Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 07 Juni 2013

Konsep Menerima Pendapat Agama Lain

Konsep Menerima Pendapat Agama Lain

 


Konsep Menerima Pendapat Lain

Menerima agama dan peradaban lain, dengan tujuan sekedar untuk mengetahui pendapat mereka – tanpa usaha menghakimi mereka, serta tanpa sanggahan dan penolakan atas pendapatnya – jelas bukan merupakan metode yang Islami. Sebaliknya, Al Qur’an sepenuhnya menentang cara-cara seperti itu. Bila Al Qur’an menjelaskan pemikiran dan pernyataan yang kufur, ia selalu melanjutkannya dengan pemikiran dan pernyataan yang benar sekaligus membantah kekufuran tersebut. Ayat-ayat berikut ini adalah sejumlah contohnya.
Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat munkar; hampir-hampir langit pecah karena ucapan tersebut, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh. Karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” (QS Maryam: 88-92)

Demikian juga,
Mereka berkata, ‘Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekalian adalah orang-orang yang benar?’ Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui, waktu itu mereka tidak mampu mengelakkan api neraka dari wajah mereka dan dari punggung mereka, sedang mereka tidak mendapat pertolongan. Sebenarnya azab itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lalu membuat mereka panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak pula mereka diberi tangguh.” (QS Al Anbiya: 38-40)

Atau firman Allah SWT,
Dan ketika kamu berkata, ‘Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang.’ Karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.” (QS Al Baqarah: 55)

Allah juga berfirman,
Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan Allah.’ Mereka berkata, ‘Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.’ Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah kitab yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, ‘Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika kamu benar orang-orang yang beriman.” (QS Al Baqarah: 91)

Demikian pula ayat Qur’an,
Dan mereka berkata, ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Yang demikian itu hanya angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, ‘Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar.’ Namun barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala dari sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS Al Baqarah: 111-112)
Mereka (orang kafir) berkata, ‘Allah mempunyai anak.’ Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Semua tunduk kepada-Nya.” (QS Al Baqarah: 116)

Demikian pula firman Allah,
Dan mereka berkata, ‘Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.’ Maka katakanlah, ‘Tidak, namun kami mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang yang musyrik.” (QS Al Baqarah: 135)
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya, karena Allah telah memberikan kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan mematikan’ maka orang itu berkata, ‘Aku dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.’ Lalu terdiamlah orang kafir itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang zhalim.” (QS Al Baqarah: 259)

Sekalipun ayat-ayat di atas berkisah tentang syariat kaum-kaum terdahulu, tetapi tidak lepas dari ayat-ayat berikut ini,
Orang-orang yang mengatakan tentang saudara-saudaranya, sedangkan mereka tidak ikut berperang, ‘Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh.’ Maka katakanlah, ‘Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Ali Imran: 168)

Demikian pula,
Yaitu orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami supaya kami jangan beriman kepada seorang rasul sebelum dia mendatangkan kepada kami korban yang dimakan api.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya telah datang kepada kamu beberapa orang rasul sebelum aku (Muhammad) membawa keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu membunuh mereka jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS Ali Imran: 183)

Dan Allah berfirman,
Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tangan Allah terbelenggu.’ Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan. Tidak demikian, tetapi kedua tangan Allah terbuka. Dia menafkahkan sebagaimana yang dia kehendaki.” (QS Al Maaidah: 64)

Atau firman-Nya,
Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak pula kami mengharamkan barang sesuatupun.’ Demikian pula orang-orang sebelum mereka telah mendustakan para rasul sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kamu mengetahui sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu kemukakan kepada kami?’ Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta.” (QS Al An’aam: 148)

Dan juga,
Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu anak Allah’ dan orang Nasrani berkata, ‘Al Masih itu anak Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka, bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. Dan juga mereka mempertuhankan Al Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 30-31)
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami berkata, ‘Datangkanlah Al Qur’an yang lain dari ini atau gantilah ia.’ Maka katakanlah, ‘Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat).’ Katakanlah, ‘Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak akan membacakannya kepadamu, dan Allah tidak pula memberitahukannya kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka tidakkah kamu memikirkannya?’ (QS Yunus: 15-16)

Allah juga berfirman,
Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.’ Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari mengatakan, ‘Datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang yang benar.’ Katakanlah, ‘Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya.’ Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Al Jatsiyah: 24-26)

Bahkan ayat-ayat dalam Surat Al Kahfi, yang mereka gunakan sebagai dalil pembenar dialog antar agama, juga tidak beranjak dari gaya penuturan yang menyanggah konsep-konsep kufur. Demikian pula, dialog yang terjadi – yang menurut pendapat mereka hanya sekedar dialog intelektual – sesungguhnya merupakan dialog yang diarahkan untuk memberi pemahaman dan penolakan terhadap pemikiran yang kufur. Hal ini dengan jelas dapat dilihat dari sanggahan salah seorang dari keduanya – yang mukmin – yang menolak pendapat kufur kawannya. Selengkapnya ayat tersebut adalah,
Kawannya (yang mukmin) berkata, ‘Apakah kamu kafir kepada Tuhan yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?’ Tetapi aku percaya bahwa Dia-lah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tatkala memasuki kebunmu tidak mengucapkan, ‘Maasya Allah, laa quwwata illa billah’ sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan. Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberikan kepadaku kebun yang lebih baik daripada kebunmu; dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan dari langit kepada kebunmu, sehingga kebun itu menjadi tanah yang licin. Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak akan dapat menemukannya lagi.” (QS Al Kahfi: 37-41)

Jadi, bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa kawan dialognya tidak menghakiminya manakala ia berkata, “Apakah kamu kafir kepada Tuhan yang menciptakan kamu”. Kemudian kawannya itu mengarahkannya untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yaitu mengucapkan, “Maasya Allah, laa quwwata illa billah” (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Kemudian kawannya menjelaskan tentang kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa (Al Qadir), Sang Pencipta yang mampu mengirimkan petir dan badai dari langit dan mengeringkan mata airnya. Jadi, bagaimana mungkin dialog seperti itu dapat dikatakan sebagai dialog antar agama yang tanpa batasan atau syarat-syarat tertentu, atau dialog tanpa upaya penghakiman dan menerima pendapat kufur sebagaimana adanya???

Sedangkan terhadap penggunaan ayat-ayat lainnya sebagai dalil bagi dialog antar agama, seperti firman Allah,
Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.” (QS Al Kafirun: 1-3)
Maka hal ini merupakan kesimpulan yang keliru dan keluar dari konteks sebenarnya. Surat Al Kafirun jelas merupakan pernyataan penghakiman kepada mereka, yaitu bahwa mereka adalah kaum kafir dan akan tetap dalam kekafirannya. Allah SWT mengetahui bahwa mereka tidak akan pernah beriman, dan kemudian Allah menyampaikan kepada Rasulullah SAW tentang hal ini. Selanjutnya, Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk menyampaikan hal ini kepada mereka dan menolak tawaran untuk saling bergantian beribadah dengan cara mereka. Dengan demikian, sebenarnya sama sekali tidak ada lagi ruang bagi dialog ketika Allah SWT telah menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah beranjak dari kekafirannya sampai ajal menjelang. Surat ini ditujukan kepada sekelompok orang tertentu. Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya, karena ada beberapa orang di antara kelompok tersebut yang mati, ada pula yang tewas terbunuh, dan tak seorang pun di antara mereka yang beriman.

Sedangkan firman Allah,
Dan jika seorang di antara kaum musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.” (QS At-Taubah: 6)
Dari ayat ini, tidak ada dalil yang dapat digunakan untuk mendukung dialog antar agama yang dilakukan dalam suasana persamaan. Ayat ini justru memerintahkan kaum muslimin untuk mengusahakan agar kaum musyrik berkesempatan mendengarkan firman-firman Allah, sehingga mereka bisa beriman dan ditempatkan di tempat yang aman.

Jadi, ayat ini berbicara mengenai pemberian perlindungan bagi kaum musyrik yang ingin tahu tentang Islam. Kepada mereka Islam dijelaskan dengan cara tertentu, sehingga diharapkan mereka mau beriman. Tidak ada dalil dalam ayat tersebut bagi suatu dialog yang dilakukan untuk sekedar mengetahui pendapat mereka, serta mencari kesamaan dan persamaan di antara kedua agama tanpa upaya menghakimi mereka. Ayat itu dengan jelas diarahkan kepada kaum musyrik, sehingga secara eksplisit menghakimi mereka sebagai orang-orang musyrik. Bagi mereka tidak perlu ada dialog untuk mengetahui pendapat mereka. Yang perlu dilakukan adalah mengusahakan agar mereka mau mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an. Dengan demikian, menjadikan ayat tersebut sebagai dalil bagi dialog antar agama merupakan sesuatu yang tidak masuk akal.

Konsep Menerima Pendapat Agama Lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam