Makna Darurat Menurut Berbagai Mazhab
{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}
11.
Alasan Darurat
Banyak
di kalangan kaum muslimin memakai alasan bahwa karena darurat, sehingga sesuatu
yang diharamkan boleh dimakan/minum. Contohnya minum khamer, makan babi, dan
lain-lain. Sehingga apakah kita boleh makan/minum sesuatu yang haram jika dalam
keadaan darurat?
Untuk menjawab persoalan tersebut, akan diuraikan lebih
dahulu definisi darurat menurut makna bahasa dan makna istilah yang berkembang
dalam berbagai madzhab. Setelah itu akan dipilih definisi darurat yang paling
rajih (kuat-tepat) untuk menjawab pertanyaan di atas.
1. Darurat Menurut Makna Bahasa
Menurut Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat
hal.138, dharurah berasal dari kata dharar. Sedang kata dharar sendiri,
mempunyai tiga makna pokok, yaitu lawan dari manfaat (dhid al-naf’i),
kesulitan/kesempitan (syiddah wa dhayq), dan buruknya keadaan (su`ul
haal) (Al-Munawwir, 1984:876). Kata dharurah, dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith hal.538
mempunyai arti kebutuhan (hajah), sesuatu yang tidak dapat dihindari (laa
madfa’a lahaa), dan kesulitan (masyaqqah).
2. Darurat Menurut Makna Istilah
Dalam makna istilahnya, dharurah
(darurat) mempunyai banyak
definisi yang hampir sama pengertiannya. Berikut berbagai definisi darurat
menurut ulama madzhab empat dan ulama kontemporer, yang terhimpun dalam kitab Al-Dharurah
wa Al-Hajah wa Atsaruhuma fi Al-Tasyri’ Al-Islami karya Abdul Wahhab
Ibrahim Abu Sulaiman (1994), dan kitab Nazhariyyah Al-Dharurah
Al-Syar’iyah karya Wahbah Az-Zuhaili (1997).
2.1. Menurut Madzhab Hanafi
Al-Jashshash dalam Ahkamul
Qur`an (I/150) ketika membahas makhmashah (kelaparan parah)
mengatakan, darurat adalah rasa takut akan ditimpa kerusakan atau kehancuran
terhadap jiwa atau sebagian anggota tubuh bila tidak makan. Al-Bazdawi
dalam Kasyful Asrar (IV/1518) menyebutkan definisi serupa, yaitu
darurat dalam hubungannya dengan kelaparan parah (makhmashah), ialah
jika seseorang tidak mau makan, dikhawatirkan ia akan kehilangan jiwa atau
anggota badannya. Sedang dalam kitab Durar Al-Ahkam Syarah Majallah
Al-Ahkam (I/34), Ali Haidar mengatakan, darurat adalah keadaan
yang memaksa (seseorang) untuk mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh syara’ (al-halah
al-mulji`ah li tanawul al-mamnu’ syar’an).
2.2. Menurut Madzhab Maliki
Ibn Jizzi Al-Gharnati dalam Al-Qawanin
Al-Fiqhiyah (hal. 194) dan Al-Dardir dalam Al-Syarh
Al-Kabir (II/115) mengatakan, darurat ialah kekhawatiran akan mengalami
kematian (khauf al-maut)… Dan tidak disyaratkan seseorang harus menunggu
sampai (benar-benar) datangnya kematian, tapi cukuplah dengan adanya
kekhawatiran akan mati, sekalipun dalam tingkat dugaan (zhann).
2.3. Menurut Madzhab Syafii
Imam Suyuthi dalam Al-Asybah
wa An-Nazha`ir hal. 61 mengatakan darurat adalah sampainya seseorang
pada batas di mana jika ia tidak memakan yang dilarang, ia akan binasa (mati)
atau mendekati binasa. Muhammad Al-Khathib Al-Syarbaini dalam Mughni
Al-Muhtaj (IV/306) menyatakan, darurat adalah rasa khawatir akan
terjadinya kematian atau sakit yang menakutkan atau menjadi semakin parahnya
penyakit ataupun semakin lamanya sakit... dan ia tidak mendapatkan yang halal
untuk dimakan, yang ada hanya yang haram, maka saat itu ia mesti makan yang
haram itu.
2.4. Menurut Madzhab Hanbali
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni
(VIII/595) menyatakan, darurat yang membolehkan seseorang makan yang haram (al-dharurah
al-mubahah) adalah darurat yang dikhawatirkan akan membuat seseorang binasa
jika ia tidak makan yang haram.
2.5. Menurut Ulama Kontemporer
Muhamad Abu Zahrah dalam Ushul
Al-Fiqh hal.43 mendefinisikan darurat sebagai kekhawatiran akan terancamnya
kehidupan jika tidak memakan yang diharamkan, atau khawatir akan musnahnya
seluruh harta miliknya. Mustafa Az-Zarqa` dalam Al-Madkhal
Al-Fiqhi Al-‘Aam (I/991) berkata, darurat adalah sesuatu yang jika
diabaikan akan berakibat bahaya, sebagaimana halnya al-ikrah al-mulji`
(paksaan yang mengancam jiwa) dan khawatir akan binasa (mati) karena kelaparan.
Wahbah Az-Zuhaili dalam Nazhariyyah Al-Dharurah hal.65
mendefinisikan darurat adalah datangnya bahaya (khathr) pada manusia
atau kesulitan (masyaqqah) yang amat berat, yang membuat dia khawatir
akan terjadinya mudarat atau sesuatu yang menyakitkan atas jiwa, anggota tubuh,
kehormatan, akal, harta, dan yang bertalian dengannya.
3. Definisi yang Rajih
Berbagai definisi ulama madzhab empat mempunyai pengertian
yang hampir sama, yaitu kondisi terpaksa yang dikhawatirkan dapat menimbulkan
kematian, atau mendekati kematian. Dengan kata lain, semuanya mengarah kepada
tujuan pemeliharaan jiwa (hifh an-nafs). Wahbah Az-Zuhaili
menilai definisi tersebut tidaklah lengkap, sebab menurutnya, definisi darurat
haruslah mencakup semua yang berakibat dibolehkannya yang haram atau
ditinggalkannya yang wajib. Maka dari itu, Az-Zuhaili menambahkan tujuan
selain memelihara jiwa, seperti tujuan memelihara akal, kehormatan, dan harta. Abu
Zahrah juga menambahkan tujuan pemeliharaan harta, sama dengan Az-Zuhaili.
Tapi, apakah definisi yang lebih “lengkap” ini otomatis lebih rajih
(kuat)?
Sesungguhnya definisi darurat haruslah dikembalikan pada
nash-nash yang menjadi sumber pembahasan darurat. Sebab istilah darurat memang
bersumber dari beberapa ayat al-Qur`an, seperti dalam Qs. al-Baqarah [2]:
173; Qs. al-Maa`idah [5]: 3; Qs. al-An‘aam [6]: 119; Qs. al-An‘aam [6]: 145;
dan Qs. an-Nahl [16]: 115 (Asjmuni Abdurrahman, 2003:42-43).
Ayat-ayat ini intinya menerangkan kondisi darurat karena terancamnya jiwa jika
tidak memakan yang haram, seperti bangkai dan daging babi. Jadi, kunci
persoalannya bukanlah pada lengkap tidaknya definisi darurat, melainkan pada
makna dalil-dalil syar’i yang mendasari definisi darurat itu sendiri.
Berdasarkan ayat-ayat itulah, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani
dalam Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah (III/477) menyatakan, definisi
darurat adalah keterpaksaan yang sangat mendesak yang dikhawatirkan akan dapat
menimbulkan kebinasaan/ kematian (al-idhthirar al-mulji` alladzi yukhsya
minhu al-halak). Inilah definisi darurat yang sahih, yaitu kondisi terpaksa
yang membolehkan yang haram, sebagaimana termaktub dalam kaidah yang masyhur: al-dharurat
tubiih al-mahzhuurat (Kondisi darurat membolehkan yang diharamkan) (Abdul
Hamid Hakim, t.t.:59). Definisi Taqiyuddin An-Nabhani ini dekat
dengan definisi Mustafa Az-Zarqa` dan kurang lebih sama maknanya dengan
definisi ulama madzhab empat.
4. Implikasi Definisi
Dari definisi darurat yang rajih tersebut, kita dapat
mengetahui cakupan darurat, yaitu kondisi terpaksa yang berkaitan dengan
pemeliharaan jiwa (hifzh an-nafs), seperti misalnya orang kelaparan yang
terancam jiwanya yang tidak mendapatkan makanan selain daging babi atau bangkai
(Muhlish Usman, 1996:134). Atau seperti orang yang diancam akan dibunuh
jika tidak mau mengucapkan kata-kata kufur, asalkan hatinya tetap beriman (Dja’far
Amir, t.t.:37). Adapun tujuan syariah lainnya, misalnya pemeliharaan harta
(hifzh al-mal), sebenarnya bukanlah termasuk cakupan darurat.
5. Kesimpulan
Jelas dari uraian
di atas, jika tidak dalam kondisi terpaksa -di mana jika kita tidak minum
khamer itu akan menimbulkan kematian- khamer tetaplah haram untuk
dikonsumsikan. Ini berlaku juga untuk makan babi, dan lain-lain.
12.
Khatimah
Persoalan khamer atau alkohol merupakan salah satu persoalan
yang dihadapi kaum muslimin setelah ketika berada dikungkung sistem kufur. Sistem
tersebut sama sekali tidak memperdulikan hukum syara’, karena berdiri atas asas
manfaat. Akibatnya, kaum muslimin merasa kesulitan dalam memenuhi hajat
hidupnya, karena hampir semua segi kehidupan dipenuhi dengan kemaksiatan.
Termasuk membaNjirnya produk-produk yang dilarang oleh syara’.
Berbeda halnya jika kaum muslimin hidup dalam naungan Daulah
Khilafah Islamiyah. Sebuah sistem yang melindungi kaum
muslimin dari berbagai jenis pelanggaran terhadap syari’at
Islam. Termasuk akan menjaga kaum muslimin
dari berbagai produksi makanan, minuman, obat-obatan yang haram. Karena itu,
persoalan khamer dan alkohol baru akan tuntas secara total apabila Daulah
Khilafah Islamiyah berdiri. Kita bermohon kepada Allah, agar kita senantiasa
diberi kekuatan untuk tetap berjuang dalam menegakkannya, dan semoga Allah SWT
memberikan pertolongan kepada kaum muslimin di seluruh dunia. Wallahu a’lam.
Dari Makalahnya Ramadhan: Soal Jawab Seputar Khamer [Makalah
itu dikumpulkan dari beberapa sumber dan ditulis ulang oleh Ramadhan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar