Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 14 April 2013

Pemikiran Demokrasi

Pemikiran Demokrasi




Slogan-slogan Serangan Amerika

A. Demokrasi
Demokrasi, merupakan standar format politik dalam ideologi Kapitalisme. Artinya, Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang harus diterapkan oleh negara-negara Kapitalis dan negara-negara lain yang mengikuti serta meniru-niru negara-negara Kapitalis.

Menurut para penganutnya, Demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat; dengan menjalankan peraturan yang dibuat sendiri oleh rakyat.

Tak sedikit kaum Kapitalis yang menyebut sistem Kapitalisme mereka sebagai "sistem Demokrasi". Penyebutan ini tidak tepat, berdasarkan beberapa argumen berikut. Yang utama, bahwa Demokrasi bukanlah pemikiran orisinal kaum Kapitalis. Orang Yunani telah lebih dahulu mencetuskannya. Di samping itu, kaum Kapitalis bukan satu-satunya pihak yang menerapkan Demokrasi, karena kaum Sosia­lis Marx juga mengaku diri sebagai kaum Demokrat. Sampai di akhir hayat ideologi Sosialisme, kaum Sosialis tetap mengklaim bahwa mereka telah menerapkan Demokrasi.

Aspek terpenting dalam Demokrasi, adalah ketetapannya bahwa pihak yang berhak membuat hukum (Al Musyarri') adalah manusia itu sendiri, bukan Al Khaliq. Ini logis saja bagi penga­nut ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), karena pemisahan agama dari kehidupan itu berarti memberikan otoritas menetapkan hukum kepada manusia, bukan kepada Al Khaliq.

Dalam hal ini, kaum Kapitalis tidak pernah membahas apakah Al Khaliq telah mewajibkan manusia untuk mengikuti dan menerapkan syari'at tertentu dalam kehidupan mereka. Bahkan, mereka sedikit pun tak pernah memperdebatkan masalah ini sama sekali. Mereka hanya menetapkan, bahwa yang berhak membuat hukum adalah manusia. Titik.

Bagi kaum muslimin, hal itu berarti tindak pembangkangan dan pengingkaran terhadap seluruh dalil yang qath'i tsubut (pasti sumbernya) dan qath'i dalalah (pasti pengertiannya) yang mewajib­kan kaum muslimin untuk mengikuti syari'at Allah dan membuang peraturan apa pun selain syari'at Allah. Na'udzu billah min dzalik.

Kewajiban di atas diterangkan oleh banyak ayat dalam Al Qur'an.  Dan lebih dari itu, ayat-ayat yang qath'i tadi menegas­kan pula bahwa siapapun yang tidak mengikuti atau menerapkan syari'at Allah, berarti dia telah kafir, dzalim, atau fasik. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَـا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولئِكَ هُـمُ الْكَافِرُوْنَ
"Siapapun yang tidak memutuskan perkara hukum/politik menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir." (Q.S. Al Maaidah: 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَـا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولئِكَ هُـمُ الظَّالِمُوْنَ
"Siapapun yang tidak memutuskan perkara hukum/politik menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang dzalim." (Q.S. Al Maaidah: 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَـا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولئِكَ هُـمُ الفَـاسِقُوْنَ
"Siapapun yang tidak memutuskan perkara hukum/politik menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang fasik." (Q.S. Al Maaidah: 47)

Berdasarkan nash ayat di atas, maka siapapun juga yang tidak berhukum (menjalankan urusan pemerintahan) dengan apa yang diturunkan Allah, seraya menging­kari hak Allah dalam menetapkan hukum -seperti halnya orang-orang yang meyakini Demokrasi- maka dia adalah kafir tanpa keraguan lagi, sesuai nash Al Qur'an yang sangat jelas di atas. Hal ini karena tindakan tersebut -yakni tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan mengingkari hak membuat hukum yang dimiliki Allah- berarti ingkar terhadap ayat-ayat yang qath'i dalalah. Padahal orang yang mengingkari ayat yang qath'i adalah kafir, dan ini disepakati oleh seluruh fuqaha.

Kaum kafir dan antek-antek mereka -yaitu para penguasa negeri-negeri muslim-, juga seluruh propagandis Demokrasi dari kalangan kaum muslimin yang tertipu -baik individu maupun kelom­pok-, sesungguhnya memahami benar bahwa asas Demokrasi itu harus ditegakkan dengan tindakan membuang syari'at Allah dan menempatkan manusia pada posisi Al Khaliq.

Oleh karenanya, mereka tidak menjajakan Demokrasi dengan cara mengungkapkan hakekat itu, akan tetapi mereka mengatakan bahwa Demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Mereka katakan pula bahwa Demokrasi adalah meratakan persamaan di antara rakyat, menyebarkan keadilan, serta mengoreksi dan mengk­ritik pemerintah. Mereka tidak menyinggung-nyinggung sedikit pun mengenai tindakan membuang syari'at Allah itu, padahal substansi (inti) Demokrasi -dari awal sampai akhir- tiada lain adalah tindakan membuang syari'at Allah dan mengikuti syari'at makhluk-Nya.

Adapun ide-ide lain yang -katanya- merupakan ide Demokra­si, sebenarnya tidak ada faktanya sama sekali. Ide bahwa rakyat yang memerintah dirinya sendiri, misalnya, sebenarnya hanyalah sebuah kebohongan besar. Sebab, dalam masyarakat-masyarakat Kapitalis-Demokrasi, yang memerintah bukanlah rakyat itu sendiri. Ide ini memang hanya sebuah utopia belaka.

Yang memerintah di sana, sebenarnya adalah golongan yang berpengaruh kuat dalam masyarakat mereka. Kalau di AS, mereka adalah para kapitalis raksasa. Sedang di Inggris, mereka adalah para bangsawan. Inilah fakta yang ada di AS dan di Inggris. Padahal kedua negara ini adalah negara-negara Kapita­lis-Demokrasi yang ada di barisan terdepan.

Kelompok-kelompok berpengaruh di negara-negara Kapitalis tadi, mempunyai sarana-sarana yang memadai untuk menghantarkan siapa saja  yang mereka kehendaki agar dapat duduk di tampuk pemerintahan dan dewan-dewan legislatif. Dengan demikian, undang-undang yang diberlakukan dan pihak eksekutif yang melaksanakan undang-undang itu, tak lebih hanya akan tunduk untuk melayani kepentingan-kepentingan kelompok berpengaruh tersebut.

Ide-ide lain yang -katanya- juga merupakan ide Demokra­si, seperti persamaan, keadilan, dan hak mengkritik penguasa, semuanya juga cuma sebatas teori. Tak ada faktanya. Cukuplah seseorang mengamati kenyataan yang ada di AS -gembong demokrasi di dunia itu- dengan seksama. Niscaya dia akan dapat menyimpul­kan bahwa persamaan, keadilan, dan kritik kepada pemerintah di sana, semuanya serba diskriminatif.

Mereka yang dapat menikmati dan menjalankan hak-hak itu hanya orang-orang tertentu dengan warna kulit, agama, dan asal-usul tertentu, atau orang-orang  dengan sejumlah harta kekayaan tertentu.

Lihatlah penderitaan memilukan yang dialami oleh orang-orang kulit hitam, orang-orang Indian berkulit merah, orang-orang yang bera­sal dari Amerika Latin dan Asia, juga orang-orang yang non Protestan atau yang tidak berasal dari Eropa Barat.

Semua penderitaan mereka ini sudah cukup menjadi bukti bahwa apa yang -katanya- menjadi ide-ide Demokrasi, pada hakekatnya hanyalah teori kosong belaka. Cuma teori. Meskipun, memang kadang-kadang terjadi juga hal-hal janggal yang berbeda dengan kondisi yang telah diterangkan tadi.

Maka dari itu, seorang muslim tidak dibolehkan menerima ide Demokrasi, sebab Demokrasi adalah suatu kekufuran dan memberikan kepada manusia hak yang seharusnya merupakan hak Al Khaliq sema­ta.

Bahkan lebih dari itu, setiap individu muslim wajib membuang dan mengenyahkan Demokrasi serta menentang dan melawan siapapun yang berusaha menjajakan Demokrasi yang kufur itu.

Pemikiran Demokrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam