Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 07 Mei 2013

Hukum Pasar Modal

Hukum Pasar Modal
 



  Adapun hukum syara' untuk fakta pasar modal adalah sebagai berikut :

  Sistem perseroan terbatas telah memberikan sifat unik kepada perusahaan, yaitu tanggung jawab terbatas, sehingga sistem ini dapat melindungi para pemilik modal dan pengelola perusahaan dari para kreditor dan pemilik hak lainnya dalam kegiatan perusahaan, jika bisnis perusahaan gagal dan merugi. Para pemilik hak tak dapat menuntut para pesero perusahaan sedikit pun, berapapun modal yang telah mereka setorkan. Para pemilik hak hanya mendapatkan aset perusahaan yang tersisa.

  Sistem ini sangat bertentangan dengan hukum-hukum syara'. Sebab hukum syara' telah mewajibkan penunaian hak secara penuh kepada para pemiliknya tanpa boleh dikurangi sedikitpun. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW telah bersabda:

مَنْ أَخَذَ مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ يُرِيْد أَدَاءَهاَ أَدَى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ .

"Siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu."

  Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لَتُؤَدنَّ الحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَى يَقْتَصَّ لِلشَاةِ الجَماَءِ مِنَ القرناءِ تنْطِحُهَا

"Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada Hari Kiamat nanti, hingga seekor domba betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk."

  Jelaslah, Rasulullah SAW sangat menekankan kewajiban menunaikan hak secara penuh di dunia. Dan barangsiapa tidak menunaikan hak tersebut, pasti dia akan menunaikannya pada Hari Kiamat nanti. Ini merupakan peringatan kepada orang yang melalaikan hak-hak orang lain.

  Rasulullah SAW juga menegaskan, bahwa tindakan orang kaya yang menunda-nunda pelunasan utangnya adalah suatu kezhaliman. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَطَلُ الغَنِي ظُلْمٌ

"Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu kezhaliman."

  Jika menunda-nunda pembayaran utang saja sudah merupakan kezhaliman, lalu bagaimana pula kalau melalaikan hak dan tidak membayar utang? Jelas kezhalimannya lebih besar dan azabnya lebih keras.

  Rasulullah SAW telah mengkhabarkan pula bahwa sebaik-baik manusia adalah yang terbaik dalam menunaikan hak-hak orang lain. Imam Bukhari telah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

...فَإِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

"...sebaik-baik orang di antara kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain)."

  Atas dasar itu, haram hukumnya hanya memberikan aset perusahaan yang tersisa kepada para pemilik hak setelah perusahaan merugi. Selain itu wajib hukumnya memberikan semua hak mereka dan mengembalikan dana yang mereka pinjamkan secara penuh yang diambilkan dari harta para pesero, tanpa boleh dikurangi sedikit pun.

  Inilah hukum syara' yang berkaitan dengan sistem perseroan terbatas dari segi pemberian tanggung jawab terbatas kepada perusahaan.

  Adapun mengenai perseroan terbatas itu sendiri, sesungguhnya ia telah menyalahi hukum Islam mengenai perusahaan (syarikah). Ini karena perseroan terbatas mempunyai definisi :

عَقْدٌ بِمُقْتَضَاهُ يَلْتَزِمُ شَخْصَانِ أَوْ أَكْثَرْ بِأَنْ يُسَاهِمَ كُلٌّ مِنْهُمْ قِى مَشْرُوعٍ مَالِيٍ ، بِتَقْدِيْمِ حصَةٍ مِنْ مَالٍ لإقْتِسَامِ مَا قَدْ يَنْشَاُ مِنْ هَذاَ المَشْرُوعِ مِنْ رِبْحٍ        أَو خَسَارَةٍ .

"Akad (transaksi) di antara dua orang atau lebih di mana mereka terikat untuk ikut andil pada suatu kegiatan usaha (bisnis) dengan cara menyertakan sejumlah dana, dengan tujuan berbagi hasil dari kegiatan usaha tersebut, baik berupa laba maupun kerugian."

  Dari definisi ini, dan dari fakta pendirian perseroan terbatas, akan nampak jelas bahwa perseroan terbatas bukan merupakan akad antara dua orang atau lebih sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum syara'. Sebab, akad menurut syara' ada lah ijab (penyerahan/penawaran) dan kabul (penerimaan/pengabulan) antara dua pihak. Artinya, harus ada dua pihak dalam sebuah akad. Pihak pertama adalah yang menyampaikan ijab, yakni mengawali akad dengan mengatakan, misalnya, "Saya menjadi rekanan Anda." Pihak kedua adalah yang menyatakan kabul, misalnya dengan mengucapkan, "Saya terima," atau, "Saya bersedia." Jika dalam akad tidak terdapat dua pihak ini --yakni penyampaian ijab dan pernyataan kabul-- maka akad tidak sah, dan tidak dapat dikatakan sebagai akad yang sesuai dengan syara'.

  Keikutsertaan atau andil dalam sebuah perseroan hanya dilakukan dengan cara membeli saham dari perseroan itu sendiri ataupun dari orang lain yang lebih dulu membeli saham. Dalam proses keikutsertaan para pesero (pemegang saham) ini, tidak ada negosiasi atau perjanjian apapun, baik dengan pihak perseroan maupun dengan pihak pesero lainnya. Adalah pemerintah, yang pertama kali memunculkan sebuah perseroaan terbatas, yakni yang membuatnya eksis dan menjadi suatu badan hukum yang terlepas dari para peseronya. Untuk ini pemerintah mengeluarkan izin pendirian perseroan.

  Di antara para "pendiri" perseroan, tak terdapat kesepakatan apapun di antara mereka selain kesepakatan mengajukan permohonan izin kepada pemerintah untuk mendirikan perseroan. Jika izin perseroan sudah keluar, maka perseroanlah yang kemudian bertindak sebagai pengelola urusan-urusannya. Pada saat itulah perseroan menjual sahamnya kepada para pendiri perseroan atau kepada pihak lain.

  Dari penjelasan tersebut jelas bahwa dalam perseroan terbatas tak terdapat dua pihak yang melangsungkan akad, dan tak ada pula ijab-kabul. Yang ada adalah pembelian saham oleh siapa saja sehingga dengan itu dia dapat menjadi rekanan (syarik/partner). Jadi perseroan terbatas bukanlah kesepakatan antara dua pihak, melainkan kehendak pribadi seseorang yang bersifat sepihak untuk menjadi rekanan suatu perseroan. Dengan demikian, seseorang dapat menjadi rekanan perseroan dengan hanya membeli sahamnya.

  Para ahli hukum di Barat menafsirkan tindakan tersebut sebagai suatu komitmen terhadap akad, walaupun hanya dari satu pihak. Tindakan ini menurut mereka termasuk salah satu pengaturan kehendak yang bersifat sepihak, di mana seseorang memegang suatu komitmen/perjanjian tertentu terhadap orang lain atau masyarakat, tanpa melihat apakah orang lain atau masyarakat itu setuju atau tidak.

  Melihat kenyataan tersebut, maka akad perseroan terbatas adalah akad yang batal menurut syara', sebab akad menurut syara' adalah perikatan antara ijab dari salah satu pihak yang berakad, dengan kabul dari pihak lain sedemikian rupa sehingga pengaruh akad itu terwujud dalam objek akad (ma'qud 'alaih). Akad semacam ini tidak terdapat dalam akad perseroan terbatas.

  Fakta perseroan ini menyalahi fakta perusahaan (syarikah) dalam Islam, sebab definisi perusahaan dalam Islam adalah:

عَقْدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ أَو أَكْثَر يَتَّفِقَانِ فِيْهِ عَلَى القِياَمِ بِعَمَلٍ مَالِيٍّ بِقَصْدِ الرِبْح

"Akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk menjalankan suatu kegiatan usaha (bisnis) dengan tujuan memperoleh keuntungan."

  Perusahaan dalam Islam merupakan akad antara dua pihak atau lebih, sehingga tidak sah bila dilakukan secara sepihak. Jadi harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini akad wajib ditujukan untuk melakukan suatu kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh laba, sehingga tidaklah sah bila akad ditujukan hanya untuk menyetorkan modal saja. Begitu pula tidak dibenarkan bila tujuannya hanya sekedar andil dengan menjadi rekanan, sebab melakukan kegiatan usaha adalah asas akad perusahaan dalam Islam. Kegiatan usaha bisa dilaksanakan oleh semua pihak yang berakad, atau bisa juga oleh salah seorang atau sebagian pihak yang berakad, sedang pihak lainnya menyerahkan modalnya. Melaksanakan kegiatan usaha oleh pihak-pihak yang berakad --atau oleh seseorang dari mereka-- adalah suatu keharusan. Ini berarti, dalam perusahaan minimal harus ada satu orang rekanan pengelola perusahaan (syarikul badan/physical partner) yang turut serta dalam akad. Dalam semua jenis perusahaan dalam Islam, selalu disyaratkan adanya rekanan pengelola ini, yang keberadaannya merupakan unsur mendasar untuk terwujudnya akad perusahaan. Jadi jika rekanan pengelola ini ada, maka akad perusahaan dikatakan sah. Dan jika tidak ada, maka akad perusahaan tidak sah.

  Dengan demikian, jelaslah bahwa perseroan terbatas tidak memenuhi syarat-syarat yang harus ada agar akad perusahaan dapat terwujud, sebab orang-orang yang ada dalam perseroan hanyalah hanyalah rekanan dalam modal (syarikul mal) saja. Tidak ada rekanan pengelola perusahaan di dalamnya. Padahal keberadaan rekanan pengelola perusahaan merupakan syarat prinsip agar akad perusahaan dapat terwujud. Dalam perseroan terbatas, keikutsertaan dapat terwujud dengan adanya rekanan dalam modal saja, bukan dengan yang lainnya. Kemudian perseroan bekerja dan mengelola urusan-urusannya, tanpa adanya rekanan pengelola perusahaan.

  Selain itu, rekanan dalam modal saja dalam suatu perusahaan sesungguhnya tidak berhak menjalankan perusahaan dan tidak berhak pula bertindak sebagai rekanan sama sekali. Yang berhak mengelola perusahaan dan bekerja dalam perusahaan hanyalah rekanan pengelola perusahaan saja, bukan pihak lainnya.

  Perlu dicatat pula, keikutsertaan dalam perseroan terbatas adalah keikutsertaan modal, bukan keikutsertaan orang. Maka barangsiapa memiliki modal lebih banyak, berarti dia mempunyai hak suara lebih besar. Dan barangsiapa mempunyai saham lebih sedikit, berarti dia mempunyai hak suara lebih sedikit.

  Kemudian, perseroan terbatas menurut kebiasaan mereka merupakan suatu badan hukum yang berhak mengelola urusan- urusannya. Padahal pengelolaan urusan (tasharruf) menurut syara' tidak dianggap sah kecuali jika dilakukan oleh seorang manusia yang berkecakapan mengelola urusan. Dan setiap pengelolaan urusan yang tidak dilakukan menurut ketentuan tersebut, adalah tidak sah dalam pandangan syara'. Maka menyerahkan pengelolaan urusan kepada suatu badan hukum tidak dapat dibenarkan. Yang benar, pengelolaan urusan  harus diserahkan kepada manusia yang berkecakapan mengelola. Oleh karena itu, perseroan terbatas menurut syara' tidak sah. Inilah penjelasan yang berkaitan dengan perseroan terbatas.

  Mengenai saham-saham perseroan terbatas, sebenarnya saham-saham tersebut merupakan surat-surat berharga yang mewakili sejumlah dana dalam perseroan, pada saat pembelian atau penilaian saham. Saham tidak mewakili jumlah modal perseroan saat pendirian perseroan. Jadi, saham sebenarnya merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah institusi perseroan. Dengan kata lain, saham sebetulnya bukan bagian dari modal perseroan. Dan nilai saham tidaklah tunggal atau tidak bersifat tetap. Nilainya senantiasa berubah-ubah mengikuti laba ruginya perseroan. Nilainya tidak bersifat tetap untuk setiap waktu, tetapi selalu berubah-ubah secara terus menerus.

  Hukum bermuamalah dengan saham-saham tersebut  dan juga surat-surat utang (obligasi) --baik menjualnya maupun membelinya-- adalah haram. Sebab, saham-saham itu adalah saham dari perseroan terbatas yang batal menurut syara'. Saham-saham tersebut merupakan surat-surat berharga yang mewakili sejumlah dana yang bercampur aduk antara modal yang halal dengan laba yang haram, pada suatu akad yang batal dan muamalah yang batal. Setiap surat berharga mewakili nilai dari bagian tertentu dari aset perseroan yang batal, di mana aset ini pun telah tercampuri oleh muamalah batal yang dilarang oleh syara'. Maka, saham merupakan harta yang haram, tidak dibenarkan memperjualbelikannya, dan tidak dibenarkan pula bermuamalah dengannya.

  Begitu pula dengan surat-surat utang (obligasi) --yang merupakan sarana investasi modal dengan memperoleh imbalan riba-- dan saham-saham bank serta yang dapat disamakan dengan itu. Semuanya mewakili sejumlah dana yang haram. Karena itu, memperjualbelikannya adalah haram, karena dana yang terwakili adalah dana haram.

Hukum Pasar Modal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam