Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 09 Oktober 2013

Bagaimana Khilafah menangani orang murtad dari Islam

Bagaimana Khilafah menangani orang murtad dari Islam




30. Bagaimana Khilafah menangani mereka yang murtad dari Islam?

Perkara murtad menjadi bagian hukum yang berkaitan dengan pertahanan ideologi Islam. Ideologi kapitalisme dan komunisme juga punya mekanisme untuk melindungi ideologinya masing-masing dan menangani perendahan ideologi yang dilakukan oleh warganya dengan sangat keras. Dalam konteks perlindungan terhadap ideologi inilah aturan Islam mengenai orang murtad harus dipahami.

Menganut Islam pada dasarnya adalah memasuki sebuah kontrak. Tidak boleh ada pemaksaan untuk melakukannya. Orang masuk Islam berdasarkan kehendaknya sendiri. Karena tidak ada paksaan maka keimanan berdasarkan akal yang memahami pastilah sangat kuat terutama karena seseorang yang masuk Islam tahu persis bahwa dia tidak akan bisa kembali jadi non-Islam karena ada hukuman mati - Hal ini memastikan perlunya pembuktian kebenaran akidah Islam dengan akal untuk memahami bahwa Islamlah yang benar. Hal ini juga mencegah mereka yang mencoba-coba secara publik menjadi Muslim kemudian secara publik murtad dalam rangka menyebar keraguan terhadap ideologi Islam. Tidak ada negara ideologis yang akan membolehkan ideologinya dipertanyakan dalam masyarakat karena hal ini akan melemahkan dan memungkinkan penggantian ideologi itu dengan yang lain.

Khilafah bukanlah negara totalitarian. Ia tidak memata-matai kehidupan para warganya dalam ranah pribadi yaitu dalam rumah mereka. Maka dalam Khilafah, semua warga bebas bertindak dan berpikir sekehendaknya di dalam rumahnya. Jadi dalam Khilafah jika seseorang murtad tapi merahasiakannya ataupun tidak mau mengakui Khilafah tapi merahasiakannya, negara tidak bisa menjatuhkan hukuman padanya karena si pelaku tidak pernah secara publik merendahkan ideologi Islam.

Hal ini dipahami dari memeriksa dalil-dalil Islam, perbuatan Nabi Muhammad Saw. dan perbuatan generasi para sahabat bahwa mereka yang murtad dari Islam harus dipastikan terlebih dahulu dan didakwahi, di mana bukti-bukti nyata kebenaran Islam diberikan dengan cara terbaik. Jika setelah ini mereka tidak bertobat maka mereka dijatuhi hukuman mati karena mereka berusaha merendahkan ideologi Islam. (Lebih lanjut lihat, 'Punishment system in Islam,' Hizb ut-Tahrir)

Hukuman mati bukanlah hanya ada di Islam. Hukuman mati di Amerika Serikat resmi diberlakukan oleh 38 dari 50 negara bagian. Di AS, survei-survei telah lama menunjukkan bahwa mayoritas menghendaki berlakunya hukuman mati. Survei ABC News Juli 2006 menemukan 65% setuju hukuman mati, (Lihat http://abcnews.go.com/images/Politics/1015a3DeathPenalty.pdf) konsisten dengan ini ada survei-survei lain sejak tahun 2000 menunjukkan separuh publik Amerika percaya 'hukuman mati masih kurang sering diterapkan.' (Lihat http://www.pollingreport.com/crime.htm) Di Inggris 1998, the House of Commons (parlemen) voting memberlakukan the 6th Protocol of the European Convention on Human Rights yang melarang hukuman mati kecuali "di masa perang atau ada ancaman perang nyata." Hari ini pemberontakan dan pengkhianatan tetap dijatuhi hukuman mati di Inggris.

31. Apakah Khilafah membolehkan penyiksaan?

Penyiksaan sepenuhnya terlarang dalam Islam, siapapun yang ditemukan bersalah melakukan serangan fisik atau penyiksaan terhadap warga negara, Muslim atau non-Muslim, akan dihukum berat. Islam melarang menjatuhkan hukuman pada seorang tertuduh sebelum tuduhan terbukti. Penyiksaan pada prinsipnya dan pada dasarnya -tanpa pandang alasan keamanan- adalah terlarang. (Lebih lanjut rujuk, 'Punishment system in Islam,' Hizb ut-Tahrir)

32. Bagaimana Khilafah menangani pemberontakan?

Terhadap pemberontakan apapun di tanah Islam, warga selalu dipandang sebagai warga oleh negara. Islam telah memberi mandat pada Mahkamah Mazalim wewenang mencopot Khalifah jika dia melanggar Islam atau melakukan kezaliman. Kasus pemberontakan ada di luar kerangka ini. (artinya Khalifah tidak dianggap menzalimi warga yang memberontak jika dia menangani itu sesuai Syari’ah, pent.)

Pemberontakan dalam Islam dipandang sebagai tindakan tidak patuh dan maka si pelaku didisiplinkan. Tidak boleh bagi Khalifah untuk memerangi mereka lebih dari pendisiplinan. Dilarang menghabisi para pemberontak atau melancarkan serangan udara, dengan bom atau senjata berat, karena senjata semacam itu dipandang tidak tepat untuk hukuman pendisiplinan. Apapun yang berguna dalam perang yang sesungguhnya adalah dilarang. Siapapun dari mereka yang ditawan, akan diperlakukan sebagai pendosa/ pelanggar hukum dan bukan sebagai tawanan perang. (Lebih lanjut lihat, 'Punishment system in Islam,' Hizb ut-Tahrir)

33. Tidakkah Syari'ah mengutamakan kaum Muslim atas non-Muslim?

Tidak, perkaranya tidak seperti itu. Dari perspektif sosial, Islam memandang semua penduduk sebagai manusia bukan dipandang etnis atau rasnya. Hasilnya, semua yang tinggal di wilayah Islam dipandang sebagai warga, apapun keyakinan, warna kulit atau etnisnya. Kewarganegaraan Khilafah didasarkan pada tempat tinggal mereka bukan tempat kelahiran atau pernikahannya. Semua orang yang memegang kewarganegaraan Khilafah adalah subyek Khilafah, penjagaan dan pengurusan berbagai urusan mereka adalah tugas Khilafah, tanpa ada diskriminasi.  Tiap orang yang memegang kewarganegaraan Khilafah menikmati semua hak yang telah diberikan Syari'ah pada mereka, Muslim maupun bukan. Siapapun yang tidak memegang kewarganegaraan Khilafah tidak memiliki hak-hak itu, meski dia Muslim.

Para warga non-Muslim tidak diganggu agama dan ibadah mereka. Mereka diperlakukan menurut agama mereka dalam hal makanan dan pakaian dalam kerangka umum hukum. Sengketa terkait pernikahan dan perceraian bagi non-Muslim ditangani dengan menetapkan para hakim dari antara mereka sendiri di pengadilan yang disediakan oleh Khilafah. Dalam ranah publik, Islam mewajibkan terapnya aturan-aturannya atas tiap warga Muslim dan non-Muslim tanpa pembedaan. Dengan cara ini semua warga adalah subyek aturan-aturan yang sama dalam ranah publik. (Lebih lanjut lihat "Introduction to the Constitution and the reasons which make it obligatory," Hizb ut-Tahrir)

34. Bisakah para perempuan menjadi saksi di sidang pengadilan?

Ya. Hukum pembuktian sebagaimana semua hukum Islam lainnya adalah aturan Syari'ah yang digali dari dalil-dalilnya yang rinci. Ada dalil-dalil yang terbatas untuk kasus-kasus hak keuangan (waris). Ini karena peran perempuan utamanya sebagai ibu dan istri (meski tidak terbatas itu saja) berbeda secara relatif dengan laki-laki yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dan pemeliharaan. Ada dalil-dalil yang mengindikasikan bahwa kesaksian dari para perempuan tidak sama dengan dari para laki-laki.

Maka, kesaksian 2 perempuan sama dengan kesaksian 1 laki-laki dalam tindakan-tindakan yang terjadi di kehidupan publik. Seperti kesaksian perempuan mengenai hak-hak dan kontrak-kontrak. Kesaksian 1 perempuan diterima dalam perkara yang terjadi di komunitas perempuan, seperti kejahatan yang terjadi di toilet perempuan. Kesaksian 1 wanita dipandang mencukupi, dalam perkara yang erat dengan urusan wanita, seperti kesaksian mereka mengenai keperawanan dan perkara keibuan.

Selain dari rasio tertentu yang disebutkan mengenai kasus hak-hak finansial, tidak ada dalil yang mencegah kesaksian perempuan. Teks Islam sesungguhnya menunjukkan bolehnya para perempuan untuk bersaksi dan bahkan mengindikasikan bolehnya kesaksian seorang perempuan saja. (Lebih lanjut lihat 'The rules of testimonial evidences,' hal.29-32,  Hizb ut-Tahrir)

Bagaimana Khilafah menangani orang murtad dari Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam