Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 05 April 2013

Opini Negatif Terhadap Syariat Islam

Opini Negatif Terhadap Syariat Islam


{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

b.   Adanya ragam pendapat tentang sistem politik dan kenegaraan Islam; sistem mana yang akan diterapkan?

Dalih ini pun terlihat sangat dipaksakan. Sebab, dalam sistem manapun, sulit hanya ada satu pendapat saja. Misalnya, banyak ragam pendapat tentang sistem republik, presidensil, atau parlementer. Bentuknya pun pro-kontra; apakah kesatuan, federal, ataukah kesatuan dengan otonomi daerah. Pendapat dalam sistem pemilihan pun berbeda-beda, apakah harus pemilihan langsung (seperti keyakinan J.J. Roussau), perwakilan, distrik, dan sebagainya. Realitasnya, perbedaan pendapat ini tidak menghalangi mereka menerapkan sistem sesat demokrasi kapitalisme dalam berbagai bidang, termasuk politik. Di dalam Islam dibolehkan adanya perbedaan pendapat jika dalil yang ada bersifat dzann (dugaan kuat) tidak qath’I (pasti). Lalu, mengapa adanya perbedaan pandangan tentang beberapa hal politik dan sistem kenegaraan Islam dijadikan dalih untuk tidak ditegakkannya syariat Islam secara keseluruhan? Sebaliknya, mengapa untuk sistem selain Islam (sistem kufur) tidak diungkapkan alasan serupa?

c.   Islam itu yang penting substansinya, bukan formalitasnya.

Omongan seperti ini bukan hanya berbahaya tetapi juga bertentangan dengan realitas.
Pertama, tidak ada aturan yang diterapkan sekadar substansinya saja. Mengapa mereka begitu getol memperjuangkan kekafiran sekularisme, demokrasi, dan berupaya mempertahankan formalitas sistem kufur tersebut yang notabene warisan kolonial? Padahal, jika mereka konsisten dengan pendapat nafsunya itu, semestinya cukup hanya substansi demokrasi saja yang dituntutnya, dan substansi sekularisme saja yang diinginkannya?! Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian.

Kedua, dengan tidak diformalkannya syariat Islam berarti hanya akan menciptakan peluang untuk main hakim sendiri. Padahal, semua sepakat bahwa tidak boleh main hakim sendiri.
Selain itu, bila konsisten dengan istilah substansi, maka semestinya substansi dalam keseluruhan ajaran Islam itu adalah ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT secara total dalam semua hal. Itulah yang disebut ibadah [x]. Dengan kata lain, mereka yang menghendaki penerapan Islam substansinya saja (seperti yang penting adil, kesamaan, dsb) gagal menangkap substansi ajaran Islam itu sendiri. Allah SWT sendiri tegas-tegas memfirmankan hal ini,
Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (TQS. Adz Dzariyat[51]:56). Bila substansi yang dipahami benar mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah seperti ini maka sikap yang diambil adalah memperjuangkan dan menjalankan tegaknya syariat Islam.

d.   Sekarang sudah dapat melaksanakan syariat Islam dengan baik, seperti ibadah, UU perkawinan, UU peradilan agama, dsb.

Kelengkapan Dinul Islam memantapkan Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang berasal dari Allah SWT, Pencipta seluruh makhluk, Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui. Ajarannya yang rinci, lengkap, dan mampu menjawab seluruh problematika umat manusia sepanjang zaman telah dijamin sendiri oleh Allah SWT:
"Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS An Nahl: 89).

Di sisi lain, Al Quran dan Sunnah Nabi memuat hukum-hukum yang lengkap tentang ibadah, berpakaian, makanan, minuman, hukum-hukum tentang ekonomi-perdagangan, harta, distribusi harta, ghanimah, fa’i, jizyah, kharaj, tentang peradilan tindakan kriminal, hudud, ta’zir, persaksian, pembuktian (bayyinaat), mahkamah, hingga ke perkara jihad, gencatan senjata, mobilisasi, perjanjian damai, utusan/delegasi. Belum lagi perkara-perkara yang menyangkut pendidikan, aturan sosial, keluarga/rumah tangga dan seterusnya. Semua itu berupa sistem hukum Islam yang cakupannya meliputi seluruh bentuk perbuatan manusia, baik antara manusia satu dengan yang lain, antara rakyat dan negara, antara negara Islam dengan negara lain, antara Muslim dan non Muslim, antara hamba dengan Allah SWT sebagai Al Khalik. Para ulama dan fuqaha terdahulu maupun sekarang senantiasa memenuhi kitab-kitab hukum/fiqih karangan mereka dengan seluruh pembahasan-pembahasan tadi. Dimulai dari bab Thaharah, sampai bab Peradilan, Jihad atau Imamah (Ulil Amri).

Allah SWT mewajibkan kita melaksanakan semua sistem Islam itu hingga dapat menerapkan Islam secara total. Banyak pertanyaan dapat dimunculkan, sudahkah pakaian ditetapkan berdasar Islam? Sudahkah produk makanan-minuman atas dasar Islam? Apakah aturan sosial antara pria-wanita, struktur kewajiban nafkah di antara ahli waris, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam, sistem perburuhan/ketenagakerjaan, ekonomi sudahkah dijalankan atas dasar Islam? Apakah hak-hak anak dan hak-hak rakyat umumnya telah diperolehnya sesuai dengan syariat Islam? Sudahkah hubungan luar negeri didasarkan pada syariat Islam sehingga dakwah Islam oleh negara ke negara lain berjalan? Bila jawabannya belum, tidak layak menyatakan tidak perlu menegakkan syariat Islam dengan dalih sudah diterapkannya segelintir hukum Islam. Apa bedanya hukum yang satu dengan hukum yang lain, padahal sama-sama berasal dari Allah SWT dan sama-sama wajib? Tidak ada bedanya!
Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” [Terjemah Makna Qur’an Surat (5) al-Maaidah: 70]

karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya…” [Terjemah Makna Qur’an Surat (5) al-Maaidah: 13]

Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui (nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)",… [Terjemah Makna Qur’an Surat (6) al-An’aam: 91]

Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.” [Terjemah Makna Qur’an Surat (24) an-Nuur: 48]

[x] Menurut istilah syar’iy ibâdah berarti thâatullâh wa khudhû’un lahû wa ilyizâmu mâ syara’ahu min ad dîn (taat kepada Allah, tunduk kepadanya serta terikat dengan hukum agama (Islam) yang telah disyariatkan-Nya).

Opini Negatif Terhadap Syariat Islam

{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam