: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.” [QS. An Nisaa: 2]

Dan ketika Allah memerintahkan mereka untuk membayar harta anak-anak yatim kepada mereka diterangkan bahwa orang yang idiot dan orang yang belum baligh tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan uangnya. Allah berfirman  dalam al Quran: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” [QS. An Nisaa: 5]
maka, ayat tersebut telah menjelaskan kepada kita tentang hak seorang wali yang dapat menjaga harta anak kecil karena kurang akal.

Dan yang dimaksud dengan kurang akal atau bodoh di sini adalah bodoh dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan dunia: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu).” Adapun kurang akal di akhirat disebutkan dalam firman Allah: “Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.” [QS. Al Jin: 4]

Abu Musa al Asy’ari telah memberikan penafsiran bagi kata-kata kurang akal atau bodoh di sini dengan orang-orang yang sudah seharusnya diasingkan dan tidak diajak dalam mengambil keputusan seperti: anak kecil atau orang yang tidak memiliki akal (gila).

Dan sebagian ulama lain memperluas makna kurang akal dengan memasukkan orang-orang yang tidak mengetahui ajaran Islam yang berhubungan dengan harta. Dan orang yang bertanggung jawab untuk mengatur keluar masuknya harta ini diberikan kepada ayah, kakek dan lain sebagainya sebagaimana yang sering disebutkan dalam buku-buku fikih.

Agama Islam telah melarang seluruh umatnya untuk berbuat zalim sehingga merampas harta anak yang masih kecil atau orang-orang yang idiot dan kurang akal. Oleh karena itu, Islam memberikan pelajaran dan peraturan yang berhubungan dengan pemeliharaan harta dalam sebuah keluarga. Sampai-sampai peraturan serupa juga ditujukan kepada pemilik harta tersebut.
Dan pemeliharaan ini dapat dicapai melalui perwalian, tanggungan ataupun wasiat. Dan tidak ada satupun yang berhak untuk mendapatkan posisi orang yang memegang dan memelihara harta, kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
·         Berakal
·         Terpercaya
·         Mampu menjaga harta tersebut, sampai akhirnya uang tersebut dapat diterima oleh si pemilik ketika ia telah mencapai usia dewasa.

Harta ini tidak boleh untuk dikembalikan kepada orang yang punya kecuali orang tersebut telah mampu menikah. Sehingga, ia dianggap mampu untuk mempergunakan hartanya dengan baik. Seandainya waktu nikah telah sampai, akan tetapi orang tersebut belum dapat dikatakan mampu dalam membelanjakan hartanya dengan baik, maka tunggulah sampai kita dapat mengatakannya sebagai orang yang mampu. Dan yang dipakai sebagai tolak ukur adalah kemampuannya dalam menjaga uang tersebut.

Dan para ulama telah memberikan perincian nilai dan karakteristik orang-orang yang dapat membelanjakan hartanya dengan baik dan anda akan dapat menemuinya pada berbagai buku fikih Islam.
Inilah ajaran Islam yang telah menjaga kehidupan keluarga muslim. Terutama, dalam melindungi individu-individu yang ada di dalamnya dan harta mereka. Tepatnya, bagi orang-orang yang kurang mampu untuk mempergunakan dan menyimpan sendiri hartanya dengan baik dan benar.

Download Buku Generasi Masyarakat Islami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam