Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 03 Mei 2013

Perubahan Sistem Mata Uang Dunia

Perubahan Sistem Mata Uang Dunia




2.  Mengubah Sistem Mata Uang Dunia

2.1. Pada awal Revolusi Industri, karena adanya kebutuhan yang mendesak untuk menjamin perluasan industri, Inggris mendirikan sebuah bank yang berwenang mengedarkan uang yang ditopang jaminan emas. Setelah Perang Dunia I, AS menguasai 70% cadangan emas dunia. Kemudian pada tahun 1929 terjadilah depresi dan kemerosotan yang parah di pasar-pasar modal, karena adanya permainan nilai mata uang oleh negara-negara industri untuk bersaing dalam ekspor.

     Pada tahun 1934, AS dan negara-negara Eropa mengadakan pertemuan dan menyepakati pembatasan transfer antar bank dan antar negara hanya dalam mata uang dolar AS dan poundsterling Inggris, sebagai ganti dari emas.

2.2. Pada tahun 1944, delegasi 44 negara mengadakan pertemuan di Bretton Woods, dan menyepakati penerimaan dolar sebagai asas untuk menilai mata uang yang berbeda-beda. Prinsip-prinsip IMF mulai diterapkan, yaitu penetapan margin tidak lebih dari 1% untuk pengubahan nilai berbagai mata uang. Jika terjadi ketidakseimbangan dalam neraca perdagangan, maka akan dilakukan penaikan atau penurunan nilai mata uang, sebagai hasil perundingan internasional melalui IMF. AS telah menyetujui untuk mengikat dolar dengan standar emas pada batas 35 dolar AS untuk 1 ounce emas.

     Dengan demikian, dolar AS telah mendominasi sistem mata uang dan ekonomi dunia.

2.3. Disebabkan beban biaya yang besar sebagai konsekuensi peran AS secara internasional, berkecamuknya Perang Vietnam, adanya biaya pangkalan-pangkalan militer dan perlombaan senjata, maka neraca perdagangan AS mengalami defisit. Maka dari itu, cadangan emas AS pun semakin berkurang hingga tinggal 50 trilyun dolar AS pada tahun 1970. AS tidak mampu lagi mengkonversi dolar menjadi emas bila ada permintaan. Maka Inggris segera menurunkan nilai mata uangnya untuk memukul dolar, mengingat Inggris adalah saingan AS dalam cadangan emas. Akibatnya, Presiden Nixon pada tahun 1971 menghapuskan keterkaitan dolar dengan emas, sehingga dolar tak dapat dikonversi lagi menjadi emas. Maka dolar pun menguasai sistem mata uang dunia dan memaksa Jepang dan Jerman mendukung dolar, karena kedua negara tersebut mempunyai cadangan emas sangat besar di dunia, di samping kemerosotan dolar yang drastis tentu akan mengurangi pendapatan kedua negara tersebut hingga 30%. Jepang mempunyai surplus neraca perdagangan dengan AS sebesar 15 milyar dolar AS/ tahun, sedang Jerman 11 milyar dolar AS/tahun.

     Defisit yang terus menerus pada neraca perdagangan AS tersebut mengakibatkan jatuhnya harga dolar, tanpa ada intervensi dari AS. Maka pada tahun 1987 anjloklah dolar secara dramatis ketika AS menurunkan harga dolar, sebagai reaksi dari tindakan Jerman menaikkan suku bunga; suatu tindakan yang menyalahi perjanjian Louvre di antara negara-negara G-7. Para pedagang saham segera beramai-ramai menjual saham mereka dan terjadilah kerugian internasional yang mencapai lebih dari 200 milyar dolar AS dalam beberapa jam saja.

3.  Membentuk Lembaga-Lembaga Ekonomi Internasional

     Sejalan dengan ide-ide AS yang menyatakan bahwa politik polarisasi dan blok-blok internasional akan dapat menyulut perang-perang dunia, maka AS bertekad memantapkan prinsip-prinsip Tata Dunia Baru yang didasarkan pada pembentukan lembaga-lembaga internasional di bidang politik, ekonomi, kesehatan, peradilan, dan pendidikan. Maka lalu berperanlah PBB, Dewan Keamanan, IMF, Bank Dunia, Mahkamah Internasional, dan lembaga-lembaga dunia lainnya.

     Penting di sini kita bahas peran IMF dan WTO dalam upaya AS menguasai ekonomi dunia.

3.1. Peran IMF (International Monetery Fund) :

     IMF berdiri tahun 1944 sesuai perjanjian Bretton Woods, yang menetapkan pembentukan sistem mata uang internasional. IMF menjalankan 3 (tiga) tugas pokok: (1) Menjaga nilai tukar (kurs) mata uang, (2) Mengawasi neraca perdagangan, (3) Mengontrol cadangan mata uang berbagai negara.

     Tugas-tugas tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi AS di muka, yakni adanya ketidakstabilan nilai tukar  dan defisit dalam neraca perdagangan AS, yang disebabkan oleh peran internasional AS, gaya hidup orang Amerika yang sangat rakus dan konsumtif, dan terjadinya krisis-krisis keuangan. Krisis yang terjadi antara lain adanya inflasi yang terus menerus, dalam arti jumlah uang yang beredar tidak sama dengan barang dan jasa yang ada, atau sebaliknya, pertambahan uang yang beredar akan menaikkan harga-harga.

     Peran IMF untuk mendominasi negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, antara lain ditempuh dengan cara memberikan bantuan dan merekayasa krisis yang menyebabkan kebutuhan akan hutang. Jika kondisi ini terwujud, IMF akan datang untuk memanfaatkan semua pengendalian ekonomi, dengan tujuan menghancurkan sisa-sisa kedaulatan dari banyak negara. Tujuan ini dapat disimpulkan dari pertemuan yang diadakan IMF di Helifax (Kanada), yang menetapkan prinsip-prinsip untuk memaksakan pengontrolan terhadap perekonomian berbagai negara di dunia, dan memaksakan syarat-syarat reformasi ekonomi kepada berbagai negara agar kondisi ekonominya disesuaikan dengan kehendak IMF, sebagai imbalan dari penjadwalan kembali hutang-hutangnya. Syarat-syarat itu adalah:
(1) Kebebasan dalam perdagangaan dan penukaran mata uang.
(2) Menurunkan nilai mata uang.
(3) Melaksanakan program penghematan, yang meliputi:
(a) Menetapkan syarat-syarat untuk peminjaman lokal dengan menaikkan suku bunga, yang akan mengakibatkan kegagalan kegiatan ekonomi.
(b) Mengurangi belanja negara dengan meningkatkan pajak dan tarif jasa-jasa, menghentikan subsidi untuk barang-barang konsumtif, dan tidak menaikkan gaji pegawai negeri.
(c) Menarik modal asing untuk investasi dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam tata aturannya.
(d) Mengambil sejumlah kebijakan untuk mengesahkan undang-undang guna mendukung ide swastanisasi, yang menurut IMF, berguna untuk menggairahkan kegiatan ekonomi.

     Swastanisasi ini dilakukan dengan mengubah sektor publik menjadi sektor swasta, untuk mengurangi peran negara dan beban biaya sejumlah besar sektor jasa, seperti komunikasi, transportasi, listrik, air, pendidikan, dan kesehatan. Dengan swastanisasi, penanganan sektor-sektor tersebut beralih ke pihak swasta. Ini akan melahirkan dominasi orang-orang kaya untuk menangani sektor-sektor jasa yang sangat vital itu, yang seharusnya diberikan oleh negara tanpa mengambil keuntungan. Seharusnya rakyat mendapatkan layanan jasa dengan harga rendah. Tetapi jika kebijakannya demikian, orang-orang kaya itu akan dapat menetapkan harga sesuai kepentingan mereka. Maka yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Belum lagi adanya kenaikan jumlah pengangguran sebagai akibat pengurangan tenaga kerja ketika terjadi perubahan sektor publik menjadi sektor swasta. Ini ditambah lagi dengan pemaksaan ide "globalisasi" yang menjadi sarana bagi modal asing dan perusahaan asing untuk mengendalikan berbagai peraturan perundang-undangan, yang bertujuan melindungi perdagangan bebas, investasi, dan pembukaan pasar-pasar modal untuk bersaing melawan modal asing.

     Kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi yang dipaksakan IMF tersebut, sesungguhnya telah melahirkan ancaman serius bagi kedaulatan dan kemandirian berbagai negara. Sebagai contoh, dengan kebijakan pencabutan subsidi bagi barang-barang kebutuhan pokok dan tidak adanya kenaikan gaji atau upah, maka yang akan menderita adalah masyarakat banyak. Lalu terjadilah banyak kekacauan, demonstrasi, dan kerusuhan. Pada saat itulah, negara-negara kapitalis akan menuntut penerapan ide-ide demokrasi dan kebebasan, sebagaimana yang pernah terjadi di Yordania dan Maroko, dan juga di negeri-negeri lain.

     Berikut ini akan kami sajikan sebuah contoh kebijakan IMF, untuk membuktikan betapa kebijakan-kebijakan IMF sebenarnya tidaklah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bahkan kebijakan-kebijakan ini pada hakikatnya telah menjerumuskan berbagai negara ke jurang kemelaratan, kesengsaraan, dan kehancuran. Maroko, sebagai contoh, telah mengadakan reformasi sistem pertanian dengan target ekspor jeruk nipis dan buah-buahan lain dengan cara memperbaharui jaringan irigasi. Tapi reformasi ini justru dimanfaatkan oleh para pengusaha besar yang berkemampuan membeli sarana-sarana pertanian secara kredit. Sementara itu rakyat yang harus memikul beban hutang berikut bunganya. Jelas ini bukan investasi yang produktif. Hutang Maroko sendiri pada tahun 1970 adalah 18% dari produk nasionalnya. Kemudian pada tahun 1984, hutangnya telah menjadi 110% dari produk nasionalnya. Dengan kata lain, telah terjadi penurunan 10% dari seluruh produk nasional. Bahkan dalam dua tahun saja harga-harga telah naik 86%, dan Maroko pun yang semula negara pengekspor gandum ke Perancis, berubah menjadi negara pengimpor gandum sebesar 3 juta ton/tahun.

Perubahan Sistem Mata Uang Dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam